Jarinya tanpa sadar memutari ujung gelas itu disaat matanya tertuju kepada buku itu kembali. Belajar, terus mempelajari dunia barunya. Semua tumpukan buku sebelumnya sudah berubah susunan, ia sudah membaca semua buku itu dan memahami sedikit bagaimana sejarah dunia itu, sejarah bela diri, sejarah sihir, sampai bagaimana sejarah Kekaisaran Iblis berdiri. Void menutup buku terakhirnya, buku versi terakhir sejarah Iblis. Buku itu ditulis 500 tahun yang lalu disaat perang antar Ras berakhir, sejarah dimana sang Kaisar Iblis menghabiskan semua kekuatannya untuk melindungi tanah Kekaisaran.
Tanah Kekaisaran berdiri di ujung timur, satu-satunya tanah yang dihuni oleh Iblis dan Ras Ajin. Tanah yang berdiri diantara tanah-tanah milik manusia, ras yang dianggap paling suci diantara seluruh Ras lain. Ras manusia adalah makhluk kesayangan Dewa, mereka diberi kecerdasan, kemampuan, hak melebihi makhluk lain. Berbeda dengan Ras lainnya terutama Ras Iblis yang tidak pernah diperhatikan oleh Dewa mana pun.
'Ras Iblis sama seperti Ras manusia, mereka memiliki kecerdasan, kemampuan apapun, juga hak. Tetapi, Ras Iblis tidak pernah dilihat oleh sang Dewa dan akhirnya berujung dengan men-cap Ras Iblis sebagai Ras terkutuk karena dianggap tidak pernah mau menyembah dewa. Ya, kalau dipikir pikir Ras Iblis tidak sepenuhnya salah, mereka tidak pernah dilihat oleh Dewa, diabaikan dan tidak dianggap … Aku mengerti perasaan itu.'
Void menghela nafas, meminum sampai habis air jeruk digelasnya. Ketika menaruhnya di meja kembali, Scintia dengan sigap menuangkan air jeruk dari teko ke gelas itu 'Ras Iblis bukan tidak mau menyembah dewa, tetapi mereka tidak tahu dewa mana yang harus mereka sembah. Haaaaah merepotkan sekali, hanya karena kesalahpahaman saja bisa sampai berperang. Tidak … Jika manusia tidak menganggap Ras Iblis seperti hama, mungkin tidak akan terjadi perang. Ya terserahlah, sejarah di tulis oleh pemenang. Bisa saja sejarah milik Ras manusia bisa berbeda.'
Void berdiri sambil mengambil gelasnya kemudian meminum sampai habis. Tatapannya teralih kepada Scintia, menatapnya dengan diam. Ia membuka kembali layar status milik Scintia, memeriksa statusnya meski tidak ada yang istimewa, ia bahkan tidak tahu kenapa ia melakukan itu. Mungkin rasa khawatirnya itu membuatnya tanpa sadar melakukan hal itu.
"Scintia, tolong bereskan semua ini. Aku akan kembali ke singgasana, setelah selesai tolong datanglah ke ruang singgasana."
"Baik paduka," Ucap Scintia kemudian membungkuk mematuhi perintah itu, ketika kembali menegakkan tubuhnya Void masih menatap dirinya "Apa ada hal lain paduka?"
Void menyipitkan matanya kemudian memalingkan wajahnya dengan canggung 'Apa tidak masalah memberinya perintah begitu?' Ucap batinnya, ia merasa tidak enak memberikan perintah kepada Scintia "Ti--tidak apa-apa."
"Kalau begitu Saya permisi."
Scintia mengambil teko diatas meja kemudian melangkah pergi. Tatapan Void mengekor Scintia sampai masuk ke sebuah ruangan, menatapnya dengan rasa bersalah. Ia tidak pernah memberi perintah, ketika melakukan itu membuat Void merasa tidak enak.
"Menjadi Kaisar Iblis merepotkan juga ya. Jadi, bagaimana cara memakai teleportasi?" Void membuka layar skill dan sihirnya, melihat deskripsi sihir teleportasi dengan harapan ia mendapat petunjuk bagaiman cara memakai sihir itu "Ah ini dia. Membayangkan dengan tepat ke tempat yang pernah di datangi, lalu pakai sihir. Hmm? Kedengarannya mudah."
Void memejamkan matanya, ia melakukan apa yang tertulis di deskripsi sihir itu.
"Teleport!"
Lingkaran sihir muncul dibawah kedua kakinya, Sekejap menghilang bersamaan dengan melesatnya lingkaran sihir sampai ke ujung kepalanya. Ketika matanya terbuka, ia melihat kursi singgasananya yang mengerikan.
"Baiklah … Apa yang harus kulakukan selanjutnya? Biasanya dalam game Aku akan menghabiskan waktu untuk grinding jika tidak menemukan jalan, tapi level ku sudah max dan status ku juga sudah tinggi, Aku juga mendapat beberapa skill dan sihir karena membaca buku. Tapi, itu belum cukup … Skill dan sihir ku belum cukup untuk mengalahkan pahlawan," Void menghela nafas berat, melangkahkan kakinya sampai kursi singgasana itu, duduk dan bersandar di kursi itu kemudian matanya terpejam.
Kekuatannya sebagai sang Kaisar sangatlah tinggi melebihi siapapun, ia sudah menjadikan para Jenderal Iblis untuk menjadikan perbandingan kekuatannya karena itu ia dapar berani meyakini itu. Meski Void merasa begitu, tapi di sisi lain ia juga merasa jika Kekuatannya saat ini masih belum cukup untuk melawan Sang Pahlawan 'Jika Aku melawannya saat ini … Mungkin diriku akan terbunuh dengan cepat.'
Merasakan seseorang muncul di dekatnya, mata Void terbuka dengan cepat. Terkejut, ia sampai menahan nafasnya begitu merasakan seseorang tiba-tiba berada disekitarnya.
"Paduka ini Saya."
Seorang pria dengan kepala burung hantu berlutut di depannya, menundukkan kepala memberi hormat kepadanya.
"Ah … Ink Owl ya?"
"Benar paduka, Saya menghadap Anda untuk melapor tentang masalah perbatasan."
Void mengerutkan keningnya, memasang wajah serius ketika mendengar itu. Masalah perbatasan Kekaisaran dengan Kerajaan Hertia, satu hal yang Void curigai menjadi masalah rusaknya hubungan manusia dengan Iblis.
"Jadi apa ada masalah?"
"Tidak paduka, semua berjalan lancar. Hanya saja Kerajaan meminta waktu untuk mengurus perbatasan, mereka berjanji akan menyelesaikannya dengan beberapa cara dan dimulai dengan cara termudah yaitu memperingati para petualang di kota terdekat untuk tidak masuk kedalam hutan. Lalu Kerajaan juga akan menempatkan pos di dekat mulut hutan, hanya itu yang bisa Saya laporkan saat ini paduka."
Void hanya terdiam mendengar informasi yang dibawa oleh penasihat Kekaisaran itu, mengerutkan keningnya menunjukkan raut bingung di wajahnya. Masalah. Di satu sisi ia merasa lega karena menurutnya masalah itu bukan menjadi titik permusuhan umat manusia dan Iblis, sikap baik dari Kerajaan Hertia membuat dirinya percaya dengan hal itu. Tetapi hal itu juga memberikan dirinya jalan buntu untuk mencari tahu masalah sebenarnya, seolah pemicu dimulainya cerita game Aester World itu menjadi sebuah misteri.
"Ah, Kerja bagus Ink Owl, Tenerbis juga. Dia tidak ada disini?"
"Tuan Tenerbis kembali bekerja. Sebelum pergi Saya memberi sedikit saran untuk menambah jadwal patroli di sekitar perbatasan di hutan sanktas, mungkin saat ini beliau sedang melakukannya."
"Begitukah? Ya itu saran yang bagus. Aku berharap masalah perbatasan ini tidak menjadi panjang, tapi Aku tidak ingin Tenerbis lengah dan marah jika ada petualang yang mencoba masuk kedalam perbatasan lagi, bisakah Kau beritahu itu nanti?"
Void mengenal karakter Tenerbis dengan baik, meskipun Tenerbis adalah karakter jahat dalam game. Hanya pernah bertemu dengan pahlawan beberapa kali, awalnya dia bersikap sangat tenang tetapi saat berdialog di tengah pertarungan, sebenarnya Tenerbis menahan semua amarahnya sejak kematian Ayahnya di medan pertempuran.
"Anda tidak perlu khawatir. Tuan Tenerbis ahli strategi yang cerdas, dia pasti tidak akan terpancing emosinya karena masalah ini."
"Y-ya semoga saja begitu," Void berbicara dengan setengah harapan, ia tidak yakin karena sudah tahu nasib Tenerbis.
Ia tidak memiliki petunjuk lagi bagaimana konflik itu bisa terjadi, ia merasa tidak ada yang salah dengan Kekaisaran Iblis. Semuanya semakin terasa aneh, dan semakin terasa menjadi sedikit buruk. Untuk mencegah hal itu, Void kembali bergerak.
"Ink Owl, hari ini aku akan berkeliling kota."
"Bersama dengan Scintia?"
"Eh?" Void memalingkan lirikan natanya, ia baru ingat jika Scintia pelayan pribadinya yang akan kemanapun mengikuti dirinya 'Ah aku juga perlu pemandu sih, tapi Scintia … ya terserahlah, aku juga terpaksa melakukan ini,' Ucap batinnya, ia mau tidak mau harus pergi dengan Scintia.
"Ya, Aku akan bersamanya."
"Begitu, baiklah paduka. Kalau begitu jika ada sesuatu akan Saya langsung sampaikan kepada Anda."
"Ya, terima kasih Ink Owl."
"Kalau begitu Saya pamit, paduka. Saya akan kembali ke meja kerja Saya dan memeriksa pekerjaan Saya."
Void menganggukkan kepala dan Ink Owl langsung berteleportasi, secara bersamaan Scintia juga datang ke samping kursi singgasana dengan teleportasi.
To be continue