webnovel

Berubah Menjadi Monster 1

Renee menuntun tangan gadis kecil itu melintasi jalanan yang basah di kota Dorthive, sepanjang ia berjalan dari perbatasan hingga ke tempat ia bertemu monster terakhir kali, tidak ada satu monster atau manusia pun yang ia temui, semuanya seakan telah menghilang.

Renee berharap di tempat ia dan Dylan terakhir kali melawan para monster, ia bisa menemukan laki-laki itu, tapi yang ia temukan justru pedang pendek miliknya yang telah retak dan roti yang terakhir kali dibeli oleh Dylan.

"Apa yang kakak lakukan? Roti itu tidak bisa lagi dimakan."

Joy mengerutkan kening, ia kurus dan pemilih dalam hal makanan, melihat roti yang sudah dihiasi jamur berwarna biru dan hijau membuatnya mual.

"Sepertinya roti itu sudah lewat dari seminggu."

"Tidak mungkin." Renee membolak-balik roti dan membelahnya menjadi dua, roti itu keras dan kasar. "Aku pikir aku hanya tidak sadarkan diri dua hari saja."

Renee ingat betul kalau hari di mana mereka keluar, hari itu juga mereka melawan para monster dan ia langsung dikalahkan Ivana.

Seharusnya saat ia bangun, itu sudah keesokan harinya.

Dua hari.

Tapi roti yang ia pegang ini mematahkan pemikirannya. Ia ingat saat Dylan membeli roti ini, Pelayan baru saja mengeluarkannya dari oven, masih harum dan lembut.

"Aku tidak sadar di hutan berlumpur itu selama seminggu ...."

Gadis kecil itu tidak mengerti, ia melihat ke sekitar dan menemukan kekacauan di mana-mana. Beberapa puing kayu berserakan di atas tanah, genangan lumpur ada di sana-sini dan beberapa tanaman hancur.

Joy tidak tahu orang tuanya ada di mana, teman-temannya ada di mana. Ia tahu saat mereka sudah berada di bawah kendali Ivana, mereka sudah siap untuk berakhir kapan saja. Ia ingin membuat Renee mengubah monster lain untuk kembali, tapi melihat apa yang terjadi terakhir kali, Joy merasa itu pasti sulit.

"Pantas saja keadaan terasa aneh, ternyata sudah seminggu berlalu." Renee akhirnya membuang roti berjamur itu ke semak-semak. "Aku akan pergi ke tempat Marquis Leo. Apa kau ingin ikut?"

Joy mengangkat wajahnya menatap Renee, sejujurnya ia takut, tapi kalau ia tidak mengikuti Renee, ia lebih takut lagi. Bagaimana kalau ia bertemu monster yang merupakan orang terdekatnya?

Joy takut ia akan menangis dan membiarkan mereka mengoyak-ngoyak tubuhnya.

"Kau bisa bersembunyi di rumahmu. Aku pikir mereka tidak akan menyakitimu."

"Kata siapa!" Joy menggenggam ujung pakaian Renee, kedua alisnya saling bertaut, wajahnya yang kecil itu terlihat merah. "Ivana akan terus memburu manusia sampai tidak ada lagi yang tersisa! Aku sudah melihat semuanya!"

Renee tidak tahu kalau Joy memiliki reaksi yang begitu besar, ia menghela napas dan berjongkok, memeluk Joy dengan erat.

"Maaf, aku tidak berpikir sebelum berbicara."

Joy mengatupkan bibirnya rapat-rapat, ia memejamkan matanya dan membiarkan Renee memeluknya.

Masih segar di ingatannya bagaimana Ivana datang dari pintu ke pintu dan menggunakan kekuatannya untuk merubah Ayah dan Ibunya, ia juga ingat bagaimana wanita itu mengulas senyuman miring di bibirnya saat melihat Ayahnya mencakar sang Ibu hingga berdarah-darah.

Joy melihat sendiri bagaimana Ibunya ikut berubah, menjadi seseorang yang tidak pernah terbayangkan seumur hidupnya, saudara-saudaranya dan ia sendiri kehilangan dirinya di malam itu.

Teriakan kesakitan, kebingungan dan kemarahan bergema hingga pagi menjelang. Begitu ia membuka mata, Joy mendapati dirinya ada di pinggir kolam dan salah satu saudaranya mengambang di atasnya.

Saudaranya telah mati.

Mereka yang menjadi monster telah kehilangan akal, tidak tahu apa yang mereka lakukan sepanjang malam dan tidak sedikit berakhir dengan kematian. Tidak hanya saudaranya, tapi teman baiknya, tetangganya yang sering memberi makan kucing dan Ibu baik hati penjual permen kapas di ujung jalan.

Sangat tragis.

Mulai hari itu, Joy tidak pernah melupakan Ivana, ia membenci Ivana, tapi ia juga tidak berdaya. Meskipun semua orang berusaha untuk tidak terlihat apa-apa di permukaan, tapi semua orang menyimpan dendam dan terus percaya dengan kedatangan orang berjiwa suci yang akan menyelamatkan semua orang.

"Aku akan mengikutimu karena kau akan menyelamatkan kami." Joy melepaskan pelukan Renee dan menyeka air matanya. "Aku percaya padamu, kakak."

"Ya, maafkan aku." Renee berdiri, pedang retak yang ada di sana tidak bisa lagi ia pakai dan mungkin ia harus mencari lain.

Renee membawa Joy untuk berjalan lagi dan menemukan pedang Dylan.

Angin berhembus kencang, menerbangkan dedaunan diikuti dengan suara gemerisik, ranting-ranting saling memukul.

Joy memegang tangan Renee erat, baginya selama ada Renee di sekitarnya, ia tidak merasa takut.

Mereka berdua tidak saling bicara hingga mereka terus berjalan sampai ke depan gerbang Mansion keluarga Emmanuel.

"Kakak ...." Joy bergumam sambil menatap gerbang.

Renee menarik napas, ia menggerakkan jarinya, cahaya jingga muncul dan melayang menuju pintu gerbang yang setengah tertutup.

Cahaya jingga menabrak sesuatu yang tak kasat mata di depan gerbang, seperti menabrak dinding transparan dan membuat cahaya milik Renee menyebar menjadi titik-titik kecil.

"Apa itu?" Joy berkedip, ia tidak lagi memegang tangan Renee, melainkan ujung pakaiannya.

"Mungkin perbuatan Ivana." Renee menarik napas, melemparkan cahaya jingga lagi ke gerbang.

PRASH!

Cahaya jingga kembali menabrak sesuatu, Renee melangkah maju dan merasakan kalau langkahnya menjadi berat.

Joy juga merasakan hal yang sama, ia bahkan tidak bisa mengangkat kakinya, begitu ia menunduk, ia melihat kakinya tenggelam dalam ratusan ular.

"Ah! Kakak ... ini ....." Joy melihat Renee mengisyaratkan agar ia diam.

Renee mengayunkan pedang Dylan menyapu ke bawah, berbeda dengan apa yang dilihat Joy, ia tidak melihat apa-apa di kakinya.

SRATS!

Cahaya jingga menyebar di udara seiring dengan ayunan pedang, Joy memejamkan matanya erat-erat.

TAP ... TAP ... TAP ...

Suara langkah kaki datang berderap, Renee memutar pedangnya ketika siluet hitam muncul, menerjangnya.

"Mundur, Joy!" Renee berteriak mengingatkan.

Joy melompat mundur dengan ceroboh, ia jatuh.

Siluet Hitam besar itu menghantamkan tangannya ke pedang Renee.

PRANG!

Renee bisa merasakan pedang yang ia pegang bergetar, ada tangan kasar yang mencengkeram pedang dan tangan kirinya.

"Kakak!" Joy berseru dengan suara gemetar, dalam keadaan sadar ia hampir tidak pernah melihat monster yang sebenarnya.

Kedua lututnya gemetar dan ia merasa lemas, Joy tidak berani melakukan apa-apa selain berteriak.

"Kakak ... "

Renee menarik pedangnya dengan kasar, monster yang ada di hadapannya ini berbeda dengan monster yang pernah ia lihat sebelumnya.

kaki sang monster terlihat kuat dan besar, tubuhnya dua kali lipat dari Renee dan napasnya terdengar sangat kasar menerpa kepala Renee.

"Grrhg ...."

Renee mendongak, entah kenapa terdengar familiar, matanya bertemu tatap dengan mata abu-abu sang monster, ia tercekat.

"Tidak, bagaimana mungkin ... monster ... kau ... kau adalah Dylan?!"