webnovel

Lightborn dan Dark Abyss Menempuh Satu Jalan

Perang Legend ketiga di depan mata. Selepas Master Fung U, para Heroes berkutat demi mengenyam gelar Legendary. Tanpa mereka, perang takkan tersulut. Dan sang pemenang, ia berhak menguasai dunia. Para bangsawan menjilati berlian. Para penyihir merapal bola mantra. Bangsa Minotaur, dan beberapa kontraktor menghancur labirin. Dan para Goddess turun dari kayangan. Demi terlahir Legendary, tak jarang satu kelompok besar di warnai hiruk pikuk penghianatan dan keegoisan. Beberapa faktor bahkan memicu perang saudara yang menghambat semua persiapan. Keluarga Paxley menggigit jari. Ia terpaksa harus menarik kata-katanya demi kemenangan pihak mereka. Tak lama kemudian, genderang perang di tabuh. Dua kekuatan besar pendominasi dunia menjadi pesertanya. Masing-masing pihak memiliki sosok legendary yang lahir dari orang yang tak di sangka. Sayangnya setelah semua berakhir, tak ada dari kedua pihak tersebut yang meraih gelar Pemenang. Kenyataan pahit tersebut membuat hati para Legendary remuk. Mereka menunduk, kedua mata berapi-api penuh kebencian. Kegalauan besar mereka hampir mengantar dunia pada ambang kehancuran. Heroes Zodiac dan KOF kemudian mengambil inisiatif. Berbekal kekuatan dan penyatuan diri mereka dengan bintang dan galaksi, mereka mulai menelisik kebenaran tentang semua ini. Sejauh yang didapat, satu-satunya hal mencurigakan hanya Twilight Orb. Ada secuplik energi asing yang terkait dengan semua kejadian ini. Setelah pemanggilan bintang, para Heroes Zodiac kembali dan mengabarkan semuanya kepada Heroes Legendary. Beberapa penuturan membuat mereka terangguk paham. Pimpinan Legendary sekaligus Lightborn mengambil keputusan yang membawa mereka pada pengalaman yang begitu fantastis. Setelah semua hampir terungkap. Panglima Warrior Dawn mengumumkan semua kejanggalan yang terjadi selama ini. Awalnya tak percaya, tapi setelah bukti dihadapan. Heroes Dark Abyss menurut. Panglima Tigreal menghadap Ksatria Leomord. Demon Hunter Alucard berhadapan dengan Prince Dyrroth. Mereka berjabat tangan lantas mengangguk satu sama lain. Derap langkah terdengar dan mereka berbaris menghadapi kenyataan. Apa yang di duga ternyata benar. Setelah konspirasi berkepanjangan. Langkah berikutnya mereka akan segera menghadapi Dalang yang sebenarnya. Sang pemimpin Legendary berdiri, di belakangnya mengikut para pasukan. "Jadi kau pembuat onar selama ini.. Aku jamin ini yang terakhir kali.. Sekarang, kami akan memberimu dua pilihan, Pergi Ke Neraka atau Kami Yang Akan Mengantarmu," kalimat itu di angguk oleh para Heroes. Mereka lantas menatap Tigreal dan menunggu perintah berikutnya.. Ayo ikuti keseruan cerita para Heroes Mobile Legend. Kisah cinta dan Aksi Heroik menghiasi indahnya alur. Tak hanya keseruan, pembaca juga di suguhkan pengalaman positif berupa motivasi yang bisa di ambil sisi baiknya. Ayo.. jangan sampai menyesal karena ketinggalan. Salam Heroes @royjee908

sasakigrunge_ · Videojogos
Classificações insuficientes
3 Chs

Pertemuan

"Kak, coba lihat ke sini!"

Lesley menoleh, ia tersenyum "Wah, tongkat bola yang bagus," sahutnya.

Harley menggembungkan pipinya, "Kenapa tongkat? aku menanyakan penampilanku !" ia protes.

"Haha, iya. Seperti biasa, adikku selalu terlihat tampan," balasnya. Senyum itu belum beralih, "Kau tidak lupa mempersiapkan pertunjukkan nanti, bukan?"

"Tentu saja, aku sudah mempersiapkan itu jauh jauh hari. Bahkan, aku sudah mempersiapkan satu khusus untukmu," Harley tersenyum.

"Benarkah? Aku jadi tak sabar melihatnya," Lesley mengibas rambutnya ke belakang dan menopang dagu, bersiap melihat sesuatu yang khusus dari adiknya.

"Baiklah, kau yang minta," Harley kemudian meraih topi yang tergeletak di meja dan memakainya. Lantas berbungkuk untuk membuka pertunjukkan. Ia memukulkan tongkat bolanya ke topi yang masih terpasang di kepala. Sontak saja, topi itu melayang dan menjatuhkan kartu kartu yang kemudian terbang mengelilingi Harley. Topi itu kembali ke posisi semula. Ia mengacungkan tongkatnya ke arah Lesley. Bola merah di tongkat itu bercahaya, dan kartu kartu yang tadi memutarinya kini melesat cepat ke arah Lesley.

Lesley terbelalak "Hey!" spontan ia memejamkan matanya dengan kedua tangan menghadang kartu kartu yang melesat. Detik berikutnya, tak terjadi apa apa. Ia membuka mata dan mendapati kartu kartu kini memutarinya. Ia tersenyum, belum sempat ia bertepuk tangan, ternyata semua belum selesai. Harley kembali mengarahkan tongkat itu ke arahnya. Lidah api muncul, kemudian menjelma menjadi lingkar api yang melesat ke arahnya. Lesley tak mencoba menghindar. Api itu lantas mengenai kartu kartu yang berputar dan membakarnya. Cahaya efek pembakaran itu semakin menyilaukan, sampai sampai Lesley tak bisa melihat kedua tangannya sendiri. Beberapa detik kemudian cahaya itu memudar, dan Harley yang berdiri di sana tersenyum ke arahnya. Lesley masih termangu, menunggu apa yang akan terjadi, "Apa sudah selesai?"

"Lihat penampilanmu!" sahut Harley. Lesley mengernyit, lantas menatap baju yang dikenakan. Ia terkagum, jas biru yang biasa di kenakan telah berubah menjadi baju sport putih bergaris merah muda yang memperlihatkan pusarnya. Bagian bawahnya juga terasa lebih leluasa, dan ia mendapati sebuah celana merah muda pendek sudah ia kenakan.

Ia tersenyum girang. Belum puas dengan hasilnya, ia bangkit menuju cermin. Sosok di cermin itu membuatnya terpukau. Sangat cantik! seragam sport yg di kenakan benar benar cocok dengan rambutnya yang kini berwarna pirang.

"Wah, hasilnya melebihi yang kuduga," Harley yang kini berdiri di sampingnya menyahut.

Lesley menoleh ke arahnya dan tersenyum "Terima kasih, apa ini permanen? atau akan hilang dengan kurun waktu?" tanyanya.

"Sesuatu yang spesial takkan terkait dengan waktu kak. Kau akan selalu tampil cantik dengan penampilan ini. Kau juga bisa menyimpannya. Hah, andai saja kau bukan kakakku. Pasti aku menjadi orang yang nomor satu memperebutkanmu," sahutnya.

"Dan andai saja itu takkan pernah terjadi," balas Lesley.

"Hah, Kenapa?"

"Karena aku sangat senang jika kau adikku," ujarnya kemudian menarik pipi Harley.

"Aw, cubitanmu terlalu keras," Harley mengusap pipinya. Lesley hanya tersenyum kemudian beralih pergi.

Sebelum itu, Lesley seharusnya sudah berada di teater untuk mempersiapkan pertunjukkan. Selain seorang penembak jitu, gadis ini juga dikenal pemilik cita rasa seni yang tinggi. Beberapa hasil dekor istana bangsawan juga merupakan hasil karyanya. Kini, ia mengambil tas untuk membeli beberapa barang yang diperlukan. Toko dan Teater sama sama dekat dengan alun alun. Ia menyingkap tirai jendela, mendapati matahari bertengger di garis diagonal langit. Hari mulai sore, dan dengan seragam "Cheer Gunner" yang baru didapat, ia segera bergegas.

***

Gusion merapikan syal hijau sambil mematut di depan cermin. Hah! ini tampak unik! bisa dibilang, sedikit lebih keren dari setelan jas putih yang biasa dikenakan. Ia menggunakan sepasang jas dan celana hitam dengan rambut di semir putih, syal hijau itu juga melingkari leher. Pelayannya menamakan setelan ini dengan "Moonlight Sonata". Pelayan itu memang memiliki darah klan bulan dan pernah kontak dengan mereka. Katanya, Moonlight adalah salah satu julukan seorang pahlawan yang pernah ada di sana, dan ia kembali teringat ketika Gusion mengenakan setelan itu.

Gusion hanya tersenyum mendengar beberapa penuturannya. Sedikit terkesan naif dan agak dilebih-lebihkan. Walau begitu, tapi dari situ juga ia mendapat informasi yang sangat berguna suatu saat.

"Kenapa kau tidak bilang sejak awal jika kau keturunan mereka?" sahut Gusion.

"Apa? kukira semua orang sudah tau tentang itu."

"Apa yang membuatmu berpikir begitu?"

"Telinga ini," ujar sang pelayan menggerakkan telinga runcingnya "Apa ada elf yang berasal dari klan bumi?" lanjut pelayan itu.

"Aku tidak tau tentang itu," balas Gusion "Tapi, terserahlah. Kau tidak keberatankan jika aku memintamu untuk menceritakan sesuatu tentang mereka?"

"Umm.. yang kutahu akan kuberi tahu" jawabnya.

"Bagus, aku jadi tak sabar. Tapi, tak sekarang. Aku harus segera menemui seseorang," ujarnya. Gusion kembali mematut di cermin dan mengibas rambutnya dengan tangan. Syal yang menyelip leher kembali di otak atik, dan setelah di rasa cukup, ia mulai melangkah pergi.

Menemui seseorang, siapa lagi kalau bukan teman janjiannya, Diego. Satu keluarga sebetulnya berencana menggunakan kereta kuda. Tapi, berhubung ia akan bersama Diego, ia hanya berjalan kaki menuju alun alun. Tak masalah, jalan yang ditempuh juga tak terlalu jauh.

Ia sudah melewati beberapa persimpangan. Sebagai putra bangsawan, ini pengalaman yang sangat langka. Harus berbaur dengan orang orang yang berlalu lalang memikul barang dan menenteng belanjaan. Bahkan tak sekali dua kali Gusion bahkan bersin karena ragam bau mereka. Walau begitu, ia kagum dengan daerah kekuasaan ayahnya. Semua tampak di atur dengan rapi dan terkesan elegan. Tiang lampion hijau berbaris rapi menghiasi sepanjang trotoar. Pagar pagar besi dengan bentuk unik membentuk jalur panjang yang membuat bangunan yang berdiri di belakangnya tampak serasi dan indah. Ia menarik kerah jas, kemudian menyelipkan kedua tangannya ke saku.

Di sepanjang jalan, selalu saja ada pasang mata yang menatapnya. Sekumpulan gadis yang sedang menumpang kereta bahkan tampak saling berbisik saat mereka melihat Gusion. Memikirkan ini, tiba tiba ia teringat dengan kalimat Diego "Aku jamin kau yang akan mencari perhatiannya.". Hah, yang benar saja. Hal itu takkan pernah terjadi pada orang jaim seperti Gusion.

Beberapa saat kemudian, akhirnya langkah Gusion sampai menapak tanah alun alun. Hanya saja, sosok yang dicari tak ada di sana. Pria itu memang terkadang lupa dengan janjinya. Mungkin, ia bisa menunggu sambil melihat lihat teater yang kini ada di hadapannya, pikir Gusion. Tanpa berpikir dua kali, kakinya kembali melangkah menuju bangunan besar itu.

Kursi kursi penonton masih kosong. Dan beberapa orang tampak kesana kemari mempersiapkan pertunjukkan. Di satu sudut ada hiasan yang membuatnya tertarik. Ia menarik syal hijaunya hingga menutup hidung kemudian kembali melangkah.

Sambil melangkah, pandangannya juga tak luput dari kegiatan yang terjadi di sana. Tempat yang dituju tak lagi diperhatikan, dan beberapa langkah berikutnya ia terhenti karena ada sesuatu yang menabraknya. Ternyata, seorang wanita, ia tampak berburu buru dengan barang bawaan yang kini jatuh karena menabrak Gusion.

"Maaf, aku buru buru," sahut wanita itu tanpa menatap Gusion. Ia berjongkok dan mulai merapikan barangnya.

Gusion yang melihat itu mengernyit. Ia agak kaku dengan wanita. Barang bawaan wanita itu banyak, dan mengingat ini juga salahnya, ia mulai berjongkok dan segera membantu. "Eh, biar kubantu," sahutnya.

"Tak perlu repot, biar aku sendiri," wanita itu menepis tangan Gusion. Gusion yang hendak mengambil barang malah menangkap tangan wanita itu. Tatapan mereka saling bertemu, membuat waktu seolah terasa berhenti. Syal yang menutup sebagian wajah Gusion tiba tiba merosot dan menyingkap wajahnya. Wanita itu seolah terkejut, Gusion bahkan bisa melihat kedua mata bulat itu semakin melebar ketika hal itu terjadi.