webnovel

light of the Darkness

Ingatan yang terbelenggu, kekuatan yang dihilangkan dan takdir yang dipaksakan. Seorang remaja harus melewati masa sulitnya seorang diri. Dikhianati, dicaci, dibenci bahkan dilupakan. Hidupnya seolah tak berarti, sebelum tekad api memberinya petunjuk untuk melangkah. Hanya waktu yang akan menjawab, apakah keputusasaan yang menang atau kebahagiaan yang tercipta di akhir cerita. Lucifer Azazeilia.

Penipu_9_Dunia · Fantasia
Classificações insuficientes
10 Chs

Kekuatan, ya.

Lucia berhenti bertanya ketika sudah tak lagi mendapatkan jawabannya. Ia akhirnya sadar bahwa ada hal yang tak boleh diketahuinya. Matanya tertuju pada lautan semesta kebiruan di ujung cakrawala. Senyumnya tipis dipenuhi kesedihan dan kegelisahan.

Mungkin karena tak tahu lagi harus berbuat apa, belum lagi dirinya hampir kehilangan nyawa. Pintu ruangan terbuka perlahan, seorang wanita cantik bergaun merah menampilkan rupanya. Wanita itu terdiam menatap Lucia yang terbangun dari tidurnya, seolah ia tak percaya bahwa seorang manusia bisa terbangun hanya dalam waktu singkat tanpa meninggalkan bekas luka.

"Siapa kau? Sudah berapa lama aku di sini?"

Lucia bertanya dengan nada yang begitu lirih, bahkan sulit untuk mendengarnya. Wanita itu tersadar dari lamunan, lekas menjawab dengan lantang. "Du-dua hari. Kamu sudah tertidur selama dua hari," balasnya masih kebingungan.

Wanita itu menjelaskan semuanya perlahan, tepat setelah Lucia bertanya tentang semua hal. Bahkan Lucia sendiri hampir tak percaya bahwa dirinya bisa selamat dari luka yang begitu gila.

"Aku juga tak percaya bahwa kau masih bisa hidup bahkan setelah jantungmu dihancurkan. Yang lebih gila lagi, kamu lukamu benar-benar pulih dengan cepat. Sejujurnya aku tak percaya, apakah kamu ini benar-benar manusia?" katanya sembari menyelipkan sebuah tanya.

"Hmm ... terima kasih. Hutang ini akan kubayar dikemudian hari." Lucia langsung melompat dari jendela rumah sakit. Ia menggores pergelangan tangannya. Darah segar menjelma menjadi sebuah jubah indah dan sepasang sayap kemerahan di punggung.

Wanita itu lekas berlari hendak menggapainya, karena mengira bahwa Lucia akan bunuh diri. Namun, matanya langsung membesar tepat setelah melihat wujud Lucia. Dia berpikir bahwa Lucia bukanlah manusia, melainkan Iblis atau Dewa.

Di sisi lain, semua orang gempar akan berita bahwa sebuah dungeon break diselesaikan hanya dengan satu orang. Selain itu, kabar tentang Lucia yang masih hidup pun tersebar dengan begitu cepatnya. Para eksekutif guild ternama mulai mencoba untuk menggali identitas Lucia yang sebenarnya, tetapi hasilnya nihil.

Lucia mendarat di sebuah gang sempit nan gelap, di mana tak ada satu pun orang yang ada di sana. Dia kembali menggores pergelangan tangannya, dan menatapnya dalam. Luka pada tangan pulih dengan perlahan tanpa menyisakan bekas goresan.

'Apakah aku masih bisa disebut sebagai manusia?' pikir Lucia.

Ia sudah kehabisan kata, bahkan pada dirinya. Melangkah pelan menyusuri gang, Lucia berhenti pada sebuah restoran. Perutnya terasa lapar, dahaga sudah hampir sepenuhnya menguasai dirinya. Namun apa daya bila serupiah pun tak uang di tangan.

Keputusannya berakhir pada asosiasi hunter, untuk mendaftarkan diri sebagai petualang guna mencari uang. Hatinya enggan untuk kembali melangkah ke jalan berbahaya, tetapi keadaan memaksakan untuk terus berjuang agar bisa terus bertahan di dunia yang kejam.

Pakaiannya masih terbuat dari darah sebelumnya, yang mana itu menghabiskan mana untuk setiap detiknya. Dengan jumlah mananya saat ini, Lucia bisa mempertahankan wujudnya untuk beberapa jam jika hanya fokus pada penampilan. Karena tak ingin identitasnya diungkapkan, Lucia menambahkan topeng pada wajahnya.

Dia memasuki bangun tua tetapi mewah di dalamnya. Seorang wanita–resepsionis–menyapanya tepat di depan meja pendaftaran. "Selamat siang, Tuan. Apakah Anda ingin mendaftarkan diri sebagai Hunter? Jika iya, tolong pergi ke ruangan nomor 3," katanya bersikap sopan.

Lucia hanya mengucapkan terima kasih dan lalu pergi. Ruangan nomor tiga ia masuki dengan sangaja, tanpa persiapan apa pun. Seorang pria berotot berdiri bersandar di sebelah lemari yang berisikan senjata. Dia menatap Lucia tajam begitu memasuki ruangan.

Tubuh yang besar dan sebilah pedang serta mata kanan yang terluka, menciptakan perangai yang begitu mendominasi. "Apakah ini ruang pelatihan?" tanya Lucia sopan.

"Tentu. Apa kau ingin mendaftarkan diri sebagai Hunter?" tanyanya.

"Benar."

"Namaku Sebastian Villa Ortodoks. Aku adalah Ketua Asosiasi sekaligus penguji untuk hari ini," ujar Sebastian. "Tak perlu basa basi, silakan pilih senjatamu dan kita mulai," imbuhnya menarik pedang ke luar dari sarung.

Pedang bertipe long sword dengan mata pada kedua sisi dan bewarna hitam pekat, sangat cocok untuk Sebastian yang memiliki aura mengerikan. Lucia memilih sebuah busur untuk bertarung, mengingat jarak adalah hal utama dalam melawan seorang sword master.

"Hoo ... apa kau yakin? Seorang pemanah tak cocok bertarung dengan swordman. Tapi, terserahlah. Mari kita mulai, pemula," kata Sebastian tersenyum.

Baru saja Lucia hendak menarik busurnya, Sebastian sudah lebih dulu mengayunkan pedang yang entah sejak kapan telah berada di depannya. Mungkin karena perbedaan status, Lucia sama sekali tak bisa berkutik di hadapan Sebastian, bahkan langsung kalah dalam satu gerakan.

Hal itu membuatnya kesal bukan main, tetapi bukan pada orang lain, melainkan diri sendiri. Dia berpikir tentang betapa lemahnya dirinya, bahkan tak mampu untuk bertahan walau hanya 10 detik.

"Kau lulus," kata Sebastian.

"Ke–"

"Bawa ini ke resepsionis di depan. Sampai jumpa lagi," sela Sebastian pergi meninggalkan Lucia di ruangan.

Lucia hanya bisa menuruti kata-katanya, dan pergi ke meja resepsionis. Selepas mendapatkan apa yang ia inginkan, Lucia lekas pergi mencari sebuah dungeon. Bukan lagi untuk mencari uang, melainkan untuk tak pernah lagi kalah. Pada saat dikalahkan oleh Sebastian, sedikit ingatannya muncul.

Walau tak terlalu jelas, tetapi ia ingat bahwa ditikam dari belakang. Benar, Lucia kehilangan sebagian ingatan tentang dirinya. Ia tak tahu dari mana asalnya, jati dirinya, dan alasan ia dilahirkan ke dunia. Sedari awal ia sadar bahwa dirinya berada di tempat yang tak dikenal di pedalaman dengan monster di sekitarnya.

Dungeon Eren, sebuah dungeon untuk pemula sekaligus hunter rank f. Seorang hunter dikategorikan menjadi beberapa tingkatan, dari yang terlemah adalah F, E, D, C, B, A, S, SS, SSS. Selain itu, sebuah dungeon dikategorikan menjadi dua, dungeon tetap dan dungeon penyelesaian.

Dungeon tetap adalah dungeon yang akan tetap ada, sekalipun ia telah diselesaikan. Namun, jika tidak dibersihkan secara berkala, dungeon break tetap akan terjadi.

Sementara itu, dungeon penyelesaian adalah dungeon yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu dan akan menghilang setelah penguasa dibinasakan.

Banyak orang berdiri di depan gate, bahkan ada menjaga yang bersenjatakan lengkap menjaga pintu masuknya. Mereka memeriksa kartu identitas Lucia dengan saksama, dengan tujuan agar tak ada korban jiwa dan penduduk biasa yang masuk. Sikap mereka pun acuh tak acuh padanya, karena rank Lucia yang hanya F.

"Satu lagi orang bodoh yang mau bunuh diri," ujar salah seorang penjaga itu.

Lucia hanya tersenyum samar, lekas memasuki dungeon dengan percaya diri dan amarah. Ia sangat ingin naik level dengan cepat dan membuka semua kelas miliknya. Targetnya sederhana, membuka kelas blackmist untuk menempa dan menghasilkan cukup uang.