webnovel

Semakin Erat

Naomi dan Rio tiba tengah malam di hotel. Dan tak ada satupun yang mempertanyakan kemana saja mereka pergi hari ini. Saat Naomi meminta Rio untuk tidur bersamanya malam ini, Rio hanya bisa tersenyum didepan pintu. Ia menyentuh kedua pipi Naomi dengan tangannya. Menatap lembut wajah perempuan itu lalu Rio mendekatkan wajahnya dan mencium Naomi tepat dibibirnya. Sedangkan Naomi hanya bisa diam membiarkan Rio mencium bibirnya dengan hangat. Saat tangannya memeluk erat tubuh Rio, ia baru bisa membalas ciuman Rio. Mereka semakin dekat, bahkan Naomi bisa merasakan tubuh mereka saling menempel meski matanya tertutup.

Semakin lama Naomi merasakan ciuman Rio yang semakin dalam, darahnya terasa naik. Detak jantungnya semakin cepat, dan nafasnya mulai tersenggal senggal kewalahan mengendalikan ciuman Rio yang semakin cepat. Saat Rio mulai menekan pinggang Naomi agar bisa lebih mendekat padanya, Naomipun semakin erat memeluk tubuh Rio. Sudah hampir lima menit mereka berciuman didepan pintu kamar Naomi, sampai akhirnya Rio menghentikan ciumannya. Ia menatap Naomi yang terlihat kewalahan dan melangkah maju agar Naomi bisa mundur perlahan dan masuk kedalam kamar.

Diikuti dengan pintu yang menutup perlahan, Rio kembali melumat bibir Naomi dan menekannya kedinding. Rio tak butuh ijin Naomi agar dapat terus melanjutkan hasratnya yang semakin tak terbendung. Lidahnya terus masuk menjelajahi setiap sudut mulut Naomi. Terdengar nafas Naomi yang terus memburu, dengan helaan nafas berkali kali karena Rio sama sekali tak memberinya jeda. Perlahan tangan kanan Rio mulai masuk kedalam baju Naomi dan menyentuh tubuhnya, diikuti dengan tangan Naomi yang berusaha menahan Rio. Namun usaha Naomi sia sia saat Rio sudah melepas tali bra Naomi. Bahkan kini laki laki itu kini bebas menyentuh seluruh bagian atas tubuh Naomi.

Selagi Naomi masih kewalahan menghadapi ciuman dan sentuhan tangan Rio, kedua tangannya juga berusaha meremas punggung Rio. Seluruh darahnya terasa mengalir begitu cepat.

"Inikah rasanya?" Pikir Naomi.

Saat tubuh Naomi mulai menegang, Rio menghentikan ciumannya. Membuat Naomi tersipu malu saat menatap mata Rio. Rio sendiri terlihat sudah tak bisa menahannya, ia mengelus lembut wajah Naomi dan menggendong lalu melemparnya keatas kasur. Mata mereka bertatapan sesaat, sampai akhirnya Rio menyentuh kembali tubuh Naomi. Ia mencium lembut bibir Naomi dan kemudian melepaskan semua baju yang dikenakan Naomi. Setelah mendapat persetujuan dari Naomi, Rio mulai melepas bajunya dan menutup tubuh mereka didalam selimut. Melakukan hubungan yang seharusnya tak boleh mereka lakukan.

*****

Kubo hanya bisa mematung saat melihat Naomi dan Rio sedang berciuman didepan kamar Naomi, ia masuk kembali kedalam kamarnya setelah pintu kamar Naomi menutup dengan perlahan. Ia masih bisa melihat apa yang Rio dan Naomi lakukan didalam kamar. Dengan Rio yang mendorong Naomi ke dinding lalu menciumnya, bahkan ia bisa melihat bahwa Naomi juga menikmati itu. Dan sama sekali tak ada perlawanan dari Naomi untuk semua yang dilakukan oleh Rio saat itu.

Pikiran Kubo berkecamuk, ia marah dan kecewa bersamaan saat menebak nebak apa yang mungkin dilakukan oleh Rio dan Naomi setelah pintu itu tertutup. Ia tak habis pikir karena Naomi membiarkan tubuhnya disentuh oleh Rio. Membiarkan laki laki itu menjelajahi tubuhnya, dan menerima semua perlakuan Rio. Kubo masuk kedalam kamarnya dengan membanting pintu. Ia melempar semua yang ada dihadapannya. Bahkan ia memecahkan kaca yang ada didalam kamar mandi lalu mulai membasuh tubuhnya dengan shower.

Air dingin yang mengalir dari shower mulai membasahi tubuhnya, ia membiarkan dinginnya air untuk mereda seluruh amarahnya. Darah mulai mengalir dari tulang telapak tangannya karena terkena pecahan kaca saat ia dengan emosi menghantam kaca tersebut. Darah itu mengalir dari tangannya dan hilang dibawa air. Bahunya mulai bergetar ia menutup wajahnya dengan kedua tangan lalu menangis.

Kubo berjongkok dan terus menangis, ia tak bisa menepis bayangan yang baru saja ia lihat. Dadanya terasa sakit dan sesak. Kubo ingin berpura pura bahwa ia sama sekali tak melihat apapun, namun bahkan setelah hampir satu jam dibawah guyuran air, air matanya masih terus mengalir.

*****

Naya sama sekali tak menyangka bahwa ia akan melihat Rio mencium Naomi saat pintu lift terbuka, bahkan Naya membiarkan pintu lift tertutup secara otomatis dan membawanya kembali ke lobi. Melihat Rio mencium lembut Naomi membuat hatinya hancur. Namun ia sadar bahwa ia sama sekali tidak punya hak untuk menghentikan itu semua. Apalagi memutus hubungan yang telah terjalin antara Rio dan Naomi. Itu kenapa dia memilih untuk kembali turun daripada harus bersikap canggung karena ketidaksengajaannya berada disana.

"Setiap hubungan pasti bisa terputus?" Guman Naya.

Perempuan itu memilih untuk duduk ditaman hotel, sembari menatap bulan yang hanya nampak setengah. Ia sedikit tertawa geli saat mengulang ulang kembali ucapan Kubo siang ini. Pikirannya penuh dengan dugaan dugaan tentang apa yang akan terjadi setelahnya. Bahkan saat pertama kali melihat Rio masuk kedalam kamar Naomi malam itu, sebenarnya Naya tak bisa berhenti berpikir soal apa yang dilakukan Naomi dan Rio semalaman berada dikamar Naomi.

"Setiap hubungan pasti bisa terputus?" Gumam Naya lagi kesal.

Kali ini nada suaranya terdengar lirih, menampakkan dirinya yang mulai runtuh. Setitik air mata turun dari sudut matanya. Kemudian diikuti oleh yang lainnya, semakin banyak sampai Naya terisak. Ia tak bisa menepis, bahwa hal yang paling berharga bagi seorang perempuan mungkin telah Naomi serahkan pada Rio, dan membuat ikatan hubungan diantara Naomi dan Rio semakin erat. Bahkan mungkin tak lagi bisa terputus.

Naya merasa kasihan pada dirinya sendiri, bahwa ia pernah berharap mungkin hubungan antara Naomi dan Rio akan terputus suatu saat nanti dan memberinya kesempatan. Bahwa ia berharap bahwa apa yang selama ini ia pikirkan soal hubungan Naomi dan Rio tidak seerat itu dan akan merenggang. Kemudian ia malu, ia malu pernah berpikir seperti itu setelah melihat bagaimana Rio dengan lembut mencium Naomi dan menyerahkan seluruh perasaannya untuk hubungan itu. Didalam tangisannya, Naya kemudian tertawa pedih. Bahkan malam itu, sama sekali tak terlihat bintang untuk sedikit menghibur Naya.

"Nay, kamu kenapa?" Ucap Iksan panik saat melihat Naya duduk sendirian sembari menangis.

Naya tak menjelaskan apapun, dengan mata sembab ia memeluk Iksan dan menahannya.

"Aku merasa sakit ka"

Iksan mulai mengerti dan tersadar maksud dari ucapan Naya, ia hanya bisa mengelus punggung Naya dengan lembut.

"Aku sudah bilang, jangan sampai suka. Akhirnya, kamu sendiri yang sakit ngeliat mereka sedekat itu" Ucap Iksan berusaha menenangkan.

"Naomi dan Rio, mereka bukan pasangan biasa Nay. Hubungan mereka sudah dirajut sejak dulu. Hubungan yang kokoh. Tanpa status namun kuat"

"Mereka saling mengerti tanpa berbicara, bahkan jarak dan waktu bukan halangan" Lanjut Iksan,

"Dan kalau kamu mau coba masuk kedalamnya, kamu bahkan sama sekali ga akan bisa menemukan pintu masuk untuk menuju kesana"

Naya hanya bisa mendengarkan ucapan Iksan sampai akhirnya perasaannya mulai tenang. Perasaan sedih itu mulai berganti dengan perasaan sesal. Ia menyesal karena tak bisa menahan perasaannya untuk Rio. Bahkan ia menyesali setiap hal kecil yang ia rasakan untuk Rio. Seperti rasa nyaman, tenang, dan senang saat bersama Rio. Ia menyesal pernah tertarik dan menyukai setiap detail kecil yang membuatnya terus mengingat soal Rio.

"Bolehkan aku tetap menyimpan perasaan ini?" Pikir Naya.

*****

Sinar matahari pagi mulai masuk melalui celah gorden kamar, Naomi tersenyum saat sadar bahwa Rio masih tertidur disampingnya. Wajahnya tersipu malu saat mengingat kejadian semalam. Ia menatap wajah Rio dan menyentuh wajah Rio dengan jari telunjuknya. Jarinya terus bergerak mengikuti garis wajah Rio,dan berhenti dibibir Rio.

"Awwwww" Teriak Naomi saat Rio menggigit jari telunjuknya.

"Sakit tau" Gerutu Naomi kesal.

Rio hanya terkekeh geli, ia menarik Naomi lagi dalam pelukannya. Tubuh mereka yang masih belum mengenakan baju kembali saling bersentuhan dibalik selimut putih. Rio menumpu dagunya dibahu Naomi. Dan memeluknya dari belakang.

"Maaf Nao" Ucap Rio pelan.

"Maaf kenapa?" Tanya Naomi.

"Aku gabisa jaga kamu dan sama sekali nggak menghargai kamu" Jelas Rio.

Naomi tersenyum, ia menggenggam erat tangan Rio dan memeluk tangan Rio didadanya.

"Aku juga mau kok, jadi jangan ngerasa bersalah" Gumamnya.

Drrrttttt ! Drrrrrrtttt !

Ponsel Naomi terdengar bergetar karena disimpan diatas meja, ia mencoba meraih ponselnya tanpa harus turun dari kasur. Dengan mata yang menyipit Naomi berusaha membaca pesan yang dikirimkan oleh Kubo pagi ini.

"Hah? pulang?" Teriak Naomi setelah membaca pesan tersebut.

Naomi segera menghubungi Kubo, namun panggilannya ditolak berkali kali. Ia kemudian beranjak dari tidurnya dan bergegas mandi untuk membersihkan tubuhnya. Setelah mandi, Naomi memasukkan seluruh baju dan perlengkapannya kedalam koper. Sedangkan Rio menatapnya dengan penuh tanda tanya.

"Kamu mau kemana?" Tanya Rio.

"Kubo tiba tiba mau pulang ke Jepang, ada urusan mendadak katanya" Ucap Naomi tanpa melihat kearah Rio.

"Sekarang?" Rio sedikit cemas.

"Iya" Singkat Naomi.

Rio menyenderkan tubuhnya diranjang, dan memasang wajah kecewa. Setelah membereskan seluruh perlengkapannya ke koper, Naomi duduk disamping ranjang dan mencium Rio dengan hangat. Ciumannya semakin dalam saat Rio mendorong tubuh Naomi kedalam pelukannya.

"Bukan salah kamu" Ucap Naomi saat ia berhasil melepaskan dirinya dari Rio.

"Aku pergi dulu ya, kamu jaga diri. Semangat terus. Nanti aku kabarin kalau aku sudah sampai di Jepang" Pamit Naomi.

Saat Naomi turun ke lobi, sebuah mobil hitam sudah menunggu dengan Kubo yang berada didalam mobil. Naomi masuk kedalam mobil sembari menyeret dan memasukkan koper kedalam bagasi. Ia tersenyum saat melihat Kubo, meski Kubo sama sekali tak menoleh padanya.

"Tangan kamu kenapa?" Tanya Naomi saat ia melihat telapak tangan Kubo yang dibalut dengan perban putih.

"Kamu luka dimana? Kenapa ga ngabarin aku?" Tambah Naomi.

Kubo menepis tangan Naomi yang berusaha menyentuh tangannya. Matanya menatap lurus kearah jalanan Jakarta yang sudah mulai padat dipagi hari. Meski Naomi terus berusaha mencairkan suasana, Kubo sama sekali bergeming. Ia tak merespon semua pertanyaan Naomi, dan sama sekali tak mendengarkan. Bahkan saat ada dipesawat, tempat duduk mereka terpisah. Kubo memilih untuk membeli tiket pesawat dikelas bisnis, dan membiarkan Naomi duduk sendirian.

Pertanyaan pertanyaan mulai bermunculan dipikiran Naomi, bersamaan dengan perasaan khawatir telah terjadi sesuatu pada Kubo. Ia juga berusaha mengirimkan beberapa pesan pada Naya untuk menanyakan soal Kubo. Namun pesannya sama sekali tak direspon oleh Naya.