webnovel

Tidak Benar Benar Pergi

Ruangan itu tidak bisa disebut apartemen, hanya ada satu kamar yang penuh dengan barang barang dan sebuah kamar mandi. Lebih tepat disebut kamar kost. Rumah kost yang ditempati oleh Naya berada dekat dari apartemen Kubo. Itu kenapa harga kamar kostnya sedikit lebih mahal daripada harga pasarannya. Letaknya yang strategis, dekat dengan pusat kota dan mudah dijangkau adalah alasan utama Naya memilih kamar kost tersebut. Perempuan itu sama sekali tidak pernah pindah sejak pertama kali menginjakkan kakinya di Jepang.

Sejak kembali dari kantor, Naya hanya duduk disamping ranjangnya dan memandangi seluruh isi ruangan. Terlihat lebih luas karena seluruh barang barangnya sudah ia kirimkan ke Indonesia sejak minggu lalu. Yang tersisa hanya satu buah koper untuk menyimpan baju bajunya dan sebuah tas gendong kecil untuk membawa barang barang pribadi. Sesekali ia menghela nafas, mengingat kembali hal hal yang telah ia lakukan di negeri sakura ini.

Suasana kamar kost begitu sepi, hanya ada suara beberapa orang lewat didepan kamar. Lalu kemudian hening kembali. Ia sudah sepakat dengan pemilik kost bahwa ia akan keluar besok pagi. Dan langsung pulang ke Indonesia setelah pesta perpisahannya. Naya bukan orang yang suka menunda nunda, ia sudah menyiapkan segala dokumennya sejak jauh hari. Bahkan ia mulai sibuk sejak ia mengajukan surat pengunduran dirinya.

Diam diam, didalam hatinya ada keraguan saat ia kembali melihat foto fotonya dimasa lalu. Sembari tersenyum, dan kadang kadang tertawa kecil disudut matanya ada setitik air mata. Kenyataan bahwa ia akan kembali memulai hidupnya tanpa Jepang yang ramai, Kubo yang mengajarinya banyak hal, dan segala sesuatu yang ia kerjakan dalam beberapa tahun terakhir. Ia percaya, Kubo akan menerimanya tanpa alasan jika saja Naya berkata bahwa ia ingin membatalkan pengunduran dirinya. Namun Naya tak ingin melakukan itu. Meski sulit, ia ingin mencoba agar tak lagi terbelenggu dalam perasaan untuk mencintai seluruh mimpinya yang berpusat di Jepang.

Mimpi yang membawanya jauh pergi ke negeri sakura, tinggal disana dan melupakan segala sesuatu yang ia punya di Indonesia. Keluarga, pendidikan, karir, dan masa remajanya. Sebenarnya ia tidak ingin menyerah, tapi kenyataan bahwa ia telah meninggalkan banyak hal yang seharusnya ia tidak tinggalkan membuat perempuan itu sadar. Bahwa ia telah kehilangan banyak hal.

"Ka, barang barangku sudah sampai?" Ucap Naya saat panggilannya tersambung.

"Sudah, ini lagi ditebus di bandara. Banyak banget si Nay" Gerutu seorang laki laki diujung telpon.

"Hehe, iya ka. Kan aku selama ini ga pernah mengembalikan barang ke Indonesia. Semua ditumpuk disini. Jadi sekalinya dibawa pulang, banyak" Jelas Naya.

"Ri, buruan sini bantu angkatin. Nay, udah dulu ya" Panggilan itu terputus sesaat setelah laki laki itu berteriak meminta bantuan dari seseorang.

Dipikiran Naya, terbayang betapa repot kakaknya untuk membawa semua barang barangnya. Tapi Naya tidak peduli, ia merasa senang jika harus merepotkan kakak satu satunya itu.

*****

Kubo sudah menenggak dua botol sake malam ini, bahkan ia tidak pulang ke apartemen. Hatinya sedang tidak senang karena Naya akan pulang ke Indonesia esok hari. Ia ingin meminta Naya untuk tinggal, tapi ia tak bisa. Naya sudah begitu bulat untuk pergi meninggalkannya. Malam ini, didalam klub yang ramai, dipenuhi dengan suara suara musik DJ yang tak beraturan. Disekelilingnya, banyak orang orang menari bahkan sampai ke lantai. Baik orang orang yang saling mengenal,maupun baru saja mengenal.

Jika dipikir pikir, Kubo memang tidak mengerti kenapa ia bisa merasa begitu percaya pada Naya. Saat pertama kali Naya datang ke Jepang, Naya tidak tau apa apa, perempuan itu hanya lulusan universitas biasa di Indonesia, tidak punya pengalaman, dan bahkan bahasa Jepangnya sama sekali tidak bersertifikat. Namun saat melihat Naya ketika wawancara menggunakan panggilan Video. Kubo hanya perlu waktu sepuluh menit untuk melihat semangat perempuan muda membara. Dilihatnya perempuan yang penuh dengan keyakinan bahwa ia akan cepat memahami hal hal baru nantinya. Dan itu membuat Kubo yakin, bahwa Naya tidak akan membuatnya kecewa. Dan itu terbukti.

Beberapa hari pertama, saat Kubo juga baru memulai titik karirnya sebagai pimpinan perusahaan diusia muda. Ia sering melihat Naya menangis tersedu sedu dibalik meja, atau suara tangisan yang keras ditoilet selama beberapa waktu. Saat itu Kubo belajar untuk memahami siatuasi Naya, bahwa saat itu Naya kesulitan dalam pekerjaannya, terlebih lagi bahasa Jepangnya yang belum begitu fasih, dan diperparah dengan rindu akan kampung halaman yang terus menerus menghantuinya. Dan Kubo tidak bisa melakukan apapun selain mencoba untuk mengurangi rasa ketidaknyamanan Naya. Seperti mengubah menu kantin menjadi makanan Indonesia, menyiapkan bahan rapat sendiri, mencoba untuk menjelaskan ulang materi materi yang Naya tangani dengan menggunakan bahasa Inggris. Kubo begitu berusaha keras, hanya untuk mempertahakankan Naya. Naya, perempuan yang menemani Kubo memulai masa remajanya sebagai seorang penerus pemimpin perusahannya.

"Kamu tau ga, yang kamu siapkan semalaman ini semuanya salah" Teriak Kubo saat diawal awal kebersamaannya dengan Naya.

"Kamu harus tau, rapat ini penting buat saya. Sia sia kamu pulang malam kalau hasilnya tetap salah begini" Teriaknya lagi.

"Naya, kamu itu harus belajar teliti. Jangan terlalu banyak salah begini" Lanjutnya terus menerus memarahi Naya.

"Untuk apa saya bayar kamu tinggi kalau akhirnya saya juga yang harus mengerjakan hal kecil ini"

"Ini salah kamu, udah sekarang kamu pergi. Saya sedang tidak mau melihat kamu disini"

Kubo mengingat kembali semua yang pernah dia lakukan, terlebih hal hal buruk yang saat itu membuat Naya menangis beberapa kali. Tapi setelah hari itu, Naya berubah. Pikirannya kembali berputar putar, mengingat lagi kenangannya dengan Naya. Saat Naya sedang berjuang dengan dirinya sendiri.

"Belum pulang?" tanya Kubo saat melihat Naya masih dimejanya, sedangkan waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam.

Seisi kantor sudah sepi, hanya ada mereka berdua disana. Seluruh ruangan sekitar sudah gelap, hanya ruangan Kubo dan Naya yang lampunya masih menyala.

Naya menoleh, "Sepertinya aku ingin berhenti bekerja" Lirih Naya.

Kubo hanya mengangguk, ia kemudian mulai mengambil posisi duduk tepat didepan mejanya. Menghadap perempuan itu, sembari tersenyum tipis dan berusaha tetap tenang.

"Saya tidak akan melarang kamu, ataupun menanyakan alasan kamu. Saya hanya ingin menyampaikan satu hal" Jelas Kubo.

"Kamu belum memulai apapun, sejauh ini saya hanya berusaha membuat kamu terbiasa dengan sikap saya. Karena nanti, kamu akan lebih banyak menghabiskan waktu dengan saya daripada waktu yang kamu punya untuk sendiri. Tapi kalau ternyata kamu tidak bisa, saya tidak akan memaksa" Tambah Kubo.

Sejak saat itu, Naya mulai terus bekerja keras. Mulai mencari tau soal Kubo, bahkan ia tak segan untuk menanyakan hal yang ingin ia ketahui soal Kubo. Soal kebiasaan laki laki itu, masa lalunya, dan apa yang diinginkan Kubo. Kubo ingat, saat pertama kali ia pergi keluar negeri bersama Naya. Cina. Satu minggu sebelum keberangkatan, Naya begitu cerewet dan sibuk menyiapkan segala hal untuk Kubo. Untuk pertama kalinya, Kubo merasa nyaman saat pergi ke luar negeri dalam waktu yang lama.

Bagi Kubo, Naya tidak benar benar pergi. Perempuan itu sudah punya ruang sendiri dipikirannya. Naya akan selalu ada, dan selalu diingatnya.