webnovel

Bab 5 Sedikit Cahaya

Sangat jarang ada seorang pria yang bisa memasak seenak ini menurut pengalamannya Aluna sendiri. Kecuali itu adalah seorang pria yang memang bekerja dengan sesuatu yang bersangkutan dengan makanan, seperti seorang tukang masak di restoran dan hotel.

"Masakanmu luar biasa." Aluna mengacungkan jempolnya pada pria di depannya sembari tersenyum lebar.

Apa yang dilakukan Aluna membuat pria itu tertegun menatapnya. Pria itu tersenyum canggung, sambil menggaruk pipinya yang tidak gatal. Mungkin karena malu mendapat pujian itu dari Aluna.

Senyuman Aluna dibalas dengan senyuman juga olehnya. Kali ini Aluna yang tertegun, pria itu tampak lebih tampan saat tersenyum.

Dengan salah tingkah, Aluna menundukkan kepalanya dan berusaha untuk fokus pada makanannya saja.

Aluna juga sadar jika ia ternyata bertahan lebih lama di rumah ini padahal sebelumnya ia benar-benar ingin segera pergi dari sini.

"Terima kasih untuk makanannya."

Aluna minum dari gelas keramik setelah menghabiskan sup jamurnya. Lalu meletakkan gelas itu di samping mangkuk yang kosong.

Semua gerakan itu lepas dari pandangan seorang pria yang juga duduk di seberang meja makan.

Aluna bangkit dan berkeinginan untuk membersihkan alat makannya tapi ia bingung.

"Di mana aku bisa mencuci ini?" tanya Aluna.

Pria berambut hitam bangkit juga dari duduknya dan mengambil alih benda di tangan Aluna.

"Biar aku saja."

Aluna membiarkannya mengambil alat makannya.

Entah karena berani atau karena pria itu tidak menakutkan, Aluna menengadah salah satu telapak tangannya di hadapan pria itu.

"Oh, iya. Bisa kau beri aku uang?" tanya Aluna dengan wajah yang tidak merasa bersalah sama sekali.

Pria itu diam menatap telapak tangan Aluna.

"Aku butuh, sangat butuh agar bisa pulang. Kau akan memberikannya kan?"

Aluna seolah pura-pura polos tapi sebenarnya selain untuk mendapatkan uang untuk bekal perjalanan dan biaya transportasi, ia ingin memastikan bahwa pria ini benar-benar mau melepaskannya.

"Baiklah. Tunggu setelah aku mencuci ini." Pria itu akhirnya menjawab.

Aluna tersenyum lebar, terlalu lebar. "Tentu."

Aluna kembali duduk di kursinya.

Saat pria itu berlalu dari dapur dan keluar rumah lewat pintu belakang, Aluna menguap. Ia merasa mengantuk setelah makan.

*****

Pria itu menimba air di sumur belakang rumahnya. Ia benar-benar mencuci bersih alat makan bekas Aluna.

Saat kembali ke dapur, ia melihat Aluna kembali jatuh tertidur seperti sebelumnya. Tapi kali ini ia tidak membangunkannya.

Ia berjongkok di hadapan Aluna, menatap dalam-dalam wajah Aluna yang tertidur dan mengelus pelan pipinya. Perlakuannya sangat lembut seolah wanita di hadapannya sangat ia cintai.

Dan memang itu kenyataannya.

Ia lalu mengangkat tubuh Aluna dengan kedua tangannya, menggendongnya dan dibawa menuju kamar yang sebelumnya tempat dimana Aluna terbangun tadi pagi.

Ia membaringkan tubuh Aluna dengan hati-hati, takut Aluna terbangun. Meski sebenarnya ia yakin Aluna tertidur sangat pulas bahkan mungkin seperti orang mati.

Karena sebenarnya, ia yang membuat Aluna tertidur kembali. Benar, ia ingin Aluna tidak pergi dan tinggal lebih lama di sini. Karena itu, ia memasukkan bubuk obat tidur ke dalam sup yang ia masak dan dimakan oleh Aluna.

Setelah membaringkan tubuh Aluna, ia menarik lepas jubah yang menutupi tubuh Aluna agar tidak menganggu tidurnya.

Ia kemudian menarik selimut untuk membungkus tubuh Aluna. Setelah itu barulah ia menarik kursi dekat tempat tidur di samping Aluna dan duduk di kursi itu. Ini posisi yang sama seperti sebelumnya saat ia menunggu Aluna bangun dan tidak tidur semalaman.

"Aluna," gumamnya sembari menyingkirkan rambut yang menutupi dahinya.

Ia lalu membungkuk dan mencium dahi Aluna.

"Maafkan aku," gumamnya lagi di atas wajah Aluna.

*****

Mata Aluna membuka sedikit kemudian tertutup lagi. Tapi selanjutnya mata itu terbuka lebar, sangat lebar disertai tubuh Aluna yang terlonjak dari posisi berbaringnya.

Dengan mata melotot, Aluna memindai seisi ruangan kamar. Ia berada di sebuah ruangan yang gelap namun masih ada cahaya dari lilin yang ada di atas meja dekat lemari.

Tapi meski dengan keadaan yang sedikit berbeda, Aluna sadar sesuatu.

Ia masih ada di tempat yang sama!

Tunggu dulu, kenapa ia malah tiduran di kamar? Aluna segera menebak apa yang terjadi, apa ia tertidur lagi di kamar ini dan terbangun di tempat sebelumnya ia terbangun.

Ia bisa melihat jendela kamar yang tertutup, membuat Aluna tidak bisa melihat pemandangan di luar sana.

Aluna tersentak, ia bangkit dari tempat tidur lalu keluar dari ruangan itu dengan terburu-buru. Semua ruangan di rumah ini masih sama, hanya saja minim cahaya.

Aluna memelankan langkahnya agar ia tidak menabrak benda-benda di dalam rumah. Cahaya lilin yang tersebar di semua ruangan ternyata tidak cukup untuk membuat Aluna menemukan sesuatu yang ia cari.

Ia mencari seseorang yang seharusnya ada di rumah ini. Di mana pria itu berada sekarang?

Aluna memicingkan matanya saat melihat ada sesuatu yang bergerak-gerak di dapur. Cahaya lilin tidak mengenai tempat itu dan membuat Aluna merasa takut tiba-tiba. Ia memundurkan langkahnya saat di rasa sesuatu itu mulai bergerak keluar seperti bayangan gelap.

"Hei siapa di sana?" Aluna memberanikan diri bertanya dengan suara yang agak keras.

Gerakan bayangan itu berhenti saat Aluna berseru. Aluna menelan ludahnya saat bayangan itu kembali bergerak dengan cepat kali ini mendekati dirinya.

"Aluna? Kau sudah bangun?" Suara itu di dengar Aluna bersamaan tampaknya wujud asli bayangan itu.

Aluna langsung menghembuskan napasnya yang tanpa sadar ia tahan sejak tadi. Benar dugaannya, itu adalah pria yang ia cari tapi sempat takut jika ternyata itu adalah sesuatu yang berbeda.

Tidak, bukan sesuatu yang berbeda yang berkaitan dengan hal bersifat mistik. Ia hanya takut jika itu pencuri atau hewan berbahaya yang menyusup di rumah ini.

Salah jika menyangka Aluna takut dengan hal gaib.

"Ya, aku sudah bangun dan kenapa kau tidak membangunkanku lebih cepat?" Aluna menuntut pria itu.

"Aku harus pergi makannya kenapa kau malah membiarkanku tertidur?" Aluna tersentak seperti menyadari sesuatu.

Pria di depannya tampak gugup jika Aluna akan menuduhnya sebagai penyebab mengapa ia tertidur. Karena memang pria bermata abu-abu itu yang memberi obat tidur di dalam makanan Aluna.

"Oh, apa kau sengaja tidak ingin membangunkanku? Kau tidak ingin aku pergi kan? Tunggu dulu," Aluna menyipitkan matanya pada pria di depannya, "Kenapa aku bisa tertidur?"

Pria bermata abu-abu itu tersenyum kaku, ia tahu Aluna akan curiga.

Tapi Aluna akan semakin curiga jika ia tidak menjawab.

Karena itu ia bersuara, "Aku tidak mau membangunkanmu karena memang sebelumnya kau tidak sehat, makannya aku ingin kau beristirahat lagi."

"Apa kau yang sengaja membuatku tertidur?" Aluna bertanya tepat sasaran.

*****

Terimakasih sudah membaca cerita ini. semoga kalian suka dengan ceritanya. jangan lupa untuk review/komen sebanyak-banyaknya ya, see you *lambaikan tangan

Dwi_Nacreators' thoughts