Leo memegang pedang yang diberikan sang Ratu, ia melirik Renee yang juga memegang pedang yang lebih pendek dan ramping darinya.
"Ada apa?"
"Tidak, hanya sedang memikirkan beberapa hal."
Leo menggelengkan kepalanya dengan pelan, Dylan datang dengan pedang di pinggangnya bersama Arthur, laki-laki itu memegang tombak dengan canggung.
Bella datang dengan kantung yang tersampir di pinggangnya, Ivana adalah satu-satunya orang yang terlihat tidak memiliki senjata apa pun di tubuhnya.
"Apa kau akan baik-baik saja?"
"Aku masih memiliki setengah dari kekuatan monster milikku." Ivana tersenyum tipis, keluatan jingga memang menghapus semua jejak monster yang ada di tubuh semua orang, tapi tidak dengan dirinya.
Ia masih memilikinya dan mungkin untuk menghilangkannya ia harus terkena cahaya jingga sekali lagi. Tapi jika itu terjadi, ia tidak tahu apakah ia masih bisa berdiri tegak atau tidak.
Kegelapan semakin merangkak naik, membuat langit yang telah menghitam semakin pekat, Angin berhembus dengan pelan membawa hawa dingin yang menggetarkan jiwa, suara burung hantu yang mengawasi dari atas pepohonan bersahut-sahutan, seakan-akan tengah membicarakan orang-orang yang sekarang berdiri di dalam gelap tanpa melakukan apa pun.
"Semuanya sudah siap?"
Bella yang pertama mengangguk dengan seringai di wajahnya, Renee menghela napas panjang.
"Ya, kami semua siap." Dylan melangkah maju ke samping Leo, mereka tidak menggunakan lentera dan harus melihat dalam kegelapan sebaik mungkin. "Ayo kita bergerak."
Leo dan Dylan berjalan di depan, mereka tidak bisa menggunakan kuda atau sejenisnya, terlalu menarik perhatian. Bagaimana pun saat ini mereka sedang mengerjakan misi rahasia yang tidak boleh diketahui siapa pun.
Renee berjalan di belakang Leo bersama dengan Ivana yang diam membisu, di belakang, Arthur berjalan bersama Bella yang tidak berhenti mendengkus.
Mungkin Bella memiliki sedikit dendam pribadi dengan Arthur.
Ah, tidak. Lebih tepatnya Bella sebenarnya membenci laki-laki yang ia temui.
Perjalanan dari Mansion keluarga Emmanuel ke Mansion keluarga Fern cukup jauh, mereka harus menempuh jarak tiga jam dengan jalan kaki hingga akhirnya tiba di reruntuhan.
Ivana menarik napas dalam-dalam, ia melirik Renee di sampingnya.
"Apa kau tidak merasa … takut?"
Renee yang tiba-tiba diajak bicara oleh Ivana tertegun, ia menoleh ke arah wanita itu. Wajahnya tidak terlihat jelas karena mereka berada dalam gelap.
"Aku tidak takut." Renee menyahut dengan suara tegas, ia tahu mungkin pengalamannya di medan perang tanpa cahaya jingga adalah nol besar, tapi ia memiliki keyakinan yang kuat.
"Selama aku masih bisa mengayunkan pedang, aku akan melakukannya."
"Kau percaya diri seperti biasa."
Ivana menghela napas panjang, entah itu merasa kasihan atau prihatin, Renee tidak yakin sama sekali.
"Tidak berubah sedikit pun."
"Itu adalah kekuatanku." Renee tersenyum penuh kebanggaan. Mengingat beberapa waktu yang lalu ia berhasil membuat Ivana kewalahan, bahkan sampai membuat wanita itu mengubah tubuhnya menjadi setengah ular.
Ivana mendengkus, jika dibandingkan dengan Bella, Renee masih jauh di bawahnya. Saat ini tanpa kekuatan jingga ia hanyalah wanita biasa.
Wanita itu tidak ingin ambil pusing, yang penting mereka tidak mati di hadapannya saja rasanya sudah cukup.
"Kita sampai." Arthur yang berada di barisan paling belakang bergumam, mereka serempak mendongak ke atas, menatap bangunan yang menjulang tinggi ke atas yang sudah menghitam karena terbakar dan menyisakan kerangkanya saja.
Lantainya menghitam dan banyak bekas arang di sana yang menggumpal, ada beberapa barang yang tidak habis terbakar api masih tergeletak dengan berantakan, Ivana melirik ke sudut, ada kulit-kulit berwarna putih yang berserakan.
Itu adalah kulit ular yang baru saja menetas, keluarga Fern memang selalu identik dengan ular dan bisa dipastikan kalau di bawah sana nanti semua orang harus menyiapkan mental mereka menghadapi para ular yang jumlahnya sangat banyak.
Leo dan Dylan melangkah menaiki tangga, rasanya suhu semakin turun hingga ke titik terendah, dari atas langit rintik-rintik hujan mulai turun dengan tempo yang rendah, Dylan melirik Leo, mereka mulai berpencar mencari tempat yang bisa mengarah ke lantai bawah tanah.
Renee juga tidak tinggal diam, ia berjalan dengan langkah pelan, matanya melirik lukisan wanita berambut pirang yang setengah terbakar, ia tidak bisa memastikan apakah itu Celia atau bukan, lukisannya terlalu rusak, di sisi lain Renee juga melihat guci pecah tergeletak.
Jika dilihat sekilas, tidak akan ada yang hidup di sini.
"Aku menemukannya." Dylan berseru, Ivana langsung mendekat untuk melihatnya terlebih dulu. Setelah memastikan kalau itu memang pintu yang mengarah ke ruang bawah tanah, ia mengangguk pada Leo.
"Baiklah." Dylan menarik pintu yang terbuat dari lempengan batu bersama Arthur, Bella melihat sekitar dan tersentak.
"Ada apa?"
"Tampaknya tidak semua orang bisa turun ke bawah." Bella berguman, Ivana ikut mengalihkan pandangan dan melihat ada puluhan pasang mata berwarna kuning dengan pupil lurus menyala dalam gelap. "Kita sudah disambut."
Renee melihat ke sekitar, ular-ular dengan ukuran sedang muncul dengan suara mendesis, mereka memang sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Ivana, berkerumun mengelilingi semua orang.
"Aku akan menahannya bersama Arthur." Bella memutuskan tanpa melihat, Arthur yang ada di sampingnya langsung menoleh. "Kalian pergilah!"
"Apa yang baru saja kau katakan?! Mereka semua ular!"
"Lalu apa? Kau takut?!" Bella menyeringai, Arthur langsung membuang muka. "Ini hanya ular, tidak ada yang istimewa dari para ular kecuali taringnya yang berbisa!"
"Kau … sudah gila …."
"Baiklah, kami serahkan semua urusan di sini padamu."
Dylan yang berhasil membuka lempengan besi berkat bantuan Leo melambaikan tangan, mereka berempat masuk ke bawah secara bergantian.
Renee menatap ke arah Bella dan tersenyum, wanita itu mengangguk dengan tegas.
"Kenapa kau mengatakan itu?" Arthur masih tidak bisa menerima keputusan Bella, apalagi wanita yang ada di depannya ini hanya seorang pelayan.
Arthur masih memiliki sisa-sisa kebanggaan dirinya sebagai seorang bangsawan.
"Kau akan mati kalau turun ke bawah sana." Bella mengeluarkan belati dari sakunya, ia terkekeh pelan menatap Arthur yang memegang tombak. "Kita terlalu lemah untuk bergabung bersama mereka."
Bella tidak tahu seperti apa keadaan di bawah sana, tapi ia bisa merasakan tekanan kuat yang tidak dapat ia lukiskan, seakan-akan di bawah sana ada sesuatu yang lebih buruk daripada monster.
Lebih baik mereka di sini, daripada mereka menganggu dan membuat diri mereka menjadi beban yang merepotkan semua orang.
Arthur menatap para ular yang ada di sekitar mereka, ia akhirnya hanya bisa mengakui apa yang dikatakan oleh Bella benar adanya.
Tanpa kekuatan monster, ia bukan apa-apa, ia hanya orang lemah yang tidak berguna di bawah Dylan dan Leo.
Menyebalkan sekali.