Kemarahan Amira membuat Barata dan Narendra tidak bisa berkata apa- apa lagi, seolah mulut mereka terkunci pada kenyataan, kebenaran pahit yang Amira beberkan di depan mata mereka.
Asha pun tidak bisa membela putranya, karena sebagai sesama wanita, ia dapat mengerti neraka seperti apa yang Amira harus rasakan setiap harinya saat ia harus berhadapan dengan Liam.
Tapi, tidak ada seorangpun yang akan menghakimi Liam, atau menyalahkannya atas semua kekacauan ini, karena biar bagaimanapun juga, darah dari keluarga Prihadi mengalir dalam nadinya dan dialah satu- satunya penerus garis keluarga Prihadi karena Amira tidak bisa mengandung dan memberikan keturunan.
Satu alasan fatal itulah yang memaksa Amira harus menelan pil pahit membesarkan anak haram suaminya.
Dan karena alasan itu pula, keributan hari ini terjadi dan pernikahan yang telah direncanakan sejak lima belas tahun lamanya bisa terjadi.
Tapi, apakah ini adil bagi Liam? Liam pun merupakan korban dari situasi pelik dan dosa di masa lalu…
Asha menatap cucu satu- satunya tersebut dengan tatapan penuh penyesalan. Bagaimana mungkin Liam yang terlihat hampir sempurna ini, harus menikahi seorang gadis buta?
Bahkan Asha sebagai neneknya harus mengakui bahwa Liam mewarisi bakat bisnis keluarga dan dari tangan dinginnya juga lah bisnis keluarga Prihadi berkembang jauh lebih pesat di tiga tahun terakhir ini, di bawah kepemimpinan Liam.
"Liam…" Asha mendekati Liam yang sejak tadi tidak mengeluarkan pendapat apapun, diam dan mengamati keluarga Prihadi berseteru dan membongkar luka lama. "Bagaimana menurutmu?" Bisik Asha pada cucu kesayangannya ini.
"Nenek tidak perlu khawatir." Liam mengusap lembut lengan neneknya.
Satu- satunya orang di keluarga Prihadi yang benar- benar mendapatkan rasa hormat Liam hanyalah nenek Asha, sementara Barata dan Narendra hanya menerimanya karena ia dapat memproduksi keturunan keluarga Prihadi lebih banyak lagi.
Liam selalu merasa sarkastik pada fakta dari cemoohannya sendiri tersebut.
Ya, mereka hanya menerima Liam, karena mereka membutuhkannya untuk meneruskan kerajaan bisnis keluarga dan meneruskan keturunan mereka.
Ironis memang…
"Kalau kamu tidak setuju, nenek akan berada di pihakmu." Ucap Asha tegas.
Pernikahan bukanlah hal yang dapat dibicarakan sambil lalu, mereka akan terikat sehidup semati. Apakah Liam akan baik- baik saja?
Liam tersenyum. Hanya kepada nenek Asha lah Liam akan bersikap lembut dan tersenyum dengan tulus. "Jangan khawatir nek." Ia mengusap pundak Asha perlahan sebelum melangkah maju untuk menghentikan pertengkaran diantara Amira dan Narendra yang sepertinya tidak akan kunjung berhenti.
"Amira, aku mengerti perasaanmu! Tapi coba mengerti juga dengan posisi keluarga kita. Kalau kamu memang mau mengambil menantu dari keluarga itu, ambil saja anak perempuan yang satunya, yang tidak buta!" Narendra berkata, separuh memohon, separuh frustrasi. Istrinya kali ini benar- benar sudah gila.
"Tidak!" Tolak Amira dengan tegas, ia bahkan terlihat lebih bertekad daripada sebelumnya. "Aku menginginkan gadis buta itu yang menjadi menantuku! Dan aku tidak ingin berkompromi!" Jerit Amira dengan emosi.
Liam memiringkan kepalanya, berpikir sesaat mengenai ibu tirinya tersebut.
Perlu diakui, Amira memang sangat licik dan sabar dalam menunggu saat yang tepat untuk melancarkan rencana vitalnya. Tapi, ia terlalu impulsif, dan itulah yang akan dimanfaatkan Liam.
"Aku akan menikahinya." Ucap Liam tiba- tiba.
Kata- kata Liam ini sontak membuat Amira berhenti mengeluarkan rentetan amarahnya pada Narendra dan seketika terdiam, bukan hanya dia, tapi Barata dan Narendra pun menatap Liam dengan tidak percaya, sementara nenek Asha menarik- narik lengan baju Liam untuk menghentikan cucunya.
"Liam, kamu tidak perlu seperti ini…" Narendra melangkah maju dan akan berbicara pada putranya, namun tidak di gubris sama sekali.
"Aku akan memenuhi janji ku lima belas tahun lalu, tapi dengan satu syarat." Liam berkata dengan tenang.
Amira menaikkan dagunya dengan angkuh ketika ia mendengarnya. "Kamu tidak dalam posisi untuk mengajukan syarat apapun padaku." Ucapnya sinis.
"Kalau begitu aku menolak menantu pilihan 'ibu'." Liam sengaja menekan kata 'ibu' untuk melihat guratan kekesalan di wajah Amira. Liam seolah memiliki hobi tersendiri dalam hal ini.
"Kamu ingin mundur dari perjanjian yang telah kamu buat lima belas tahun lalu? Lelaki macam apa kamu!?" Amira menghardik Liam.
"Lelaki dari keluarga Prihadi." Jawab Liam dengan sorot mata yang tidak bisa dijelaskan, entah apa maksud Liam dengan menjawab seperti itu, tapi dari kata- kata yang ia pilih, sepertinya ia hanya memandang sebelah mata 'lelaki dari keluarga Prihadi' karena dengan mudah mengingkari janji mereka.
Sama seperti Narendra yang menyelingkuhi Amira.
Dan Barata yang…
Tidak ada dari merek yang menepati janjinya.
"Kamu!!!" Emosi Amira sampai kepuncak kepalanya dan membuat wajahnya merah padam. Melihat ekspressi santai Liam, Amira tahu pemuda tidak tahu diri ini tidak akan bergeming, terlebih lagi baik Narendra, Barata ataupun Asha, tidak akan ada satupun dari mereka yang akan berdiri membelanya.
Setelah melihat situasinya, Amira kemudian sedikit menurunkan egonya. "Katakan! Apa syaratmu!" Nada bicara Amira sangatlah tajam.
"Aku menginginkan kepemilikan saham dua puluh persen dari tiga puluh lima persen saham yang ibu miliki di keluarga Prihadi." Jawab Liam dengan lugas.
Syarat yang diajukan Liam ini membuat mereka terkejut, bahkan Amira sekalipun tidak berpikir Liam akan mengajukan syarat seperti ini.
"Anak kurang ajar!!!" Hardik Amira dengan penuh emosi, ia bergerak maju dan berniat untuk menampar wajah Liam yang tampan, namun Narendra bergerak lebih cepat dan menahannya. "Lepaskan aku! Lepaskan aku!" Teriak Amira seperti orang gila.
Melihat ini, Liam berdiri tidak bergeming, ia menertawakan reaksi Amira dalam hati.
Sebetulnya saham tiga puluh lima persen yang Amira miliki saat ini dan menjadikannya sebagai pemilik saham terbanyak di perusahaan prihadi, merupakan bentuk permohonan maaf dari Narendra kepadanya dan juga sebagai bujukan agar Amira mau menerima Liam.
Dengan saham tiga puluh satu persen yang Liam miliki saat ini, mendapatkan dua puluh persen saham dari Amira akan menjadikannya pemegang saham terbesar di perusahaan Prihadi dan secara tidak langsung Amira tidak akan bisa lagi seenaknya saja bermain- main dengan urusan bisnis seperti yang selama ini ia lakukan dan hanya menyusahkan Liam saja.
Amira terus menyerapah dan mengumpat, kata- kata yang ia gunakan sangatlah tidak pantas di pakai oleh seseorang dengan status seperti Amira.
Bahkan nenek Asha sampai mengelus dada saat mendengar kata- kata vulgar dari bibir Amira tersebut.
"Aku tidak meminta semua saham yang Ibu miliki, aku hanya menginginkan dua puluh persen dari itu dan aku akan setuju dengan pernikahan ini." Jawab Liam setelah Amira lelah meronta dan berteriak.
Nafas perempuan paruh baya itu menderu dan matanya seolah ingin mengatakan ia siap untuk membunuh Liam kapan saja.
"Baiklah!" Kata Amira pada akhirnya. "Aku akan memberikanmu saham dua puluh persen itu setalah kamu menikahi Naraya!"
"Deal." Ucap Liam singkat, kemudian melangkah pergi dari ruang kerja tersebut dengan santai.
Permainan ini baru saja dimulai. Batin Liam.