webnovel

Langit dan Bumi: First love never die

Volume satu sudah TAMAT sampai bab 24 saja GRATIS!!! Langit adalah pemuda impian setiap gadis remaja masa kini. Tampan, orangtuanya yang berada, senyumannya yang mempesona, dan tingkahnya yang bisa dibilang baik, siapa tak tahu Langit ? sementara Bumi dengan kehidupan ekonomi keluarga yang sulit, kedua orangtuanya pun memutuskan menjadi tenaga kerja di luar negeri dan meninggalkan Bumi bersama kedua adiknya yang lain dengan situasi yang sulit..

Ayun_8947 · Adolescente
Classificações insuficientes
276 Chs

Datang dan pergi

***datang dan pergi

"Selalu saja sesuka mu!

Kau fikir kau siapa? Datang seenaknya menghilang pun begitu? Apa kau tak tahu aku mengkhawatirkanmu? Aku merindukan mu, aku juga tahu itu pasti kau!", gumam Bumi yang berceloteh sepanjang jalan menuju kelas,

Bumi menghentakkan kursinya, ia melempar badannya dengan kuat, sampai kaki kursi bergetar,

Mukanya kusut, wajahnya murung, matanya sedikit berkaca-kaca, detak jantungnya pun tak berirama, "huh…" sabar sabar Bumi, ucapnya mengelus dada

"Hei, kau tak salah? Meninggalkan aku begitu saja dan kembali kekelas seorang diri? Keterlaluan!" gerutu Rolita yang nampak kesal dengan bibir yang tak kalah tebal

Bumi tersentak, ia melongo mendapati wajah Rolita dan sadar jika ia telah melupakan Rolita sahabatnya itu, "Omg, sorry gu.. Gua minta maaf!" bumi menunjukkan kedua jarinya yang bertanda mengajak damai.

Rolita membalik badan ia membelakangi Bumi, juga wajahnya dilempar menghadap jendela kaca, ia sibuk mengeluarkan pouch make up nya,

Bumi menggigit bibir bawahnya, ia bingung bagaimana mengolok Rolita yang marah, Bumi mencoba mendekat menghadap punggung Rolita, "Sorry banget, tadi gua ada sedikit masalah!" ucap Bumi dengan nada lirih dan memelas.

Rolita seakan enggan mendengar keluh kesah sahabatnya, ia menghentakan kuas make up nya keras-keras ke pipi dan wajahnya,

"Sebentar!! Coba gua lihat" Bumi meraih pundak Rolita dengan jemarinya, menelisik wajah Rolita, dan ia tersenyum geli mendapati pipi Rolita yang menor.

"hmm.." Rolita tetap menghentakan kuas make up nya lagi dan lagi,

"kayaknya sekarang lue kayak ondel-ondel deh" Bumi yang benar-benar tak bisa menahan tawanya, ia pun terbahak-bahak menunjuk wajah Rolita.

Dahi Rolita mengerut, ia semakin kesal, ia berdiri dan meraih kaca besar di laci teman sebelahnya, Rolita kaget sekaget-kagetnya ketika menemui wajahnya yang terlalu merah mengenakan blash on,

"OMG.. Ihh" respon Rolita menanggapi riasannya, ia membuang kaca dan segera meraih beberapa lembar tissue basah di dalam tas nya.

"sini gua bantu," tawar Bumi dengan segera meraih tissue basah ditangan Rolita.

Rolita merelakan wajahnya diusap halus oleh Bumi, ia hanya memejamkan matanya dan membantu dengan sebelah tangannya, "Gara-gara loe sih!" gerutu Rolita yang tetap protes

Bumi hanya menahan tawanya, ia takut jika Rolita semakin ngambek, "iya maaf ya sayang, gua tadi nerima telpon penting maaf banget, jadi gua lupa, maaf ya" pinta Bumi dengan tulus dan memberikan alasan yang mungkin bisa diterima Rolita.

Terdengar dari nada bicara yang halus juga tempo yang pelan itu menandakan Bumi benar-benar menghormati dan juga tulus kepada Rolita,

Rolita dengan setengah hati menganggukkan kepalanya, dan ia kembali mengeluarkan pouch make upnya, mula ia mengenakan lipstint untuk bibirnya yang sedikit hitam, walau dia tampil anggun dan cantik seorang Rolita ternyata memiliki sisi lain, dimana ia menyukai rokok, ia tak bisa lepas dari rokok baginya rokok adalah sesuatu yang wajib walau sehari hanya satu batang.

Ia pernah diusir dari rumah dimana ia dipaksa keras berhenti merokok, ayahnya seorang yang taat, ayahnya sangat kecewa dengan sikap Rolita, tapi yah mau bagaimana lagi Rolita benar-benar belum bisa tanpa rokok.

"Jadi ortu loe ga tahu kalo loe masih ngisep?" telisik Bumi dengan mata tajam memandang Rolita

Rolita menggelengkan kepalanya dengan tetap menggaris alis dengan pensil alis coklatnya, ia tak banyak berbicara dan juga berkata seadanya seakan ia ingin mempercepat topik yang tak nyaman untuknya, "oh yah lanjut, tadi loe nerima telpon siapa?" tanya Rolita yang membalik kepo,

"hmm bukan siapa-siapa hehe" Bumi yang mendadak salting dengan rauh wajah anehnya.

Rolita menoreh senyuman Bumi yang beda, ia tahu jika Bumi tersenyum lepas atau bohong, "ah loe gitu, gak mau curhat ke gua!" ujar Rolita mencoba mengorek-orek

"ih apaan sih, emang bukan apa-apa" bela Bumi yang mencoba meraih kepercayaan Rolita kembali.

Rolita kembali memberi cibiran dengan bibir tebalnya, ia mengeryitkan separuh bibirnya dan juga menjulurkan lidahnya kepada Bumi.

Sontak saja Bumi mendaratkan cubitan kecil dan pedas di pinggang Rolita sehingga membuat Rolita menjerit sakit, menyerah dan minta ampun.

"Rasain yah!!" ujar Bumi yang sembari menghujani Rolita kelitikan sepuluh jari.

"Hahah.."

Rolita benar-benar lepas kontrol, ia tertawa terbahak-bahak sampai air mata keluar dari ujung pelupuk matanya, "ampun Bumi!!" pintanya yang memohon agar Bumi menghentikan kelitikannya.

"oke!Tapi janji loe gak akan ngejek gue lagi! Apalagi kayak tadi" pinta Bumi mengancam,

Rolita tampak lemas lunglai dan mengangguk iya, iya berjanji tidak akan mencibir dan memberi juluran lidah pada Bumi lagi, "iya, gua nyerah!" tampak Rolita benar-benar menyerah, dengan mengangkat kedua tangannya.

"Hentikan ini bukan taman kanak-kanak!" suara berat dan besar menyentak

Rolita dan Bumi yang asik bercanda gurau terkejut, dan mereka spontan diam, menoreh si pembicara itu.

Mata Rolita menatap jutek dan tajam, kearah senior yang menyebalkan itu, "ingin sekali rasanya aku meninju mu dari belakang saat ini!" ucap Rolita yang mengangkat tinju kanannya dibalik badan.

Bumi hanya diam dan tak bergeming, dia enggan menatap senior itu, Bumi membatasi dirinya, dan ia memilih menundukan pandangannya, "sudahlah!" ucap Bumi menyabarkan Rolita yang terlihat tersulut emosi.

"apa kau tak tersinggung, kalau kita dibilang kanak-kanak?" timpal Rolita yang kesal dengan wajah yang memerah.

"kenapa? Kau tak terima?" jawab senior itu yang menghentikan langkahnya dan mendekat ke hadapan wajah Rolita yang penuh amarah.

Tangan Rolita dingin, dipandang dan dihampiri wajah senior yang sedekat itu, hanya berjarak beberapa senti meter, hidung senior itu begitu panjang juga matanya yang tajam menatap ke arah bola mata Rolita.

Rolita mematung, tangannya dingin dan meraih tangan Bumi segera, Bumi mendapati tangan Rolita dan memandang Rolita yang seperti patung.

Riasan yang belum selesai membuat wajah Rolita semakin pucat ditambah dengan ketegangannya saat ini,

"Jawab!!" hentak senior itu dengan tegas dan lugas

Mata Rolita terpejam mendengar hentakan itu, dan bibir Rolita berat mengeluarkan kata, ia hanya mencengkram erat pegangan tangan Bumi.

Bumi melerai, dan mencoba berdiri, "tidak kak. Kami minta maaf" ujar Bumi menengahi,

Senior itu hanya memberi tatapan sinis kepada keduanya, sementara Rolita masih mematung ia syok melihat wajah tampan seniornya sedekat itu.

Senior itu menarik diri, ia selangkah mundur menjauhi Rolita, ia tahu anak ini sedanga tegang, dan ia membalik badan punggungnya menjauhi Rolita dan Bumi.

Tatapan penuh arti ia berikan pada keduanya, tak serupa dengan Bumi, Bumi hanya membiarkan senior itu berlalu dan menjauh.

Bumi membungkukkan diri. Merendah meraih pouch make up milik Rolita yang terjatuh, juga beberapa kuas dan lipstik yang bercecer,

Rolita tersentak duduk, dan masih mencoba mengatur nafas nya, ia menarik nafas panjang dan dalam serta berusaha membuat dirinya rileks kembali.

"kau oke?" tanya Bumi, yang mengembalikan pouch milik Rolita, Bumi melambaikan tangannya pada Rolita dan kembali ke tempat duduknya,

Rolita mengangguk dengan pasrah, "hmm, baiklah" ujar Rolita yang harus rela Bumi pergi.

Bye..