webnovel

Mulai Pulih

Wajah Rio pucat saat duduk di Lorong rumah sakit, sudah satu jam Naomi berada diruang pemeriksaan Bersama dokter. Semalam, setelah Naomi tenang dan tertidur pria itu tetap terjaga. Ia khawatir Naomi akan melakukan hal buruk, jadi segera setelah Naomi terbangun. Rio langsung mengajaknya pergi ke rumah sakit untuk memeriksa keadaan Perempuan itu. 

Drrttt! Drrrttt!

"Halo mas" Ucap Rio setelah mengangkat telpon.

"Naomi gimana Ri?" Tanya Iksan diujung telpon. 

"Gatau mas, semalam Naomi berusaha untuk bunuh diri. Dia bilang, ini semua mimpi dan dia harus bangun dari mimpi ini. Dia pikir, mungkin mati adalah cara supaya dia bisa bangun dari mimpinya" Jelas Rio.

"Sekarang Naomi lagi konsultasi, gue ga boleh masuk. Nanti setelah dia keluar, gue kabarin ya mas" Lanjut Rio.

"Iya Ri, kabarin ya. Gue khawatir kalau keadaannya sampai separah itu. Oh iya Ri, maaf banget gue ngerepotin. Setelah balik dari rumah sakit, lo bisa balik dulu ke kantor ga Ri? Klien yang dari Jepang, inget kan? Dia minta rapat sebelum mereka datang ke Indonesia. Kira kira bisa ga ya Ri?" Tanya Iksan ragu ragu. 

Rio diam sebentar, ia menimbang nimbang permintaan Iksan. Memang Rio sudah ijin hampir seminggu untuk mengurus kepulangan Naomi. Pria itu menghela nafas karena merasa tak enak, terlebih beberapa projek jadi mundur karena keabsenannya.

"Boleh mas, nanti gue ke kantor. Tapi kalau gue bawa Naomi, ga masalah kan ya? Gue ga mungkin ninggalin dia sendirian dirumah mas" Pinta Rio. 

Iksan menyetujui permintaan Rio, pria itu lalu menghubungi Hana agar ia juga bisa datang ke kantor untuk sementara menemani Naomi. 

Setelah pemeriksaan selesai, Naomi keluar dari ruangan dan tersenyum lebar saat melihat Rio. Ia memeluk Rio, dan menggandeng tangannya. Sepertinya Naomi sudah mulai pulih. 

"apa kata dokternya?" tanya Rio penasaran.

"Efek samping koma aja, nanti akan pulih sendiri. Perasaan bingung karena semuanya berubah setelah bangun dari koma" Jelas Naomi singkat.

Rio merasa lega, ia berjalan menuju parkiran dan mulai mengemudikan mobilnya dengan tenang. Naomi hanya diam sepanjang perjalanan sampai akhirnya mereka tiba di kantor Iksan.

"Wah, jadi ini kantor Mas Iksan" Naomi berdecak kagum saat pertama kali masuk.

"Hai Nao!" Sapa Hana yang baru saja muncul dari balik pintu, dari dalam ruangan rapat Iksan melambaikan tangannya menyuruh mereka semua masuk.

Rio, Hana dan Naomi masuk kedalam ruangan rapat kecil. Iksan tertawa riang saat mereka masuk bersamaan.

"ada apa ni rame rame kesini? Mirip anak bebek lagi digiring sama yang punya" Ledek Iksan.

"Sialan lo!" Gerutu Rio.

Naomi dan Hana tertawa bersamaan.

"Nao, gue pinjem Rio dulu sebentar ya. Ada rapat penting yang gabisa ditinggal, mungkin dua atau tiga jam. Ga apa kan? Lo tunggu disini, atau mungkin bisa jalan jalan sama mba Hana" Ucap Iksan.

Naomi mengangguk, setelahnya ia dan Hana hanya berdua didalam ruangan sembari memakan beberapa cemilan yang disajikan iksan. 

"Mba, boleh pinjam hapenya?" Tanya Naomi.

Hana mengangguk, ia merogoh ponselnya dari dalam kantong celana dan menyerahkannya pada Naomi. Sekali lagi Naomi berusaha mencari tau tentang Kubo dan yang lainnya. Meski telah berkonsultasi, itu semua tak membuatnya cukup puas. Matanya terus memindai sampai Ia tak menyadari Hana yang terus menerus memanggilnya. 

"Nao cukup!" Teriak Hana sembari merampas ponselnya dari tangan Naomi. 

Naomi baru tersadar setelah beberapa saat, ia mulai menangis. Kedua tangannya dikatupkan agar menutupi wajahnya. Ia menangis, bahunya bergetar.

"Mba aku takut, aku takut kalau ini adalah mimpi. Aku bingung mba, pada kenyataan apa aku harus berpijak" Jelas Naomi terbata bata.

Hana mengusap air mata Naomi dengan lengan bajunya. Ia menegakkan bahu Naomi, lalu menatapnya dalam.

"Entah ini kenyataan atau mimpi, kamu harus hidup Nao. Apapun yang terjadi. Dikenyataan ataupun didalam mimpi, kamu berhak hidup dan ga boleh melakukan hal bodoh. Jalanin aja Nao, kalau sudah waktunya kamu bangun kamu akan terbangun, ga ada yang perlu kamu khawatirkan atau takutkan. Lakukan saja apa yang bisa kamu lakukan, sembuhkan diri kamu, hidup normal seperti biasa, biar waktu yang akan jawab" Ucap Hana penuh penekanan.

Ucapan Hana benar benar terasa pada Naomi, ia Kembali ingat saat itu Ketika ia meminta saran pada Hana untuk menerima lamaran Rio atau tidak. Seketika Naomi tersadar, bahwa mungkin saat inilah kenyataannya. 

Setelah sedikit tenang, Iksan tiba tiba masuk keruangan dengan wajah panik. 

"Nao, kamu bisa Bahasa Jepang kan?" tanya Iksan langsung.

Naomi mengangguk ragu.

"Bisa bantu sebentar?" Iksan meminta bantuan.

Naomi mengangguk sekali lagi, ia mengikuti Iksan untuk masuk kedalam ruangan rapat. Beberapa orang memperhatikannya karena terlihat seperti anak baru. Ia melihat sebuah layar besar, Rio duduk tepat disamping kursi kosong tempat Iksan membawanya, sembari tersenyum tipis.

"Berdiri disini gapapa kan?" Tanya Iksan.

Naomi mengangguk, tak lama sebuah panggilan mulai tersambung. Dari layar besar itu, muncul wajah yang ia kenali, dengan latar belakang yang sangat ia kenal. Kantor tempat Kubo berada.

"Kami juga memiliki penerjemah disini, jadi anda bisa memberikan dokumen yang anda miliki tanpa Bahasa Inggris. Kami akan mencoba memahaminya disini" Ucap Iksan. 

Naomi sedikit tertegun saat melihat Kubo, namun lamunannya tersadar saat Iksan mencolek lengan Naomi dan bertanya tentang dokumen yang baru saja dibagikan oleh Kubo. 

"Nao, ini apa?" Bisik Iksan.

Naomi mengambil pulpen dari atas meja, ia berusaha menerjemahkan dokumen tersebut agar Iksan mulai mengerti. Dari layar tersebut, Kubo juga mulai menjelaskan hal hal yang ia butuhkan saat tiba di Indonesia. Kubo tidak mengenali Naomi meski wajahnya juga Nampak dilayar. Meski mereka saling bertatap beberapa kali karena Iksan terus menerus bertanya. 

"Terima kasih karena telah membantu saya, sekretaris saya tiba tiba masuk rumah sakit pagi ini. Tapi rapat tak bisa dimundurkan, saya pikir berkomunikasi dengan Bahasa Inggris akan mudah. Tapi beberapa dokumen tetap menggunakan Bahasa Jepang. Untung sekali ada anda" Ucap Kubo menutup pembicaraan.

Naomi tersenyum getir, "Tidak apa apa, aku senang bisa membantu" Ucap Naomi lagi. Perempuan itu sedikit kecewa.

Setelah itu rapat selesai, Kubo mematikan layarnya dan terdengar suara Iksan yang merasa lega. Beberapa orang keluar dari ruang rapat dan hanya tersisa mereka bertiga. 

"em, mas. Aku rasa kamu harus menghubungi Naya, dia masuk rumah sakit pagi ini" Ucap Naomi.

Iksan membulatkan matanya, ia sedikit terkejut dengan ucapan Naomi. "Kamu tau soal Naya?" Tanya Iksan keheranan.

Naomi tersenyum canggung, ia tak mungkin menjawab jika ia sudah mengenal Naya dari mimpinya.

"Emmhh, Kubo tadi bilang kamu harus menghubungi Naya untuk rapat selanjutnya. Tapi pagi ini, sekretarisnya yang Bernama Naya itu tiba tiba masuk rumah sakit" Jelas Naomi sedikit gugup.

"ahhhh begitu! Baiklah, aku akan menelponnya" Ucap Iksan, pria itu kemudian keluar ruangan tanpa curiga. 

Setelah semuanya selesai, Naomi dan Rio pulang kerumah. Rio berkali kali memperingatkan Naomi agar tak melakukan hal buruk dan Perempuan itu hanya tertawa kecil.

"Mas Iksan tadi bilang, mungkin setelah pulih kamu bisa gabung ke perusahaannya. Perusahaan mas Iksan juga beberapa kali Kerjasama dengan klien dari Jepang, mungkin kamu bisa bantu jadi penerjemah. Kebetulan, kadang dia kesulitan kalau harus terus sewa dari luar" Rio menambahkan.

Naomi mengangguk, "Akan aku pertimbangkan".

Karena merasa Lelah, Naomi melempar tubuhnya keatas Kasur. Meski tinggal serumah, Naomi dan Rio tidur dikamar yang terpisah. Ia menatap sekelilingnya, rupanya tak ada apapun didalam kamarnya kecuali sebuah Kasur dan lemari. Rio telah menyingkirkan semua hal yang berbahaya dari kamar Naomi, ia juga mengunci pintu dapur dan memastikan tak ada gelas atau kaca diruang tamu. 

Sudah Tengah malam, Naomi terbangun dari tidurnya. Ia perlu ke kamar mandi, setelah keluar dari kamarnya. Ia melihat Rio yang sudah tertidur didepan laptopnya. Kepalanya bersandar pada sofa, pria itu ketiduran sampai lupa melepas kacamatanya. Naomi menghampiri Rio, ia melepaskan kacamata Rio dan membaringkannya di Sofa. Naomi mengambil selimut dari kamar Rio dan membalutnya dengan selimut. 

Naomi juga ikut bersandar di sofa, sembari menatapi wajah Rio.

"Seharusnya aku bersyukur, ada Rio disini. Meski ini mimpi, aku tetap ingin bersamanya. Semuanya bisa dimulai Kembali. Aku tak perlu merasa sedih karena harus putus dengannya" Gumam Naomi yang Kembali berpijak pada kenyataan. Perlahan Ia mulai pulih.