webnovel

Kali Kedua

Waktu sudah menunjukkan lewat dari tengah hari, hari ini Naomi diantar kerja oleh Hiruto sendirian. Sedangkan Kubo harus pergi ke restoran untuk menjamu kliennya. Naomi dipaksa untuk tidak ikut meski telah bersikeras agar bisa menemani Kubo. Setengah hari ia disibukkan dengan persiapan persiapan keluar negeri Kubo untuk akhir minggu ini. Terlebih puluhan tumpukan dokumen yang harus Kubo setujui sebelum ia pergi keluar negeri.

Naomi tidak diberitahu apapun soal detail negara apa yang akan mereka kunjungi akhir minggu ini. Tak seperti biasanya, bahkan tiket dan seluruh dokumen yang diperlukan diurus oleh orang lain. Membuat Naomi terus bertanya tanya soal negara yang akan dia kunjungi bersama Kubo. Kali terakhir, mereka pergi keluar negeri adalah Korea. Dan itupun meninggalkan kenangan buruk baginya dan Kubo.

"Rahasia" Ingat Naomi saat ia mempertanyakan soal kepergian mereka.

Ia mengingat ingat lagi perlakuan Kubo pada dirinya. Kekakuan sikap Kubo hanya bertahan beberapa hari setelah ia bersikap tak adil pada Naomi sebelum hari pertunangannya. Setelah itu Kubo mulai lagi rutin untuk datang ke apartemen Naomi hanya sekedar menikmati sarapan dan makan malam yang Naomi buat. Bahkan terkadang mereka makan malam diluar bersama, seperti seorang teman. Naomi juga sudah menepis segala perasaan yang pernah diungkapkan Kubo padanya. Ia tak lagi ambil pusing soal perasaannya, dan membuangnya jauh jauh.

Terlebih Takai juga sudah lebih sering datang hanya untuk mengunjungi Kubo. Terakhir kali Takai datang ke kantor dengan melewati Naomi begitu saja. Ia diabaikan dan dianggap tak ada. Naomi tak tau apa yang membuat Takai bersikap buruk padanya, namun ia yakin seratus persen bahwa Takai membencinya. Tak lama Kubo datang dari luar, ia masuk dengan segaris senyuman di ujung bibirnya seperti sedang menahan senyuman lebar. Tanpa menyapa Naomi, ia bersenandung melewati perempuan itu. Sampai tak lama setelah itu, telpon meja Naomi berbunyi.

Ia beranjak dari kursinya, sembari membawa tumpukan dokumen yang sudah ia siapkan sejak tadi pagi. Tumpukan dokumen yang banyak mempuat perempuan itu harus membuka pintu ruangan Kubo dengan tubuhnya, lalu ditaruhnya diatas meja kerja Kubo. Laki laki itu hanya menggelengkan kepala melihat apa yang Naomi bawa, tapi kemudian ia tersenyum lagi saat melihat Naomi duduk dihadapannya. Kubo mengabaikan Naomi dan sibuk mencari sesuatu diponselnya sampai Naomi harus mendengus kesal. Tak lama ponselnya berbunyi, menandakan sebuah pesan masuk ke ponselnya. Ia tak berani membuka ponselnya saat sedang bekerja dan dihadapan Kubo. Khawatir Kubo akan mengganggapnya tak punya etika saat bekerja.

"Baca aja pesannya, itu pesan dari" Ucap Kubo sembari senyum senyum tak jelas.

"Akukan didepan kamu, kenapa harus kirim pesan segala" Keluh Naomi.

"Ini sesuatu yang nggak bisa disampaikan lewat ucapan" Jelas Kubo masih tersenyum senyum tak jelas.

Laki laki itu melempar senyuman lebar pada Naomi, dan mempersilahkan Naomi membuka ponselnya dengan kedua tangannya. Naomi merasa aneh dengan perilaku Kubo, ia pun merogoh kantong blazernya dan membuka pesan yang baru saja Kubo kirimkan. Naomi membaca pesan yang baru saja ia terima dari Kubo, sebuah tiket pesawat.

"Jadi kita bakal ke Indonesia?" Tanya Naomi memastikan.

Kubo tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

"Kejutan" Ucap Kubo.

Naomi mengangguk senang, ia menarik nafas dalam sebelum kemudian menyodorkan tumpukan bekas berkas mendekat pada Kubo. Semangatnya meningkat berkali kali lipat.

"Emmm, mohon tanda tangan semua berkas ini hari ini" Gumam Naomi pelan.

Mata Kubo melotot saat melihat tumpukan berkas itu, "Tolong bacakan untukku. Baru aku akan menanda tangani semua ini" Pintanya.

"Kan kamu bisa baca sendiri, masih banyak yang harus aku lakukan"

"Aku gak kasih kejutan ini gratis" Ucap Kubo, "Kita ke Indonesia juga untuk urusan bisnis"

"Tapikan kamu dapat keuntungan dari perjalanan bisnis ini" Naomi menghindar.

Naomi menggerutu sepanjang membantu Kubo, Ia tidak habis pikir dengan kelakukan Kubo yang memanfaatkan posisinya dan perjalanan bisnis itu. Namun tak bisa dipungkiri bahwa ia bisa mengambil sedikit kesempatan saat pulang ke Indonesia. Ia takkan memberitau Rio soal perjalanan bisnisnya dengan Kubo, ia juga berencana untuk memberi kejutan pada Rio.

"Bisa aku pulang duluan? Aku harus membeli beberapa barang untuk oleh oleh saat pulang ke Indonesia" Naomi merajuk.

Kubo hanya mengangguk sembari masih sibuk memeriksa beberapa dokumen yang tersisa, setelah Naomi membereskan seluruh barang barangnya di meja, ia kembali ke ruangan Kubo.

"Aku ga bisa masak makan malam hari ini, jadi belilah makan diluar"

Ucapan Naomi pada Kubo membuat Kubo menutup seluruh dokumen yang masih harus ia cek, ia membereskan mejanya dan menyimpan laptopnya ke tas. Lalu beranjak dari duduknya.

"Kalau gitu, aku akan makan malam diluar denganmmu" Ucap Kubo.

"Tapi aku harus berbelanja beberapa barang, dan mungkin akan banyak" Jelas Naomi.

"aku juga gabisa makan sendirian malam ini" Paksa Kubo.

"Kalau gitu, kamu juga harus membantuku membawa semua barang barang itu nanti" Pinta Naomi.

"Baiklah" Ucap Kubo setuju.

Malam itu Naomi membeli banyak hal, tangan kanan dan kiri Kubo penuh dengan belanjaan Naomi. Itupun tidak membuat Naomi berhenti menyusuri jalanan jalanan kota Tokyo. Ia mampir ke setiap toko souvenir yang menurutnya menarik. Bahkan tiga jam tidak cukup baginya. Entah sudah berapa banyak ia menghabiskan uang. Sesekali Kubo memutuskan untuk menunggu di kafe sebrang jalan atau tempat duduk yang tersedia hanya untuk menunggu Naomi yang masih sibuk berbelanja.

Ia hanya bisa menggelengkan kepalanya saat Naomi tak mau berhenti. Sampai mereka tiba dipersimpangan jalan menuju apartemen, Kubo memaksa Naomi dengan menarik tangannya agar berbelok pulang kearah apartemen karena hari sudah hampir tengah malam.

"Aku sudah lelah" Keluh Kubo.

"Hhahahahahahah" Naomi tertawa terbahak bahak saat melihat ekspresi Kubo.

Ia kemudian memutuskan untuk berjalan mengikuti Kubo menuju apartemen, dan mengambil beberapa jinjingan yang dibawa Kubo.

"Mau makan dimana?" Tanya Naomi.

"Bisakah kamu memasak? Aku mau makanan rumah" Jawab Kubo.

Naomi mengangguk, mereka kemudian pulang ke apartemen.

*****

Naomi memaksa masuk kedalam apartemen Kubo setelah mengambil beberapa bahan masakan dari kamar apartemennya. Malam ini ia memutuskan untuk masak di apartemen Kubo. Ia sengaja melakukan itu karena ada sesuatu yang harus ia lakukan untuk Kubo. Membereskan seluruh keperluan pribadi Kubo untuk dibawa ke Indonesia.

Sejak kepergiannya ke Korea dengan Kubo, Naomi menyadari bahwa Kubo bukanlah orang yang pandai dalam menyiapkan keperluan pribadinya sendiri. Laki laki itu hanya pandai berbisnis, tapi tak pandai mengurus dirinya sendiri. Hal itu terbukti dengan seluruh pakaian Kubo yang kusut saat ke Korea dan betapa sibuknya Naomi membeli beberapa kebutuhan pribadi Kubo yang tidak dibawa olehnya.

Setelah selesai memasak, Naomi meminta ijin pada Kubo untuk dapat menyiapkan segala sesuatu yang Kubo perlukan dan memasukkannya kedalam koper. Karena kali ini mereka akan tinggal selama satu minggu di Indonesia, Naomi menyiapkan banyak pakaian untuk bisa dipakai. Dan perlengkapan yang tidak bisa ia temukan di Jepang. Khawatir kalau Kubo akan membutuhkannya.

"Jangan banyak memasukkan barang ke koperku, kita bisa beli barang barang itu di Indonesia" Ucap Kubo, laki laki itu berteriak dari tempatnya makan.

"Ya ya ya ya, aku tau kamu punya banyak uang. Tapi alangkah baiknya kalau kamu menggunakan uang itu untuk hal yang lebih berguna ketimbang membeli barang barang yang sudah kamu punya" Timpal Naomi.

"Haha, bahkan kamu menceramahiku sekarang"

"Itu hanya saran" Teriak Naomi lagi.

Kubo menghampiri Naomi didalam kamarnya, ia berdiri diambang pintu dan menatap Naomi yang duduk dilantai dengan barang barangnya yang berserakan dilantai.

"Kamu menyiapkan sarapan untukku, mengurus banyak hal untuk pekerjaan dan keperluan pribadiku, kamu juga memasak makan malam untukku setiap hari, kamu khawatir jika aku terluka, mengurusku saat aku sakit, menceramahiku, dan memberiku saran agar menggunakan uangku dengan baik. Kenapa kamu tidak jadi istriku?" Goda Kubo tiba tiba.

Naomi menghentikan gerakannya, ia diam menatap isi koper Kubo yang sejak tadi ia susun. Kubo berusaha mendekat kearah Naomi, duduk disamping Naomi dan menghadap padanya. Ia menatap Naomi, memperhatikan wajah perempuan itu.

"Kenapa kamu tidak jadi istriku saja?" Ulang Kubo.

Naomi tersenyum, "Kamu memintaku untuk melupakan semua yang pernah kamu ucapkan soal perasaanmu, dan memintaku menjauh darimu. Apa aku harus melupakan yang ini juga?" Tanya Naomi.

Kali ini mata mereka bertatapan, wajah Kubo memerah saat Naomi tersenyum kecil.

"Bahkan kamu sudah bertunangan dengan perempuan lain, jelas aku tak sebanding dengannya" Jelas Naomi.

Naomi berdiri, dan memutuskan untuk pergi. Namun sebelum ia pergi, Kubo menarik tangan Naomi dan menahannya disana.

"Dia akan selalu kalah jika harus berhadapan denganmu, kamu selalu punya tempat untukku" Lanjut Kubo.

"Sayangnya, aku bukan seseorang yang bisa kamu bandingkan dengan orang lain. Aku adalah aku, dan dia tetaplah dia. Kamu sudah memulainya dengan cara yang salah" Jelas Naomi.

Ia berusaha menarik tangannya melepaskan genggaman Kubo, namun semakin erat ia mencoba melepaskan Kubo maka semakin kencang Kubo berusaha menahannya. Kubo menarik tangan Naomi sampai membuat tubuh Naomi berbalik menghadapnya. Ditatapnya dalam dalam mata Naomi. Mereka bertatapan untuk waktu yang cukup lama sampai akhirnya Naomi sadar saat ponselnya bergetar. Ia menjauh dari Kubo dan pergi ke kamar apartemennya.

"Apa ini? Kenapa jantungku berdetak sangat cepat saat menatapnya" Pikir Naomi dengan tergesa gesa masuk kedalam kamar.

Semalaman pikiran Naomi ngelisah memikirkan kejadian dikamar Kubo. Jantungnya berdetak cepat saat mengingat kejadian itu, wajahnya tiba tiba memerah.

Kenapa?

Apa ini perasaan suka?

Kenapa Kubo harus menatap begitu?

Apa dia menyadarinya.

Kenapa jantung ini harus berdetak cepat saat menatapnya.

Bagaimana ini.

Dikamar yang berbeda, Kubo juga tak bisa tidur memikirkan tatapan mata Naomi yang begitu meneduhkan hatinya. Awalnya ia hanya ingin menggoda Naomi, namun saat melihat perempuan itu dihadapannya. Perasaannya berubah dengan cepat. Rasa ingin menggoda itu menjadi sebuah keinginan yang besar. Keinginan untuk terus bersama Naomi, keinginan untuk menahan Naomi tetap disana. Menemaninya, dan melakukan segala hal untukknya. Tanpa berpikir, entah Naomi menyukainya atau tidak.