webnovel

KISS NOTE : WINNER (Indonesian Version)

Apa yang akan kau lakukan jika suatu hari sebuah buku ajaib memilihmu? Apakah kau akan terus menggunakannya ?? Tapi, selalu ada resiko dari semua yang kita dapatkan secara cuma-cuma bukan? Yakinkah kau akan sanggup menanggung resiko itu? Ini adalah sebuah kisah buku peninggalan jaman Joseon yang keberadaannya tak tertulis dalam sejarah . Lee Jinwoo, Kang Seunghoon, Dong Mino, Choi Seungyoon dan Kwon Taehyun. Kisah mereka berlima akan segera dimulai.

Siti_Mariani_0391 · Urbano
Classificações insuficientes
27 Chs

BAB 8

Setelah kepulangan Taehyun dari Raja Ampat bersama Eunsoo, petualangan lain sudah siap dilakukan Taehyun dan keempat sahabatnya. Mereka benar-benar melakukan kunjungan dari satu rumah ke rumah lainnya saat para ayah berada jauh dari mereka.

Mereka melakukannya seperti sedang melakukan tur di museum. Tuan rumah memperkenalkan setiap ruangan yang dilewati dan menutupnya dengan berkumpul di satu tempat yang menjadi tempat faforit tuan rumah, membicarakan hal-hal yang berhubungan interior rumah atau sekedar meledek satu sama lain.

Para ayah tidak pernah mengizinkan mereka untuk saling bertemu atau menghubungi apalagi sampai bersahabat. Tidak ada penjelasan tentang hal itu. Terlalu banyak hal yang disembunyikan ayah mereka dan sikap itu menurun pada anak-anak mereka. Kelima orang itu terus merahasiakan keberadaa Kiss Note dari para ayah.

Hanya tinggal satu rumah yang belum mereka kunjungi karena pemiliknya tidak mengizinkan mereka untuk melakukan tur. Kejahilan Seungyoon muncul karena rasa curiga pada Seunghoon yang tak memperbolehkan mereka datang berkunjung ke rumahnya. Sesuatu yang menarik sedang disembunyikannya, pikir Seungyoon, jadi dengan santainya ia menulis sebuah tantangan di Kiss Note itu.

Kang Seunghoon, tunjukkan rumahmu pada kami. Berikan kami tur seharian di rumahmu.

Seungyoon menulisnya di hadapan teman-temannya dan tersenyum jahil tapi Seunghoon tak lagi bisa menolerir kejahilan Seungyoon.

"Apa kau tuli? Atau kau dungu? TIDAK BISA YA TIDAK BISA!" Seunghoon meninggikan suaranya pada kalimat terakhir. Mino, Taehyun dan Jinwoo terkejut melihat Seunghoon, Seungyoon lebih dari terkejut. Emosinya hampir terpancing kala Seunghoon mengatakannya dungu.

Diantara kelima orang itu, Jinwoo dan Seunghoon adalah yang paling jarang menggunakan kata kasar. Jinwoo karena profesinya, sedang Seunghoon karena ia memiliki seorang adik yang nantinya akan menjadikannya panutan.

"Apa yang kau sembunyikan di rumahmu, Seunghoon-ah?" selidik Jinwoo.

"Tidak ada." jawab Seunghoon singkat.

"Kalau begitu tunjukkan pada kami." Balas Jinwoo.

"HYUNG~ TIDAK BISA! KENAPA KALIAN MEMAKSA?!" Seunghoon lepas kendali. suasana menjadi tegang.

"Kau tidak bisa mengelak, tantangan Seungyoon sudah tertulis di Kiss Note. Kau harus menunjukkannya pada kami. Kau tahu aturannya kan?" Mino mengingatkan Seunghoon bahwa akan ada hal buruk jika ia bersikeras seperti ini.

Seunghoon diam. Ia menurut. Selama perjalanan menuju kediaman keluarga Kang, Seunghoon tampak gelisah hingga tak sadar bahwa sahabat-sahabatnya memperhatikan sikap salah tingkahnya itu.

Apa yang harus kulakukan?

Bagaimana caranya untuk membatalkan semua ini?

Tidak ada yang boleh ketahuan.

Bagaimana  bila kabar ini sampai di ayah?

Aku tidak bisa kehilangannya. Pikir Seunghoon.

Tapi takdir sedang tak berpihak padanya, ia tak memiliki alasan yang tepat untuk membuat sahabatnya membatalkan kunjungannya. Kelima orang itu sudah masuk ke dalam rumah keluarga Kang.

"Dimana ibumu?" tanya Jinwoo.

"Entahlah, sepertinya dia sedang keluar." Jawab Seunghoon singkat.

"Ini ruangan apa?" Taehyun menunjuk sebuah ruangan berpintu. Seunghoon terkejut mendengar pertanyaan Taehyun, perlahan ia melihat arah tangan Taehyun. Wajah paniknya berubah normal kala melihat ruangan yang dimaksud Taehyun.

"Perpustakaan ayahku." Jawab Seunghoon.

Seungyoon dan Jinwoo menangkap gelagat aneh dari Seunghoon. Tiba-tiba Seungyoon berdiri, "Hyung, dimana kamarmu? Aku ingin melihatnya."

Seunghoon menghela panjang melihat Seungyoon yang begitu semangat ingin mengelilingi rumahnya.

"Apa tujuan awalmu hanya ingin bermain-main di kamar kami, Seungyoon-ah? Kau selalu mengatakan hal yang sama, 'dimana kamarmu?'." Protes Mino.

"Abaikan Seungyoon dulu, kapan kau akan memulai turnya?" sambung Mino.

Tur mengelilingi kediaman keluarga Kang dimulai. Seunghoon benar-benar berperan sebagai seorang tour guide, ia menunjukkan dan menjelaskan setiap ruangan yang mereka singgahi. Keempat temannya berulang kali berdecak kagum dan bergumam tentang mahalnya barang-barang seni bernilai tinggi dan limited edition yang keluarga Kang miliki.

"Bahkan jika aku menjual rumahku, harganya tak bisa berada di atas total barang seni di gallery ini. Gila." gumam Taehyun.

Gumaman Taehyun tak bisa dibilang sebuah gumaman karena semua bisa mendengar termasuk Seunghoon yang membuatnya tersenyum bangga. Tiba-tiba Seunghoon menjadi sangat serius ketika melewati sebuah pintu yang memancarkan aura berbeda. Seungyoon berjalan lebih lambat dari yang lain, baru beberapa langkah ia melewati pintu itu tiba-tiba Seungyoon mendengar suara seseorang menjerit, terdengar kecil namun jelas.

Seungyoon menarik baju Jinwoo yang berada di dekatnya. Jinwoo sepertinya juga mendengar hal yang sama, ia mengisyaratkan Seungyoon untuk mengabaikan suara itu. Kenyataannya, Seunghoon juga mendengar teriakan yang menyayat itu.

"Aaacchh…"

Langkah Seunghoon terhenti karena suara itu membuatnya berpikir,

Ada apa? Kenapa kau berteriak kesakitan seperti itu? Apa kau terluka? Sial! Apa yang harus kulakukan sekarang? Batin Seunghoon.

Lamunan Seunghoon membuat keempat sahabatnya saling menatap seolah mereka melemparkan pertanyaan yang sama. Siapa yang berada di ruangan itu? Kenapa dia berteriak? Apa yang sedang ditutupi Kang Seunghoon?

*             *              *

San Fransisco, Amerika.

"Harus bagaimana lagi aku memberitahu Jinwoo untuk tidak saling berteman dengan anak-anak kalian, hyung?" presdir Lee membuka pembicaraan saat tea time paginya bersama keempat presdir lainnya.

"Kau sendiri yang berulah." Cetus presdir Kwon.

"Aku merasa bersalah telah melarang keras mereka bersahabat." Presdir Choi turut bicara.

"Meskipun dilarang takdir membawa mereka bertemu dan bersahabat. Aku bahkan sampai lupa, jadi kubiarkan saja dan biarlah yang terjadi nanti diurus nanti." Timpal presdir Dong.

"Jika bukan karena ulahmu yang ceroboh menanyakan tentang masa depan pada Kiss Note, kita tidak perlu repot menjauhkan mereka sampai harus menyekolahkan mereka di sekolah berbeda." Sindir presdir Kang sambil melirik ke presdir Lee.

"Eeyy hyung, waktu itu kita masih sangat muda, rasa penasaran akan kemampuan Kiss Note juga masih sangat tinggi jadi tidak salah aku menanyakan masa depan kita." presdir Lee membela diri.

"Bicara soal Kiss Note, entah kenapa meski sudah 25 tahun berlalu tapi aku merasa buku itu masih ada di sekitar kita." presdir Choi mengangkat wajahnya, melihat wajah keempat presdir lainnya.

"Itu karena kita terikat dengannya. Kita bertemu dan menjadi seperti sekarang setelah bertemu dengan Kiss Note, bahkan buku itu menyuruh kita untuk tidak membiarkan anak-anak kita berteman atau sesuatu yang buruk akan menimpa salah satu dari mereka." jelas presdir Kwon.

"Dan meski kita berusaha keras melarang mereka berteman, pada akhirnya kita tidak bisa berbuat apa-apa pada mereka." sambung presdir Lee.

"Sekarang kita hanya bisa menjaga dan mengawasi mereka agar sesuatu yang buruk tidak terjadi pada salah satu dari mereka seperti ramalan yang diberikan Kiss Note." Presdir Choi menutup pembicaraan tentang Kiss Note.

Kelima presdir itu terpaksa melarang anak-anaknya untuk berteman padahal mereka hidup di lingkungan yang sama terlebih orang tuanya adalah rekanan bisnis hanya agar ramalan Kiss Note tak terjadi. Melindungi anak-anak mereka selalu menjadi prioritas utama dibalik sikap dingin dan tegas para presdir itu. Hanya saja, para ayah itu tak mampu menyampaikan secara langsung kepada anak-anaknya dan para anak yang tak mengerti maksud mereka.

Saat itu, presdir Lee menuliskan sebuah pertanyaan pada Kiss Note.

Apa anak-anak kami kelak akan bersahabat seperti kami?

Kiss Note menyerap pertanyaan presdir dan menuliskan jawabannya.

Iya, tapi sebaiknya jangan biarkan mereka bersahabat jika kalian tidak ingin sesuatu yang buruk menimpa salah satu dari mereka.

Kiss Note hanya memberikan jawaban tentang masa depan jika orang yang bertanya benar-benar menginginkan jawabannya. Namun, hukum buku tersebut adalah hukum timbal-balik. Artinya jika sesuatu yang buruk terjadi maka sesuatu yang baik akan terjadi pula. Begitu pula jika sesuatu yang baik terjadi maka sesuatu yang buruk akan mengikuti.

*            *              *

"Aku yakin bukan aku saja yang mendengarnya. Ruang apa itu? Siapa yang ada di dalamnya?" tanya Jinwoo setelah memergoki Seunghoon tengah mematung saat suara dari dalam ruangan itu terdengar menyayat.

Seunghoon hanya diam. Dia ingin itu tetap menjadi rahasia. Paling tidak untuk saat ini.

"Eh? Kenapa kau diam, hyung?" tanya Seungyoon bingung.

"Kau tidak akan memberitahu kami?" Jinwoo berjalan menghadap Seunghoon.

"Siapa yang sedang kau sembunyikan di sana, Seunghoon-ah?" Jinwoo berusaha menekan laju emosinya karena sikap Seunghoon yang semakin aneh.

"Tidak ada siapapun. Kalian salah mendengar." Seunghoon melewati Jinwoo.

"Bohong!" Taehyun bersuara. Ia menarik semua perhatian saat menunjukkan apa yang dipegangnya. Taehyun memegang Kiss Note yang terbuka dengan jawaban Kiss Note yang tertera di sana.

"Aku bertanya pada Kiss Note, siapa yang ada di dalam. Kalian bisa lihat jawabannya di sini." sambung Taehyun.

Kang Seunghi.

Mino, Jinwoo dan Seungyoon terkejut saat membaca jawaban Kiss Note, tapi Seunghoon lebih terkejut karena rahasia yang selama ini disimpan sangat rapi terbongkar. Kemudian pertanyaan lain muncul dalam benak mereka.

Jika benar yang di dalam adalah Seunghi, kenapa dia berada di situ? Bukankah Seunghi sedang melanjutkan sekolah desainernya di New Zealand? Kenapa Seunghoon menyembunyikan semua? Apa alasannya?

"Jaebal hyung!" pinta Seunghoon. Seunghoon menghalangi pintu ruangan itu dengan tubuhnya. wajahnya panik bercampur cemas.

"Minggir, Kang Seunghoon." Jinwoo menajamkan matanya memandang Seunghoon.

"Aku mohon, jangan ikut campur urusanku yang satu ini. Pergilah. Pulang dan anggap ini tidak terjadi." Seunghoon mengiba pada keempat sahabat yang sedang memandangnya. Matanya mulai berkaca. Ia tengah bersungguh-sungguh memohon.

Seunghoon dikenal sebagai pria yang hampir tidak pernah menunjukkan kesedihannya, seorang CEO yang penuh ambisi tapi yang dilakukannya saat ini mencengangkan. Seunghoon membuat permohonan pada temannya. Namun, bagi Jinwoo keadaan yang dihadapi Seunghoon sangat tidak wajar hingga ia mendekat ke Seunghoon dan meraih kerah kemeja Seunghoon dan menarik pria itu menyingkir dari pintu.

"Setidaknya kami harus tahu apa yang terjadi dengan Seunghi. Berikan kuncinya." Jinwoo menjelit ke Seunghoon tapi Seunghoon bersikeras tak membiarkan yang lain tahu apa yang terjadi.

"Kalian lamban sekali." Taehyun menendang pintu hingga pintu itu terbuka dengan kasar hingga. Mino menyunggikan senyumnya saat melihat Taehyun melakukan itu.

"Heol! Daebak!" puji Seungyoon.

"Di sini gelap, hyung." adu Taehyun yang lebih dulu masuk bersama Seungyoon. Anak itu memang pemberani meski malas.

"Cari sakelarnya," Jinwoo melepas cengkeramannya pada kerah Seunghoon dan menyusul dua orang yang sudah masuk lebih dulu.

Saat Seungyoon menemukan sakelar dan mulai menyalakan lampu, terlihat jelas isi ruangan yang gelap dan tertutup tadi. Betapa terkejutnya mereka melihat keadaan ruangan ini. Bukan hanya berantakan dengan kertas dan pakaian yang dirobek berserakan, kursi dan meja yang ada dalam ruangan inipun tidak pada posisi yang sebenarnya.

Saat Mino menyusul masuk, matanya langsung tertuju pada cairan yang ada di dekat pintu lain di ruangan ini. Mino meringis karena ruangan yang berantakan ini tidak tampak seperti sebuah ruangan yang layak dipakai seorang manusia.

"Apa ini?" Jinwoo berbisik.

Seunghoon masuk dan berjalan menuju sisi yang ada di balik tempat tidur, "Sudah kubilang jangan mencoba ikut campur."

"Apa ini, Kang Seunghoon?" tanya Jinwoo tegas.

"Oppa!" suara wanita muda dari balik tempat tidur membuat Jinwoo terdiam dan keempat pasang mata langsung menatap ke satu titik yang sama.

Perlahan Jinwoo dan teman-temannya berjalan mendekat dan saat mata mereka bisa melihat sosok yang ada di belakang tempat tidur, keempatnya terperanjat. Mereka melihat seorang wanita muda bertubuh mungil sedang memeluk lututnya dan menenggelamkan wajah diantaranya. Rambut hitamnya tersurai bebas namun terlihat kusut, baju yang dipakainya pun terlihat lusuh. Menyedihkan, hanya kata itu yang bisa menggambarkan wanita muda itu saat ini.

"Kang… Seung… Hi?" panggil Jinwoo dengan pelan.

"Ayo, hyung. Tinggalkan dia, kita keluar." Seunghoon menarik tangan Jinwoo.

"Lepaskan!" Jinwoo menarik tangannya yang dipegang Seunghoon. Namun entah karena tarikan Jinwoo yang terlalu kuat atau Seunghoon yang tidak dalam posisi siaga, Seunghoon jatuh tersungkur.

"JANGAN LUKAI SEUNGHOON OPPA!!" Seunghi keluar dari tempat persembunyiannya dan memeluk Seunghoon sambil menangis. Ia membersihkan baju Seunghoon dan wajah Seunghoon yang sebenarnya tidak kotor atau terluka.

"Tidak apa, Seunghi-ah. Oppa baik-baik saja." Seunghoon memegang kedua lengan Seunghi yang masih menangis, mencoba menenangkan adiknya yang tidak tahu apapun selain melindungi Seunghoon.

Seunghi masih menangis tersedu. Seunghoon menarik sang adik masuk ke dalam pelukannya. Tidak ada yang lebih menyakitkan dari melihat keadaan Seunghi saat ini. Tiba-tiba Seunghi mendorong Seunghoon, "pintunya terbuka! Bagaimana bila ada yang melihatmu ke sini? Ayah akan memukulmu. Oppa, sebaiknya kau keluar. Aku mohon! Aku tidak mau kau terluka lagi. Ah… atau tutup saja pintunya sebelum orangnya melihatmu. Kumohon, oppa."

Seunghoon tak bisa lagi menahan laju air matanya. Hal ini memilukan bagi Seunghoon. Sadar bahwa teman-temannya masih berada di ruangan Seunghi, Seunghoon menghapus air matanya dan kembali meraih kedua lengan Seunghi. Meminta adiknya dia dan menatap matanya, kembali meyakinkan bahwa tidak ada yang akan menyakitinya karena sudah membuka pintu itu.

"Ah, Seunghi-ya, kau ingat teman-teman oppa? Mereka ada di sini sekarang. Kau ingat Jinwoo oppa? Mino oppa? Seungyoon oppa? Taehyun oppa?" tanya Seunghoon sambil memutar tubuh Seunghi agar sang adik bisa melihat wajah teman-temannya.

"Mereka datang untuk membantu kita. Karena itu, jangan berteriak pada mereka. Kau mengerti kan, sayang?" lanjut Seunghoon. Seunghi mengangguk pelan, matanya menatap satu persatu wajah dari Jinwoo, Seungyoon, Taehyun dan Mino. Seperti mulai mengenali mereka, senyum tipis Seunghi muncul menghiasi wajahnya.

"Gadis pintar." Seunghoon mengusap pelan puncak kepala Seunghi.

Jinwoo mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Seunghi. Senyum Seunghi hilang, berganti dengan kecurigaan dan ketakutan. Seunghoon menyentuh bahu Seunghi hingga membuat Seunghi menoleh dan melihatnya, Seunghoon mengangguk untuk meyakinkan Seunghi tidak ada hal buruk yang akan terjadi.

Jinwoo berhasil berjabat tangan dengan Seunghi. Ia tersenyum untuk memberikan Seunghi kenyamanan dan rasa aman, "Mino-ya, periksa tanda vital Seunghi sekarang."

Mino bergerak cepat agar tak kehilangan momen, ia memeriksa tanda vital Seunghi dengan yakin dan pasti, mulai dari bentuk pupil Seunghi, warna kulit, rambut, ujung kuku, sampai tingkat kedalaman tulang selangka Seunghi.

"Apa Mino hyung bisa memeriksanya tanpa stetoskop, Taehyun-ah?" Seungyoon berbisik pada Taehyun yang dijawab Taehyun dengan mengangkat bahunya.

"Aku bahkan bisa mendengar detak jantungmu, Seungyoon-ah." jawab Mino.

"Dia mendengarku. Heol! Daebak!" tanggap Seungyoon.

Mino selesai memeriksa, "Tanda vitalnya cukup normal tapi paru-parunya tak begitu baik."

"Udara di sini tidak bagus."  Ucap Jinwoo dan Mino pun setuju.

"Sepertinya Seunghi tidur dengan cukup, pola makannya pun teratur. Pun badannya tak berbau, dia—"

"Dia tidak gila. Dia hanya tertekan." Jinwoo melanjutkan diagnosa Mino.

Bersambung .......