webnovel

22

Perlahan demi perlahan hubungan Zean, dan Bara kembali membaik kembali, setelah semua yang terjadi di dalam hubungan mereka.

"Bara," ujar Zean, yang tiduran di pangkuan Bara.

"Ada apa?"

"Aku punya kejutan buat kamu."

"Apa tuh," jawab Bara bahagia.

"Jadi gini, kepala sekolahku sudah mengeluarkan surat pindah sekolah, jadi bagaimana menurutmu?"

"Itu artinya kau akan sekolah lagi dong?"

"Yap, benar. Seratus buat kamu."

"Aku ikut bahagia kalau gitu, akhirnya kamu sekolah lagi," ujar Bara tersenyum.

"Satu lagi, aku bakalan pindah sekolah ke sekolahmu."

"Zean kamu serius," ekspresi wajah Bara menjadi datar.

"Iyap, apa aku sedang bercanda saat ini?"

"Mengapa kau harus pindah ke sekolahku?"

"Kenapa? Itu artinya kita bisa berdekatan dong, kau tidak suka?"

"Oh tentu, tentu aku suka," Bara tertawa memeluk tubuh Zean kuat, ia bahkan tidak mau melepaskan pelukannya.

"Tapi ingat, kau tidak boleh melakukan kesalahan yang sama seperti kau dulu di sekolahmu, kau juga tidak boleh memberi tahu siapa pun kalau aku adalah pacarmu. Bisa bisa kita nanti kenak keluarkan.

"Tenang, aku akan menjaganya, aku hanya akan berhubungan denganmu saja Bar."

***

Zean Pov.

"Bara bangunlah, hari ini kita harus ke sekolah bukan."

"Tapikan ini baru jam berapa," mengucek ngucek matanya.

"Setengah lima, aku harus berurusan dengan kepala sekolah lagi," cetus Zean yang sedang duduk di samping Bara.

"Ohh begitu, baiklah," dengan berat Bara bangun dari tidurnya.

"Kau sudah mandi," uajar Bara merenggangkan otot otot tangan.

"Belum mandilah deluan."

"Ia lah."

"Huwaah," Bara menguap di atas motor Zean.

"Kau masih mengantuk ya?"

"Tidak kok."

Beberapa menit kemudia Zean, dan Bara nyampai ke sekolah, ia turun di parkiran.

Bara kembali menguap menutup mulutnya.

"Sedikit, aku bangun terlalu cepat tadi."

"Maafkan aku ya Bar."

"Tidak masalah kok buatku, oh ia kau mau ke ruangan kepala sekolahkan, ya suda ayo sekalian aku antarkan."

"Kalau begitu aku deluan ya."

"Semangat," ujar Bara melihat Zean telah masuk ke dalam, ia sendiri pergi ke ke kals, melihat Angga yang sedang memberesi lokal, Bara masuk ke dalam sambil berkata.

"Tumben rajin amat, biasanya juga malas," cetus Bara menurunkan kursinya yang berada di atas meja.

"Gw, emang rajin selalu," menuruni kembali kursi.

Begitu pun dengan Bara yang ikut membantui Zean piket.

***

Zean Pov: diruangan kepala sekolah.

"Apa alasan kamu pindah sekolah?" Tanya kepsek mengintrogasi Zean.

"Karena orang tua saya pindah ke mari pak, makanya saya sendiri juga ikut pindah," cetus Zean.

"Tapi kalau kamu masuk ke Ips, kamu mau ga?"

"Mau mau saja pak, kebetulan saya di sekolah, saya yang lama juga jurusan ips," jelas Zean.

"Baiklah kamu masuk ke ips terakhir, kamu silahkan menunggu wali kamu, kebetulan ia nanti masuk di les pertama."

"Baik pak," tak sengaja Zean mengarah ke luar ruangan, ia melihat Bara, dan Angga sedang membuang sambah bersamaan, apa lagi Bara yang tertawa ketawa puas dengan Angga.

Rasanya ia ingin keluar menarik tangan Bara, tetapi saat ini Zean sedang berhadapan dengan kepala sekolah. Itu membuat dirinya harus meredamkan emosi buat sementara waktu.

"Sialan," dalam hati Zean.

Beberapa lama kemudian satu persatu guru pun mulai berdatangan, di susul sebagian siswa yang hampir memenuhi kelas yang sebelumnya kosong tadi.

"Ckk..."

"Mengapa aku jadi malas," ujarnya di samping wali kelas ia nanti, yaitu ibu Metha.

Zean terus terusan berada di samping ibu Metha, walau pun Zean merasa tidak nyaman karena pada hari itu ia adalah pusat perhatian orang orang yang ada di sekolah itu.

Pada hari itu aku benar benar seperti artis dadakan saja, mereka tak lepas mengalih pandangan ke yang lain, apakah aku seharus itu untuk di perhatikan, ujarku saat itu juga.

Sesampainya Zean di kelas.

Buk Metha menyuruhnya untuk berkenalan diri.

"Halo selamat pagi, nama saya Zean," ujar Zean memperkenalkan dirinya. Ia pun duduk di bangku 3 dekat dinding, sebagian cwek- cwek di kelas itu ada yang bertingkah sok imut, dan ada juga yang cari perhatian ke Zean, tetapi mereka semua di abaikan oleh Zean begitu saja.

"Ckkk sial, ini lebih buruk," dalam hati Zean yang duduk dingin.

"Zean kalau kamu butuh bantuan, kamu bisa bilang ke aku," ujar Nata tersenyum kepada Zean.

"Oke," jawab Zean dingin, ia mengalihkan matanya kembali ke depan.

"Baiklah anak anak, kita mulai saja pelajaran kita pada pagi hari ini," ujar buk Metha yang mulai mengambil spidol menjabarkan rumus rumus fisika di papan tulis.

"Aghh shit! Bisa ga sih ga usah belajar, aku juga baru masuk loh ini," keluh Zean yang tangannya ikut mencatat namun tetap saja Zean tidak ikhlas, dan ke banyakan mengekub di hatinya.

"Ini kalau sekelas sama Bara kyaknya seru juga deh," ujar Zean yang sedari tadi grasak grusuk di bangkunya.

"Zean, kamu kenapasih? Kok sepertinya tidak nyaman?" tanya Nata yang dari tadi melihati Zean, ia sendiri bingung dengan Zean.

"Ga papa kok, im oke," lanjut Zean kembali menyatat.

"Baiklah anak anak ibu akan menjelaskan, selanjutnya kalian yang akan menjabarkan sendiri."

"Baik buk," ujar murid serentak.

"Ini kalau 1+3 hasilnya bisa 5 ga ya?"

"Aku kekantin nanti sama siapa ya?"

"Kayaknya ayam geprek disini sisa kemarendeh," ujar Zean rendom dalam hatinya, sambil mencatat, Zean juga memasukkan kuku ibu jarinya menggigitnya kecil, sebagai media penghilang bosan.

Namun saat beralih ke pandangan, ia melihat Nata yang melihatinya.

"Kenapa?"

"Ga papa, kamu kyak aneh."

"Oh," jawab Zean menghindari percakapan lainnya.

"Baiklah anak anak ada yang ingin di tanyakan?" tanya buk Metha di saat ia selesai menjelaskan.

Seketika Zean mengangkat tangannya.

"Ia Zean di persilahkan," ujar Metha.

"Jadi begini buk, jika ke dua magnet saling bertemu, dan ke dua magnet itu di balikkan sebagaimana kutub selatan di dekatkan dengan selatan apakah yang akan terjadi dengan keduanya? Apakah hal ini mempunyai rumusan?" tanya Zean membuat para siswa, baik laki laki, mau lun perempuan tercegang.

Bagi mereka pertanyaan Zean ini seperti pertanyaan ilmuan, dan penemu jika di satukan.

"Baiklah pertanyaan bagus Zean ibu akan menjawab," Buk Metha menjelaskan secara terperinci ke pada Zean.

"Bagaimana? Apakah kamu mengerti?"

"Saya mengerti buk."

Karena jam pelajaran telah selesai, Metha pun memberesi bahan ajarnya, kalian boleh istirahat sekarang," ujar Metha yang juga meninggalkan kelas.

"Zean mau ke kantin barang ga?" Ajak Big.

"Boleh," Zean mengikuti Big, dan beberapa teman teman yang lainnya.

"Zean kalau di pikir pikir, kamu pintar juga ya."

"Pintar kenapa?"

"Aku hanya mengira, darimu yang tadi bertanya. Kalau aku sudah yakin kau

Namun karena ke padatan orang orang di kantin, ia kehilangan jejak Angga.

"Ckk, sial sekali aku kehilangan jejak orang itu."