webnovel

Jangan Pergi

Naomi menyeret kopernya kedalam kamar kecil yang kini jadi tempat tinggalnya, tempat itu tidak luas jika dibandingkan dengan apartemen yang disediakan oleh kantor. Hanya ada dua ruangan kecil, dimana satu ruangan tersedia sebuah meja, dengan rak yang terlihat sedikit usang. Didalam kamar, ada Kasur lantai khas tradisi Jepang dengan sebuah lemari yang cukup besar. Semuanya didapat satu paket dengan biaya sewa kostnya.

Bukan kost seperti ini yang Naomi harapkan, namun uangnya hanya cukup untuk menyimpan deposit di kost seperti ini. Itupun sudah beruntung Naomi mendapatkan kamar mandi yang berada didalam ruangan. Ditengah kota yang mayoritas dihuni oleh orang orang yang berkecukupan rasanya akan sulit menemukan kost dengan deposit yang kecil. Naomi sendiri sedikit kesulitan sebelumnya sampai akhirnya menemukan kost ini. 

Jarak antara kost barunya dan perusahaan tidak jauh, hanya perlu berjalan sekitar setengah jam dengan melewati gang gang kecil. Akses ke tempat inipun tidak bisa dilalui oleh mobil karena sempit. Naomi juga membeli sebuah sepeda untuk memudahkannya pergi kesana kesini dengan jalan yang kecil. 

Perempuan itu membereskan seluruh pakaiannya kedalam lemari, ia kemudian meringkuk diatas Kasur karena Lelah. Satu satunya hal yang sama antara apartemennya yang dulu dengan kost ini adalah kacanya yang besar. Kamar kostnya punya kaca besar, namun jika diapartemennya dulu ia bisa melihat gemerlap Gedung Gedung, di kamar kostnya sekarang ia hanya bisa melihat beberapa rumah bergaya retro. Dan gang gang kecil menuju jalanan pusat kota. 

"Lebih terlihat seperti desa" piker Naomi.

Didalam pikirannya, terbersit wajah Kubo. Ia tak pamit pada laki laki itu. Hanya ucapan dibawah pohon Momiji saja waktu itu. Dan itu kemarin. Naomi sengaja, ia tau ia tak mungkin dapat persetujuan dari laki laki itu. Sampai ia harus keluar pagi pagi sekali, agar tak tertangkap basah oleh Kubo ketika ia menyeret seluruh kopernya keluar apartemen dan meninggalkan tempat itu. Bahkan sampai malam inipun, Kubo sama sekali tak menghubunginya. Menandakan bahwa laki laki itu mungkin belum tau jika Naomi sudah keluar dari apartemen. 

Naomi masih ingat seluruh ucapan Kubo kemarin, tentang perasaan Kubo yang diungkapkannya dibawah pohon momiji. Dengan angin yang meniup rambut agar beterbangan kesana kemari. Udara yang segar, serta sinar matahari yang masih bersahabat. Meski kemudian merasa kaget, namun sejenak jantung Naomi berdetak lebih cepat dari biasanya. Saat ia menatap wajah Kubo, tak sedikitpun ada keraguan dalam raut wajah laki laki itu. Dan itu menyesakkan dada Naomi, terlebih saat ia melihat Kubo bersandar menatap jauh entah kemana arahnya dengan ekspresi sendu. 

"Hah" Nafas Naomi terasa berat saat mengingat sebuah tas kesayangannya.

"Ga ada" Ucap Naomi panik saat tak ia temukan barang itu dimanapun. 

"Aduh pasti ketinggalan" Keluh Naomi sembari menepuk dahinya.

***** 

"Besok jam sepuluh pagi ya" Ucap Kubo sebelum turun dari mobil. 

Semalam ia tidur dirumah temannya, setelah seharian penuh mengamati daun daun yang menguning. Dengan kaos hitam dan celana jeans, serta rambut yang masih berantakan ia berjalan di Lobi penuh percaya diri. 

"Kubo san" panggil seseorang. 

Kubo menoleh, ia menemukan seorang perempuan dibalik meja resepsionis dengan telpon yang masih menempel dikupingnya lalu melambaikan tangan. Kubo tersenyum, perempuan itu sudah akrab sekali dengan Kubo sejak ia pindah kesana karena Kubo bukan penghuni yang sombong. Sesekali laki laki itu mampir hanya untuk menyapa.

"Tadi pagi, Naomi san menitipkan ini. Dia bilang akan keluar dari apartemen, pagi tadi ia membawa seluruh kopernya keluar dari apartemen" Jelas Perempuan itu sembari menyodorkan kartu apartemen milik Naomi.

Kubo melemparkan sebuah senyuman getir, ia lalu pergi setelah mengambil kartu apartemen Naomi. Langkahnya cepat, lalu terhenti didepan pintu apartemen Naomi. Ia menoleh, namun seluruh perasaannya diliputi rasa kesal.

"Haruskah kamu bertindak sangat jauh seperti ini?" Pikir Kubo. 

Ia terdiam sejenak, lalu masuk dengan ragu kedalam apartemen Naomi. Menatapi ruangan dengan hampa. Dilihatnya rak rak buku yang sudah kosong. Tak tersisa apapun. Barang barang dapurpun hanya tergantung dengan keadaan bersih. Saat ia masuk kedalam kamar, Kubo hanya menemukan lemari yang sudah kosong dengan tas berwarna biru diatas Kasur. Tas yang mungkin tak sengaja Naomi tinggalkan. 

Sayup sayup terdengar suara tombol papan kunci apartemen dipencet, ia segera berlari membawa tas itu kearah pintu. Dan, 

BRUUKKKK !

Sebuah tas jatuh ke lantai, bersamaan dengan pelukan Kubo pada Naomi. Naomi berdiri disana, tangan kirinya masih memegang gagang pintu, ia mematung saat tiba tiba Kubo memeluknya. Jantungnya berdebar dengan kencang saat mendengar nafas Kubo terengah engah di telinganya.

"Jangan Pergi" Lirih Kubo.

"Apa perasaanku ini salah bagimu?" Tanyanya. 

Naomi masih diam, tak berkomentar apapun. Ia bingung pada perasaannya sendiri. Perasaan khawatir akan bertemu Kubo tiba tiba berubah menjadi perasaan lega saat ia bertemu dengan Kubo. Ia juga merasa bingung dengan jantungnya yang tiba tiba berdetak kencang.

"Perasaan apa ini?" Pikirnya.

"Beri aku kesempatan" Tambah Kubo. 

"Aku tidak bisa menyerah begitu saja pada perasaannku" Ucap Kubo lagi. 

Dilepasnya pelukan pada Naomi, ia memegang kedua pipi Naomi dan menatapnya dalam dalam dengan mata sendu.

"Jangan, jangan begitu" Teriak Naomi dalam hati.

Tatapan Kubo bisa membuat Naomi menggila, tatapan yang tajam nan teduh. Menyamankan perasaan Naomi. Ia takut, takut jika akan luluh pada perasaan Kubo. Dan luluh pada perasaannya sendiri yang masih belum ia pahami. 

"Aku bisa menunggu selama yang kamu mau, aku bisa bertahan disini. Aku bisa nunggu untuk setiap kesempatan yang ada" Ucap Kubo.

"Aku gak apa apa, meski bahkan kalau seumur hidupku harus mengenang semua masa lalu kita. Aku ga akan pernah ngelepas perasaanku sama kamu" Tambahnya.

Tatapannya semakin dalam, Naomi bahkan masih mematung mendengarkan seluruh ucapan Kubo. 

"Jangan pergi" Lirih Kubo. 

Ucapan itu diakhiri dengan perasaan hangat, dan sebuah ciuman dari Kubo. Anehnya, Naomi tak menolak ciuman itu. Ia hanya memejamkan matanya, mencoba memahami. Perasaan yang sedari dulu ingin coba ia mengerti. Sebuah alasan kenapa ia merasa nyaman saat Bersama Kubo, alasan setiap kali jantungnya berdebar kencang saat Kubo menatapnya, perasaan takut jika Ia akan mengecewakan Kubo, serta alasan kenapa ia harus diam mematung disana saat Kubo memintanya untuk tetap ada disampingnya. 

Dari kejauhan, sepasang mata berwarna hitam dengan air mata yang mulai jatuh memandang Kubo dan Naomi yang sedang berciuman. Ia mendengar seluruh ucapan Kubo pada Naomi sedari tadi. Tangannya gemetar, nafasnya tertahan. Berharap bahwa apa yang baru saja ia lihat adalah sebuah kesalahan. 

Namun selama apapun ia diam disana, yang ia temukan hanya sebuah kenyataan bahwa laki laki yang akan menikahinya dalam waktu dekat sudah mencintai perempuan lain. 

"Kubo" Panggil Takai.

***** 

"Siang ini makan apa kita?" Teriak Iksan dan dihiraukan oleh yang lainnya. 

Hari ini Jumat, menuju hari libur semua orang terlihat sibuk dengan pekerjannya masing masing. Mereka semua ingin menghabiskan waktu liburan dengan tenang. Tak terkecuali Naya dan Rio. Minggu ini Rio berencana untuk menghabiskan liburannya diluar kota dengan kakak perempuannya. 

"Ya, ini baru akhir minggu bro. Bukan akhir jaman. Pada serius amat sih" Goda Iksan lagi.

Semua mata menatap aneh ke arah Iksan, membuatnya menyerah dan keluar ruangan dengan mendengus kesal.

"Akhir minggu ini ada acara Ri ?" Tanya Naya tiba tiba. 

Rio menghentikan gerakannya, ia memalingkan matanya dari layar komputer.

"Mau ke Jogja" Jawab Rio.

"Jalan jalan ?" Tanya Naya lagi.

"Iya, sekalian refreshing. Main ketempat kakakku" 

"Jogja? Ikut dong aku, udah lama ga kesana" Bujuk Naya.

"Oh, boleh aja. Pesawatku nanti malam" Ucap Rio menyetujui.

"Boleh cek ada kursi yang masih kosong?" Pinta Naya.