webnovel

Pulang

Naya menarik dirinya saat mendengar suara Naomi dan Kubo sedang berdiskusi, ia ingin berpamitan. Tepat empat jam sebelum pesawatnya terbang. Ia mengambil sedikit jarak meski bandara tidaklah jauh dari kantor. Sejak pagi tadi, beberapa kali Naya enggan untuk menemui Kubo dan menghindarinya melalui Naomi. 

Bahkan ia lebih memilih berpamitan terlebih dahulu pada orang tua Kubo siang tadi saat mereka berkunjung kekantor. Lalu berpamitan dengan orang orang seisi kantor, ia menerima banyak hadiah. Sejujurnya, hadiah dari perusahaan atas dedikasinya bukanlah hadiah kecil. Namun Naya berharap, bahwa setidaknya Kubo akan mengantarnya ke Bandara untuk mengucapkan salam perpisahan. Tapi saat melihat Kubo dan Naomi begitu sibuk hari ini, ia menjadi ragu.

Perempuan itu duduk, disamping pagar atap perusahaan. Dihirupnya udara segar sore hari dalam dalam sampai bahunya turut ikut turun naik. Semakin ia menghitung waktu keberangkatannya, dadanya semakin sesak. Seperti ada sesuatu yang ingin melawan dari dalam dirinya. Sekilas bau kopi melewatinya, membuat ia harus membalikkan tubuh.

"Naya san" Sapa Hiruto saat Naya tersenyum melihat laki laki itu sembari menyodorkan segelas kopi.

"Ah terima kasih" Ucap Naya.

Mereka berdua akhirnya hanya terdiam, memandangi kota dari ketinggian. Sembari menikmati kopi hangat yang dibawa Hiruto. Hanya itu yang bisa Hiruto lakukan untuk mengucapkan selamat tinggal pada Naya. Ia akan pulang, kembali pulang pada tempat ia berada seharusnya. Meski sadar telah banyak menghabiskan waktu disana, naya akhirnya terjebak. Ia justru merasa buntu saat membayangkan apa yang akan ia lakukan setelah pulang, ketakutan membelenggunya, ia takut bahwa kehidupannya akan berubah. Ia takut bahwa waktu akan mengambil semua kenangannya disini. Fakta bahwa ia suka berada disini, meski harus terus terjebak dan mengorbankan banyak hal.

Waktu keberangkatannya telah tiba setelah Hiruto mengingatkannya, setelah mengambil nafas dalam ia menegakkan bahunya dan berbalik berjalan menuju kantor untuk berpamitan serta mengambil sisa sisa barangnya. Saat tiba dikantor, Naya tak melihat Kubo dan Naomi disana. Ruangan itu kosong, sejenak Naya diam dan mulai meminta Hiruto untuk mengambil gambar seisi ruangan kantor dengan Naya yang berdiri tepat disamping meja Kubo. Sebagai kenang kenangan, bahwa ia pernah ada disana. Bahwa ia pernah mendampingi laki laki itu dalam masa yang singkat.

"Aku pulang, terima kasih karena telah mengajarkan banyak hal padaku" Ketik Naya.

Mengingat waktu yang singkat, Naya segera bergegas dari ruangan kantor dan menyeret kopernya menuju lobi. Dengan kepala menunduk ia berusaha sekuat tenaga agar tidak menangis, segaris senyuman terus menghiasi bibirnya saat berpapasan dengan teman teman kantornya.

"Terima kasih" PIkir Naya berkali kali dalam benaknya.

Naya dibawa Hiruto untuk sampai ke bandara. Saat tiba disana, tiba tiba air matanya menetes saat melihat Kubo dan Naomi sudah berdiri menunggu kedatangannya. Rupanya Kubo dan Naomi sudah lebih dulu sampai di bandara untuk mengantar kepergian Naya, Dengan sebuah bunga ditangan Kubo, ia tersenyum melihat mobil yang membawa Naya.

Laki laki itu memberikan bunga pada Naya sesaat setelah Naya turun dari mobil. Disusul dengan dua buah jinjingan sebagai hadiah untuk Naya dari Kubo. Sebelum Naya berangkat, mereka sempat menikmati segelas kopi dibandara sembari bercerita banyak hal. Kedatangan Kubo disana menegakkan kembali tubuh Naya. Menumpuk kepercayaan dirinya bahwa Kubo tidak akan melupakannya. Bahwa Kubo pasti akan mengingat Naya yang pernah hadir dihidupnya meski sesaat. Naya yakin, dan semakin yakin.

Berjalan pulang masuk kedalam bandara, artinya Naya telah benar benar melepas mimpi yang selama ini ia perjuangkan. Perempuan itu tidak menoleh sekalipun meski ingin. Ia tidak ingin menoleh dan luluh kembali pada mimpi mimpinya. Kedua tangannya menggenggam keras pada seikat bunga dan jinjingan yang baru saja diberikan oleh Kubo serta Naomi. Ketakutan yang membelenggunya, seolah olah pudar sampai ia merasa dapat bernafas lega.

Ia pulang, dan memilih untuk melepaskan segala mimpi yang selama ini ia genggam erat. Meski tak mudah, namun ia akan melanjutkan perjalanannya ditempat lain.

*****

"Ri, ayo ikut" teriak Iksan membangunkan Rio dari mimpi indahnya.

Itu hari sabtu, dan Iksan sudah muncul dihadapan Rio tepat jam enam pagi. Dengan pakaian rapi, sampai membuat Rio yang baru saja bangun dari tidurnya tertawa terbahak bahak.

"Mas lu ga salah pakai pakaian begini" Tegur Rio.

"Si Hana nih, gue disuruh pakai beginian. Dia pikir gue mau kondangan apa, segala pake kebaya juga tuh si Hana" Gerutu Iksan.

"Udah buruan, turun lu. Hana udah nungguin dibawah" Tambah Iksan.

"Kemana? gue belum mandi" Ucap Rio.

"Bandara" Singkat Iksan sembari melempar jaket milik Rio keatas kepala laki laki itu dan menyeretnya tanpa ampun.

Rio terus menggerutu saat ia dipaksa masuk kedalam mobil yang masih menyala diparkiran, didalamnya ada Hana yang sibuk dengan ponselnya. Hana hanya bisa mengernyitkan dahi saat melihat tamppilan Rio yang berantakan. Dengan kaos oblong, ditambah celana tidur berwarna biru dan rambut yang masih acak acakan, Serta jaket yang disimpan dibahunya secara asal ditambah sendal jepit yang membuat penampilan Rio tak mengesankan dilihat dari sudut manapun. Laki laki itu hanya menggenggam sebuah ponsel ditangan, dan masuk kedalam mobil.

"Mau jemput siapa kita?" Tanya Rio kesal.

Dia diam sejenak, lalu matanya mulai membesar "Jangan bilang Naomi kasih kejutan ke gue dengan pulang mendadak? pantes semalem gue telpon ga aktif, dia lagi dipesawat kayak..."

Prakkkk!

Sebungkus roti mendarat diwajahnya dan membuat Rio berhenti berbicara, Hana yang melemparnya.

"Mangkannya itu otak jangan diisi mulu sama kartun, banyak mengkhayal kan lo jadinya" Ucap Hana disambut dengan tawa Iksan.

"Inget kan, gue bilang adik gue mau balik? Nah, kita mau jemput ke bandara. Dia udah sampe ke Jakarta kemarin, langsung ke Bandung hari ini" Jelas Iksan.

"Owwwwwwhhhhhhhhhh" Balas Rio panjang sembari menyenderkan tubuhnya ke kursi.

"Ade gue cantik,awas lo jangan naksir ya" Goda Iksan.

"Idih males, kakaknya aja gila kayak lo. Gue sih yakin, ade nya juga ga jauh jauh dari elo kelakuannya" Bantah Rio.

"Lagian, sampe lo naksir sama dia. Gue orang pertama yang bakal ngehajar lo" Timpal Hana.

"Tapi ade gue yang satu ini beneran cantik Ri" Ucap Iksan lagi.

"Yaudah, liat aja nanti gue naksir apa gak" Goda Rio.

"Sialan" Hana mendengus.

Dengan penampilan mereka bertiga yang terkesan aneh, tak ayal membuat orang orang yang melewati mereka akan kembali memandangi mereka dengan heran. Iksan memakai kemeja berwarna merah terang dibalut jas berwarna putih lengkap dengan celana hitam dan sepatu pantofel, Hana memakai kebaya dan rok kain dengan warna senada milik Iksan. Dilengkapi hak tinggi yang tingginya lebih dari lima senti. Sedangkan Rio yang membuntuti mereka berpakaian seadanya.

"Selera istri lo aneh banget si mas" Bisik Rio, dibarengi dengan pukulan ditangan Rio.

Mereka sudah menunggu sekitar satu jam lamanya, namun adik Iksan tak kunjung terlihat. Kaki Rio sudah pegal berdiri, sedangkan Hana dan Iksan masih sabar menanti dengan mata yang penuh harap dan teliti. Seolah olah takut kehilangan sosok adiknya.

"Lo yakin nih adik lu bakal datang" Tanya Rio penasaran.

"Yakin lah, dia udah fotoin tiket pesawatnya kemaren ke gue" Jawab Iksan tegas.

"Ga mungkin kan itu pesawat isi bensin dulu diatas, atau jalanan diatas langit macet. Salah kali lo" Tambah Rio.

"Gue tadi cek pesawatnya udah sampe, setengah jam sebelum kita sampe disini. Mungkin adik gue ke toilet sebelum keluar. Atau lagi nunggu koper" Jelas Iksan.

Hana dan Rio menoleh memandangi Iksan dengan tajam, mereka merasa kesal dengan jawaban yang baru saja dikeluarkan oleh laki laki itu.

"Terus ngapain kita nunggu disini? Dia pasti udah keluar sejak satu jam setengah yang lalu Iksan" Ucap Hana kesal.

Perempuan itu mencubit perut Iksan sampai dia menjerit kesakitan, diseretnya iksan menjauh dari kerumunan orang disana. Riasannya yang mulai luntur semakin mempertegas ekspresi marah Hana. Sebenarnya jika dilihat lihat, Hana cukup punya wajah yang garang dibalik sikapnya yang lembut dan perhatian.

"Kak" Teriak seorang perempuan dari kejauhan menyelamatkan Iksan dari siksaan Hana. Membuat Iksan tersenyum sumringah melihat perempuan itu berdiri dihadapannya.

Perempuan itu menggunakan kaos oblong kebesaran dan celana bahan, dengan sebuah tas hitam kecil menyilang ditubuhnya. Rambut yang panjang sebahu milik perempuan itu mengingatkannya pada Naomi, terlebih kacamata bulatnya yang mulai turun melalui pangkal hidung.

"Aku udah nungguin sejam lebih. Kesel" Gerutu perempuan itu saat Iksan memeluknya.

"Kak Hana, cantik banget pake kebaya" Sapa perempuan itu pada Hana.

"Kok bisa sampe lebih cepet?" Tanya Iksan.

"Iya, tadi diatas langit ga macet. Jalanan pesawat mulus diatas, kayaknya mereka udah ada dana buat bikin aspal diatas. Sama tadi pesawat ga isi bensin dulu'" Canda perempuan itu.

"Idih jelas jelas sebelas dua belas nih otaknya sama mas iksan" Pikir Rio.

"Ini temen kaka, Rio" Ucap Iksan mengenalkan Rio pada adiknya.

"Naya" Jawab perempuan itu.

Akhirnya mereka bertiga pulang setelah menikmati sarapan dibandara, Rio diantar pulang sampai kost-an. Sedangkan Naya dibawa kerumah Hana. Naya tidak membawa banyak barang, karena sebelumnya semua barang barangnya dikirim ke Jakarta. Naya hanya membawa beberapa baju, terlebih ia juga masih ingin mencari tempat kost yang nyaman di Bandung sebelum benar benar memutuskan untuk tinggal disana.

"Maaf ya ga ketemu di Jakarta kemarin. Sibuk" Ucap Iksan.

"Ga apa ka, kemarin juga mama sama papa jemput ke bandara" Jawab Naya.

"Akhirnya pulang juga si maestro Naya" Ledek Iksan.

"Ih apaan si" Sanggah Naya.

"Tadi itu Rio, temen yang pernah aku ceritain itu" Jelas Iksan.

"Yang suka bantuin?"

"Iya"

"Wahhh, akhirnya aku ketemu dia juga ya. Setelah selama ini cuma denger lewat cerita ka Iksan aja"

"Iya"

"Tapi kok..."

"Lusuh? berantakan? Ga mencerminkan kehebatan dia?"

"Hehe iya" Jawab Naya malu karena Iksan membaca pikirannya.

"Iyalah jelas, orang baru bangun tidur diganguin kakak mu, abis itu diseret kedalem mobil tanpa dikasih waktu buat cuci muka ataupun sikat gigi" Ucap hana sebelum Iksan menjawab.

Mereka tertawa dan berbincang sepanjang malam, sampai pukul tiga dini hari.