webnovel

Laki-laki Di Akademi Roh Perempuan

Di akhir musim semi, untuk alasan yang tidak jelas tunangannya pergi meninggalkannya. Lalu di akhir musim gugur, Elkanah mendapat informasi tidak pasti tentang keberadaan tunangannya tersebut. Itu adalah Akademi Roh Emerald. Tempat di mana para gadis yang melakukan kontrak dengan Roh menerima pendidikan mereka. Secara kebetulan, Elkanah juga merupakan sedikit dari laki-laki yang mampu melakukan kontrak dengan Roh. Pada normalnya hanya perempuan yang bisa melakukan itu. Agar mereka bisa bertemu kembali, tunangannya memberi persyaratan dengan perantara seseorang. Namun persyaratan itu diberikan perlahan. Untuk yang pertama, dia diminta untuk bergabung dengan kelompok tertentu di akademi itu dan menjalani pertarungan mendebarkan bersama anggotanya. Demikian bermulalah kisah komedi-romansa satu dari sedikit Kontraktor Roh laki-laki di dunia agar dapat bertemu kembali dengan tunangannya. Apakah Elkanah akan mencapai tujuannya? Atau malah terpikat gadis lain dan melupakan tujuannya?

Zikake · Fantasia
Classificações insuficientes
42 Chs

Cuma Jalan-jalan Di Distrik Hiburan Bersama ....

Dengan tas berisi barang-barang Reva di tangan, aku menyusuri jalanan yang masih agak sepi karena baru jam enam pagi.

Di belakangku, Reva berjalan santai sambil menyilangkan tangannya di depan dada karena sedang tidak membawa apa-apa.

Hari ini adalah minggu. Dengan kata lain, Reva akan kembali ke kamarnya yang ada di Asrama Kelas Dua Lion.

Cukup menyedihkan, kami mungkin akan jarang bertemu, atau bahkan tidak akan bisa lagi. Alasannya, ia tidak ada urusan hingga repot-repot datang ke gedung akademi. Ia hanya akan beraktivitas dengan normal di kamarnya.

Pada hari ini, kami akan pergi jalan-jalan. Cuma jalan-jalan, kok. Bukan kencan atau semacamnya. Namun sebelum bersiap-siap untuk itu, aku membantunya membawakan barang-barangnya kembali ke asrama.

"Nanti … ke mana kita akan pergi? Mal?"

"Soal apa? Ajakanku kemarin? Entahlah, aku tidak berpengalaman dengan itu. Menurutmu sendiri … bagusnya ke mana?"

Hmm, kalau ditanya seperti itu …. Yah, agak susah untuk menentukannya. Ada tempat yang kupikir cocok untuk itu, tetapi aku tak yakin ia akan menerimanya.

"Bagaimana kalau ke Distrik Hiburan? Di sana ada taman hiburan, bukan? Aku juga belum pernah pergi ke sana …."

Saat aku berbalik, aku menemukan Reva yang menunjukkan raut wajah bersemangat serta berbinar-binar.

Eh? Apa ini? Apa ia kerasukan sesuatu? Atau mungkin, aku berbicara dengan orang lain sementara Reva tertinggal jauh di belakang.

"… E-Ehem, b-baiklah. Mau bagaimana lagi kalau kauingin ke sana. M-Mari ubah jadwal dan tempat pertemuannya. Kita akan pergi jam pada sembilan setengah di bawah menara jam Distrik Hiburan."

Ia berdehem dengan wajah yang memerah saat berkata demikian. Agak aneh, sih, tetapi biarlah. Mungkin secara perlahan aku menemukan sifat asli Reva.

***

Usai mengantar barang-barang milik Reva ke asrama, aku segera kembali dan bersiap-siap. Yah, tidak ada salahnya datang lebih cepat.

Pakaianku adalah jaket jin biru tua. Di baliknya, terdapat kaos putih bercorak harimau hitam. Untuk celana, seperti jaketnya—jin biru tua.

"Mau ke mana kau? Rapi-rapi begitu …."

Sambil memainkan gim FPS di komputernya, Freya bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari sana.

"Yah, cuman pergi ke Distrik Hiburan saja. Mungkin aku akan pulang sore hari, jadi jika ingin memasak cukup untukmu saja, aku tidak perlu."

"Ah, begitu? Kencan dengan Revalia, ya? Baiklah. Hati-hati di jalan~ Oh, ya. Sedikit peringatan, jangan mencoba-coba untuk mengurangi kemampuan Kontraktor-nya. Dia masih diperlukan oleh organisasi."

"Aku tidak akan melakukan itu …."

Setelah menjawabnya dengan mata yang menyipit, aku memutar gagang pintu dan pergi keluar.

***

Sampai jam sembilan tiba, aku berjalan-jalan di Distrik Perbelanjaan. Cuma untuk lihat-lihat sambil menghabiskan waktu, tidak ada alasan tertentu.

Tiba jam sembilan, aku pergi ke tempat bertemu kami. Dari kejauhan, aku sudah dapat melihat Reva berdiri di sana.

Pakaian yang dikenakan oleh Ravelia adalah gaun kuning polos berlengan pendek yang panjang bawahnya sampai menutupi lutut. Sebagai pelengkap, blazer berwarna putih menutupi bahu dan bagian di atas pinggangnya.

Apa aku terlambat? Tetapi tunggu, bukankah ia bilang jam sembilan setengah? Bukan kebalikannya?

"Maaf, apa aku terlambat?"

"Hmm? Tidak juga. Kaudatang sedikit lebih cepat dari janji. Aku di sini hanya karena tidak sengaja datang ke sini satu jam lebih awal."

Tidak sengaja …. Bilang saja kalau ia terlalu bersemangat hingga tanpa sengaja datang ke sini lebih cepat.

"Karena kita berdua sudah ada di sini … bagaimana kalau langsung saja? Oh ya, sebelum itu, mari pergi ke tempat makan. Kamu juga tadi belum makan, 'kan?"

Beberapa saat setelah aku selesai berkata demikian, sesuatu berbunyi. Wajah Reva kemudian memerah. Ia lalu mengangguk dalam diam.

"Baiklah. Mari pergi …."

"… Ya."

Saat aku mengulurkan tangan, Reva meraihnya dengan wajah yang menunduk. Kami lalu pergi ke tempat makan terdekat yang ada di sekitar sini.

Mengikuti apa yang diminta oleh Reva, aku dan dirinya pun sampai ke salah satu tempat makan yang ada di Distrik Hiburan ini.

Aku memesan yang paling murah, sementara Revalia memesan semua yang ia pikir enak. Dan yah, meja kami jadi dipenuhi oleh pesanannya itu saking banyaknya.

Sekarang, aku tahu satu hal tentang Reva. Tuan Putri dari Kerajaan Dafesilo ini akan makan banyak jika rasanya memang di atas rata-rata atau porsinya dapat ditambah.

Kuharap, ia tidak memberikan bayarannya padaku …. Yah, beginilah aku. Laki-laki yang tak punya banyak uang. Entah kenapa semenjak masuk akademi ini aku jadi hemat uang.

"… Twenang … swhaja …. Akwuh … bauyar sengdi…rih."

Tidak usah berbicara sambil makan, Reva. Namun yah, baguslah kalau ia mau membayar makanannya sendiri. Dompetku tidak perlu menangis.

Usai makan dan membayarnya, kami pun melanjutkan apa yang menjadi tujuan kami berada di sini.

***

Entah itu laki-laki, perempuan, muda, atau tua, semua kalangan dari mereka berjalan-jalan di jalanan distrik ini.

Berbeda dengan Distrik Akademi ataupun Asrama yang hampir semuanya gadis muda dan cuma ada sedikit pria atau wanita tua, di sini, semua kalangan dapat ditemukan.

Mereka berjalan penuh gembira—tidak semuanya, sih—dan terlihat sibuk dengan urusan masing-masing.

Di Distrik Akademi atau Asrama, aku cukup menjadi pusat perhatian karena hampir tidak ada laki-laki seumuran di sana. Tidak ada hari di mana aku melewati beberapa orang dan mendengar bisikan yang mereka arahkan kepadaku.

Saat ini, aku dan Ravelia berdiri di depan peta distrik yang menunjukkan tempat apa saja yang ada di sini.

"Jadi ke mana kita pergi? Taman hiburan ada cukup banyak di sini, jadi pilihlah salah satu yang ada di peta ini."

"Emm, yang ini …. Tidak, tidak! Ini saja. Karena yang satu ini kelihatannya ada lebih banyak permainan …. Ehem, lupakan."

Meski cukup samar-samar karena kebisingan di sekitar dan kesengajaannya, aku masih bisa mendengar alasan Reva menunjuk tempat itu.

"Kalau kamu sudah menentukan tempat itu, baiklah. Kita ada di sebelah sini, jadi … cukup berjalan ke sebelah kiri kemudian …."

Karena sudah ditentukan, aku pun mulai menghafali peta yang ada di hadapanku ini agar nanti tidak repot untuk bertanya-tanya ke orang sekitar.

Setelahnya, kami pun pergi ke tempat tujuan. Yah, tidak perlu jalan kaki. Ada delman di sini yang bisa dipesan untuk mengantar kami ke sana.

Sia-sia rasanya aku menghafal wajah pengemudi delman– Ah, maksudku peta menuju ke taman hiburan yang ditunjuk Reva. Karena jika mengatakan tujuan ke pengemudi delman, ia akan mengantar kami ke sana meski kami sendiri tidak tahu arahnya.

Entah kenapa, aku sedikit tidak suka dengan ekspresi wajah pengemudi delman. Yah, senyumnya seperti menunjukkan kelicikan. Namun, wajah bukanlah penentu untuk sifat seseorang.

"Terima kasih karena telah membawa kami, Paman."

"Tidak masalah, tidak masalah. Karena ini sepertinya pertama kalinya bagi kalian ke sini, kubiarkan gratis untuk kali ini. Sampai jumpa."

"Eh? Tapi …."

"Sudah, sudah. Kubilang juga tidak perlu."

Meski aku bersikeras untuk membayarnya, ia tetap menolaknya.

Dengan demikian, aku menyerah untuk membayar dan menerima kebaikannya dengan banyak ucapan terima kasih. Sekarang, pria itu pergi, mencari orang lain yang memerlukan tumpangan.

Reva cuma diam. Meski diam, matanya yang berbinar menunjukkan bahwa ia hanya terkagum dengan taman hiburan ini.

Ekspresi yang sangat langka bagiku ditunjukkan olehnya. Hal ini jelas perlu diabadikan. Jadi aku mengambil ponselku secara diam-diam dan memotret wajahnya.

"...…. A-Apa yang kaulakukan tadi!?"

Ia agak lambat untuk beraksi. Wajahnya memerah saat meneriakkan itu. Ah~ Ekspresi yang langka lagi. Mari potret lagi.

"He-Hentikan! Ja-Jangan memotretku!"

Ah~ Manisnya~ Jarang-jarang melihat pemandangan seperti ini …. Yah, ini akan kusimpan bahkan hingga menikah nanti. Cuma sebagai kenangan. Bukan macam-macam ….

Meski Reva berteriak sambil mengguncang-guncangku, hanya sedikit orang yang memperhatikan kami. Mereka mungkin menganggapku dan Tuan Putri Kerajaan Dafesilo ini sebagai pasangan baru.

"Ah, sudahlah. Bahuku agak sakit kaupukul-pukul seperti itu."

"Tidak akan! Sampai kau menghapusnya!"

Kalau begitu, aku terpaksa mengorbankan bahuku untuk mati rasa. Yah, hari ini … aku rasa akan menyenangkan.