Chapter 6
Keesokan harinya, aku datang ke sekolah lebih pagi. Aku berjalan di lorong sekolah dan menaiki tangga ke lantai tiga menuju ke kelasku.
Gedung sekolah terlihat sangat sunyi, walaupun di lapangan sekolah dan gedung olahraga sudah ada aktivitas klub yang berlatih pagi untuk mempersiapkan turnamen musim panas.
Saat aku membuka pintu kelas dengan menggeser ke kanan, aku melihat disana ada satu orang yang duduk di pinggir jendela sambil membaca sebuah buku.
Aku berpikir kalau baru aku saja yang menjadi orang pertama sampai di kelas, ternyata sudah ada yang sampai sebelum aku. Padahal ini masih jam setengah 7.
"Aira-san!!"
"Ohh.. Ohayo Saika-san"
Aku langsung berlari kecil menghampirinya dan menggantungkan tasku di samping mejaku.
"Kamu datang pagi juga?"
Aira menganggukkan kepalanya dan menaruh buku yang dia baca ke dalam tasnya.
"Kamu sudah berapa lama disini?"
"Hmmm.. mungkin sudah sekitar setengah jam"
Aku terkejut mendengarnya, kalau sudah setengah jam, maka jam berapa dia bangun.
"kamu bangun jam berapa?"
"Jam setengah 6 pagi, aku sudah terbiasa bangun di jam segitu, jadi sulit untuk dihilangkan"
Aku hanya menganggukkan kepalaku. Lalu aku mengalihkan pembicaraan ke topik lain, yakni tentang buku yang dibaca oleh Aira tadi.
"Kamu tadi baca buku apa??"
"Sebuah novel remaja, kamu mau membacanya, akan aku pinjamkan"
Aku menganggukkan kepalaku dan Aira langsung mengeluarkan buku tersebut dari dalam tasnya.
Dia menyerahkan buku tersebut padaku dan aku mengambilnya. Saat aku membuka dan melihat tulisan novel tersebut, alis mataku langsung naik secara bersamaan.
"Aku tidak bisa membacanya!!!"
Aku tidak bisa membaca novel tersebut karena tulisannya bukan huruf Jepang tapi tulisan latin dan itu juga bukan bahasa Inggris.
"Hahahaha..."
"Kamu mengerjai aku ya, Aira-san!?"
"Hahaha...maaf...maaf..."
Aira terus meminta maaf padaku dan aku hanya melipat tanganku dan membuang muka karena kesal padanya yang telah mempermainkan aku.
Saat itu pintu kelas kembali terbuka, aku lihat Mio dan Kudo berada disana. Mereka langsung berjalan menuju ke bangku mereka masing-masing.
"Mio-chan, Ohayo"
"Ohayo Yukari-chan"
"Ohayo Kudo-san"
Kudo tidak menjawab sapaan aku, dia hanya menganggukkan kepalanya dan langsung duduk di kursinya dan memasang earphone di kedua telinganya.
Aku sedikit sulit berkomunikasi dengan Kudo karena dia langsung menutup diri ke dalam dunianya sendiri. Padahal kami sudah jadi satu klub tapi masih belum berkomunikasi dengan baik.
"Yukari-chan, kenapa kamu datang pagi sekali, apakah ada yang salah dengan kepala mu atau kamu sedang sakit?"
Mio langsung menempelkan tangannya ke dahi aku.
"Mio-chan, kamu kejam, aku tidak sakit!"
"Hahaha... maaf...maaf"
Aku pun mengobrol dengan Mio-chan tentang berbagai hal dan sesekali Aira juga ikut nimbrung obrolan aku dengan Mio, sedangkan Kudo masih memejamkan matanya sambil menyederkan punggungnya dan mendengarkan sesuatu melalui earphone tersebut.
Tidak terasa para teman kelasku mulai berdatangan satu persatu dan akhirnya semuanya tiba. Beberapa saat kemudian bel sekolah berbunyi menandakan jam pelajaran pertama akan segara dimulai.
Pelajaran berlangsung dengan lancar kecuali pada pelajaran ketiga, yakni pelajaran fisika, aku mendapatkan hukuman berdiri di depan kelas dengan mengangkat satu kaki dan kedua tangan di telinga. Hal ini karena aku kelupaan membawa buku tulis yang berisi tugas rumah.
Padahal aku sudah mengerjakan sampai larut malam, tapi malah kelupaan membawanya.
Namun aku tidak sendirian mendapatkan hukuman, Aira juga mendapatkan hukuman karena dia mengaku lupa membawa juga begitu juga dengan Kudo yang tidak aku sangka dengan mudahnya dia mengaku lupa mengerjakannya.
Sehingga dia mendapatkan hukuman yang lebih parah, yakni mengangkat ember berisi setengah air di kedua tangannya dan mengangkat satu kakinya ke atas.
Setelah itu semuanya kembali normal seperti biasanya sampai pelajaran terakhir selesai.
Setelah jam pelajaran berakhir, aku Aira dan Kudo langsung menuju ke tangga yang menuju ke atap sekolah, tapi bukan karena kami ingin ke atap sekolah tapi keruangan yang dekat dengan pintu atap sekolah yakni ruangan bekas klub musik terdahulu.
Saat membuka pintu ruangan tersebut, aku langsung dihadapkan dengan beberapa kardus dan juga barang-barang seperti meja atau kursi yang berdebu.
"Baiklah, mari kita beres-beres terlebih dahulu, ini kegiatan klub musik pertama, semangat!!!"
"Ooooo....."
Aira berteriak dengan semangat seperti aku sambil mengangkat tangan satunya yang dikepal ke atas sedangkan Kudo aku melihat menghela nafas dan langsung masuk ke dalam ruangan tersebut, lalu mengangkat sebuah kardus didekatnya untuk ditumpuk menjadi satu di pojokan.
Aku dan Aira langsung masuk dan melakukan hal yang sama seperti Kudo, beberapa barang yang masih bisa dipakai seperti meja dan kursi kami jadikan satu sehingga menjadi meja panjang yang bisa kami gunakan untuk bersantai sedangkan barang yang tidak dipakai akan kami bawa turun untuk dibuang di tempat pembuangan sekolah.
Setelah beberapa jam akhirnya ruangan yang kotor dan penuh barang yang berserakan mulai terlihat bersih dan rapi, bahkan terlihat lebih luas dari sebelumnya.
"Akhirnya selesai juga, aku tidak menyangka kalau ruangan ini lebih luas dari kelihatannya"
Aku merebahkan tubuhku dan menempelkan pipi kananku di meja yang telah bersih dari debu. Saat itu aku langsung merasakan sensasi dingin di pipi kiri aku.
"Kyaaaa..."
"Hahaha... maaf membuat mu terkejut, ini minuman dinginnya"
"Ehh? Darimana minuman dingin ini?"
"Dari surga, Tuhan menjatuhkan langsung dari surga dan aku menemukan di depan tadi"
"Hahaha...kamu lucu sekali Aira"
"Benarkah, tapi kenapa tawa itu terlihat sangat datar, ini untuk kamu Kudo-san"
Aira melemparkan satu kaleng minuman dingin ke Kudo yang sedang duduk dibawah jendela.
Kudo menerimanya dengan satu tangkapan dan menganggukkan kepalanya singkat yang mungkin sebagai tanda terima kasih.
Aku berpikir kalau Kudo adalah tipe yang irit bicara, aku bahkan jarang mendengar dia bersuara.
"Oke, satu telah selesai, selanjutnya adalah permasalahan peralatan, kita hanya ada satu gitar akustik, beberapa soundsystem dan mic, sedangkan gitar bass dan drumband tidak kita miliki"
"Ah ya aku sampai lupa akan hal itu, jadi apa yang harus kita lakukan?"
Aku dan Aira langsung berpikir untuk menemukan jawaban atas persoalan yang kami hadapi. Saat itu tiba-tiba Kudo mulai mengeluarkan suara emasnya.
"Kalau masalah gitar bass, aku memiliki di rumah, jadi bisa aku bawa setiap hari, kalau masalah drumband, sepertinya kita bisa meminjam di ruang musik karena disana ada drumband tapi tidak pernah dipakai sama sekali sampai sekarang"
Aku dan Aira langsung memberikan tanda jempol pada Kudo karena telah menyelesaikan kasus yang sedang kami hadapi.
"Kalau gitu tidak ada masalah lagi, sekarang posisinya alat yang akan kita mainkan, Kudo sudah pasti akan memainkan gitar bass-nya, Saika tentu memainkan gitar akustik, sedangkan aku karena bisa sedikit bermain drumband, sehingga akan menjadi drummer"
Aku dan Kudo menganggukkan kepala aku, menandakan setuju dengan apa yang dikatakan Aira.
"Tapi yang menjadi masalah adalah siapa yang akan menjadi vokalisnya? Tentu aku tidak mungkin karena aku adalah drummer dan lagipula suara ku jelek, jadi tinggal kalian berdua, jadi siapa?"
"Aku tidak mungkin, aku tidak percaya diri menjadi vokalis karena aku tidak percaya diri dengan suaraku, jadi satu orang yang bisa adalah..."
Aira dan Kudo menatap aku secara bersamaan. Aku pun melihat ke belakang aku yang memang tidak ada siapapun.
"Ehh...aku"
Aku menujuk diriku sendiri dan itu dibalas oleh anggukan mereka berdua.
"Emang siapa lagi? disini kan cuma ada kita bertiga kecuali kamu bisa melihat hantu yang ada dibelakang mu itu"
"Ehhh... yang benar...aku takut..kamu jangan bercanda Aira-san!"
Aku langsung beranjak dari tempat dudukku dan pergi mendekati Aira yang duduk dihadapan ku.
"Hahaha..aku bercanda... jadi mulai sekarang kamu merangkap dua tugas sebagai gitaris dan juga vokalis"
"Ukhh...aku tidak suka bercanda kamu Aira, tapi kalau kalian percaya menjadikan aku sebagai vokalis maka apa boleh buat, jangan mengejek atau menarik kata kalian ya, saat aku bernyanyi"
Setelah itu kami bertiga pun mengobrol tentang apa yang akan kami bertiga lakukan untuk kedepannya di klub musik ini, walaupun yang mengobrol itu hanya aku dan Aira saja karena Kudo kembali menjadi pendiam.
Tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul 19.00 dan langit sudah mulai terlihat berwarna orange yang nantinya akan berganti warna hitam.
Saat itu, suara pemberitahuan bahwa gedung sekolah akan ditutup sehingga para siswa yang masih berada di dalam gedung sekolah diminta untuk keluar segera mungkin.
Aku, Aira dan Kudo langsung mengambil tas sekolah kami masing-masing dan segera keluar dari ruangan tersebut, tidak lupa menguncinya. Aku memberikan kunci klub pada Aira.
Saat aku memberikan kunci klub tersebut, lelaki yang berkulit yang sama seperti buah sawo itu hanya tersenyum meringis dan aku hanya tertawa pelan sedangkan Kudo masih dalam mode stay cool nya.
Mengenai buah sawo aku tidak tahu buah seperti apa itu, kata Aira itu adalah buah yang tumbuh di negaranya dan kebanyakan kulit orang dari asal negaranya hampir sama dengan warna kulit buah tersebut dan itu merupakan ciri khas dari negaranya.
Aku juga semakin penasaran dengan buah tersebut dan melakukan pencarian di internet karena di Jepang tidak ada buah seperti itu.
Saat aku melihat buah tersebut dari pencarian internet, ternyata memang benar ada dan kulit buah tersebut hampir sama dengan kulit Aira.
Lelaki itu juga mengatakan kalau buah tersebut sangat manis rasanya. Aku sebagai penyuka makanan manis menjadi tertarik dan Aira berjanji akan membawa buah itu kepada aku saat dia kembali ke negaranya.
Kami bertiga mulai menuruni tangga menuju lantai dasar untuk keluar gedung sekolah.
Saat kami turun, beberapa siswa juga ikut turun ke lantai dasar karena gedung sekolah akan di tutup.
Kami bertiga berjalan menuju pintu gerbang dan terus berjalan sampai berpisah di sebuah perempatan karena Kudo mengambil jalur kanan menuju ke rumahnya berbeda dengan aku dan Aira yang mengambil jalur kiri.
Aku melambaikan tanganku ke dia dan dia hanya membalasnya dengan menundukkan kepalanya lalu melangkahkan kakinya menuju ke rumahnya.
"Huhh..dia masih tidak mau mengeluarkan suara emasnya itu"
"Hahaha... itu memang sudah karakternya, jadi mau gimana lagi"
Aku hanya menganggukkan kepalaku dan kami berdua pun berjalan menuju ke arah rumah yang memang searah. Aku terkejut saat mengetahui kalau rumah Aira searah dengan rumah aku.
Aku dan Aira berjalan di pinggir jalan yang yang kecil, hanya muat satu mobil sehingga jalan ini merupakan jalan satu arah. Kami berdua berjalan dengan tenang dan dalam keadaan diam.
Aku merasa aneh karena suasana menjadi sangat canggung saat kami hanya berdua saja.
Sebelumnya selalu saja ada topik untuk dibicarakan tapi entah kenapa saat ini topik pembicaraan tidak muncul dalam otakku.
Aku melirik Aira sembunyi-sembunyi apakah dia ada hal yang ingin dibicarakan atau tidak, tapi sepertinya tidak ada yang ingin dibicarakan oleh Aira karena dia berjalan menatap lurus ke depan. Sesekali dia juga menghela nafas.
Aku terus mencari hal yang ingin dibicarakan agar suasana canggung ini hilang. Saat aku melihat ke langit, langit senja masih terlihat dan aku mendapatkan topik pembicaraan.
"L-langitnya indah ya?"
"Ah ya, kamu benar, langit senja memang indah, apalagi bila dilihat dari pantai dengan matahari terbenam, sangat bagus untuk dilihat"
"Aira-san suka dengan langit senja?"
Aku merasa senang karena sudah mendapatkan topik pembicaraan sehingga suasana canggung mulai hilang.
"Ya, di negara asalku, ada sebuah pantai yang sangat pas dan bagus untuk melihat matahari terbenam dan itu sering dijadikan sebagai latar view sebuah foto, aku sering datang ke tempat itu hanya untuk melihat matahari terbenam di cakrawala, terus..."
Aira terus berbicara panjang lebar tentang matahari terbenam tersebut dan aku hanya mendengarkan, sampai dia tiba-tiba berhenti bicara dan melihat aku.
"Maaf, aku terlalu banyak bicara ya, kamu pasti bosan mendengarnya"
"Ehh.. tidak kok, aku juga senang mendengarnya karena aku juga suka langit senja, itu terlihat sangat bagus"
Setelah itu kami kembali terdiam tidak ada pembicaraan lagi. Suasana canggung kembali datang lagi. Namun itu tidak lama karena Aira membuka sebuah obrolan.
"Hmm.. Saika-san, kalau boleh tahu, kamu anak tunggal atau bukan?"
"Ehh..aku bukan anak tunggal, masih ada kakak perempuan dan adik perempuan, aku adalah anak kedua dari tiga bersaudara, emang kenapa kamu menanyakan hal tersebut?"
"Ah tidak kok, aku hanya ingin tahu saja"
Saat itu suasana kembali diam dan rasa canggung mulai datang kembali karena perkataan aku tadi. Aku seharusnya tidak mengatakan hal tersebut sehingga bisa melanjutkan obrolan.
"Kalau kamu Aira, apakah anak tunggal"
Aira menganggukkan kepalanya secara singkat.
"Ya, aku anak tunggal, namun sebenarnya aku hampir memiliki adik, namun baru 3 bulan, ibuku mengalami keguguran karena mengalami tabrak lari walaupun ibuku itu hanya terluka ringan tapi saat jatuh, perut ibuku terkena pinggir trotoar sehingga mengalami pendarahan dan adik kecilku yang belum lahir itu tidak jadi datang ke dunia ini"
"Ohhh... maafkan aku, aku tidak menyangka kalau kamu mengalami peristiwa yang menyedihkan tersebut"
"Ya, itu sudah terjadi dan mungkin itu sudah takdir dari Tuhan kalau adik kecil ku itu meninggal dan langsung masuk surga lagi"
Tanpa terasa aku dan Aira sudah sampai di depan rumahku.
"Waw..rumahmu besar dan luas juga ya, Saika-san"
Aku hanya menganggukkan kepalaku karena apa yang dikatakannya itu memang benar, rumahku memang sangat besar dan luas.
Rumah ku ini masih mempertahankan rumah budaya Jepang. Ini adalah rumah yang diwariskan secara temurun oleh keluarga ayahku.
Ayahku adalah anak tertua sehingga dialah yang berhak dan mendapatkan warisan untuk menempati rumah yang didirikan sejak zaman Tokyo masih disebut Edo tersebut, sedangkan adiknya yang merupakan paman dan bibiku tinggal di kediamannya masing-masing di berbagai kota di Jepang.
"Karena kamu sudah ada disini, bagaimana kalau kamu masuk dulu, sekalian makan malam bersama?"
"Ah.. tidak usah, rumah aku tidak jauh dari sini, kalau begitu aku pa...."
Belum selesai Aira menyelesaikan sebuah perkataannya, tiba-tiba ada sebuah mobil sedan berwarna hitam berhenti di samping kanan kami berdua.
Seseorang pria paruh baya dengan setelan jas dan celana hitam dengan kemeja putih dan dasi hitam keluar dari mobil sedan hitam tersebut.
"Papa!"
Ternyata yang keluar dari mobil tersebut adalah ayahku. Aku langsung berlari menuju ke tempat ayahku yang membuka lebar tangannya, siap menerima pelukan dari aku.
"Papa, kenapa berada di sini?"
"Kenapa? emang papa tidak boleh kembali ke rumah selain hari Sabtu dan Minggu? Apa Yukari-chan tidak suka papa pulang?"
"Ih..Bukan begitu, biasanya kan papa pulang ke rumah saat hari Sabtu, Minggu dan hari libur"
"Hahaha, papa hari ini ada kerjaan di dekat kota Saitama, jadi karena dekat ayah berpikir untuk pulang hari ini dan kembali ke Tokyo esok pagi"
Aku hanya menganggukkan kepalaku sebagai tanda mengerti perkataannya.
"Jadi, siapa lelaki yang berdiri di depan rumah ini? Apakah dia teman sekolah kamu, atau dia pacar kamu, Yukari-chan?"
"P-pacar, Aira-san bukan pacar Yukari, hanya teman sekelas dan satu klub, mungkin"
Kata terakhir itu entah kenapa muncul dalam mulutku, walaupun itu bergumam tapi ayahku mendengarnya.
"Hoooo... mungkin ya... ingat Yukari-chan kamu harus memperkenalkan pacarmu pada keluarga kita, jangan disembunyikan seperti ini"
"Hiihhh.. papa, sudah aku katakan kalau Aira bukan pacarku, dia hanya teman kelas dan juga klub"
Aku langsung mengembung kan kedua pipiku karena merasa kesal dengan ayahku tersebut yang hanya tertawa dan mencubit pelan kedua pipiku yang sedang aku gembung kan.
Beberapa saat kemudian, ayahku mendekati Aira dan memperkenalkan dirinya pada Aira yang juga melakukan hal yang sama.
Namun, tiba-tiba ayahku menggunakan bahasa yang tidak aku mengerti dan aku melihat Aira juga sedikit terkejut tapi dia juga menggunakan bahasa yang sama dengan ayahku.
Aku yang berada di belakang ayahku hanya bisa berdiri termenung karena tidak mengetahui apa yang mereka berdua bicarakan.
"Papa, Aira-san, gunakan bahasa Jepang! aku tidak mengerti apa yang kalian bicarakan"
"Hahaha... Maaf tadi ayah berbicara padanya dengan bahasa negaranya"
"Eeee...ayah bisa bicara bahasa Indonesia?"
"Tentu saja bisa, ayah kan banyak melakukan bisnis di negara tersebut jadi harus bisa berbahasa Indonesia agar lebih mudah untuk melakukan bisnis, sudah kita masuk saja kedalam dan mengobrol biar lebih nyaman"
Aku menganggukkan kepalaku dan Aira terlihat ingin pamit, namun dicegah oleh ayahku.
Dia mendorong Aira untuk masuk juga kedalam juga. Aira tidak bisa melakukan banyak hal untuk menolak karena ayah memang orangnya pemaksa.
"Aku pulang!"
Teriak ayah dan aku secara bersamaan. Saat itu suara langkah kaki kecil yang sedang berlari terdengar oleh kedua telingaku.
Adik perempuan ku yang berumur 10 tahun, imut dan lucu, bernama Kyoko langsung berlari dan melompat dalam pelukan ayahku.
"Horee.. papa pulang!"
Kyoko terlihat sangat senang saat ayah pulang ke rumah dan dia langsung digendong oleh ayah.
"Papa bawa apa hari ini, makanan atau boneka?"
"Papa tidak bawa keduanya, tapi ayah membawa seorang spesial saat ini"
"Apa itu, papa?"
"Hehehe, kamu lihat lelaki itu?"
"Ya, siapa dia, papa?"
"Hehehe, dia adalah calon kakak ipar kamu"
Aku langsung terkejut mendengar perkataan ayahku tersebut.
"Eeeeeeee!!!!" Teriak aku dan Aira secara bersamaan.