webnovel

Aku Bisa Apa

Suasana malam hari begitu ramai, musik terus bergema seiring dengan gerakan menari setiap orang. Lampu lampu warna warni menyala berkelap kelip menambah ramai suasana bar malam itu. Sesekali terdengar suara gesekan antara gelas dan botol minuman dibeberapa meja, diikuti dengan sorak ramai menyambut pesta.

Kubo masih duduk sendiri sembari menengguk soju nya yang kesekian kali, gelas gelas kosong sudah berbaris diatas mejanya. Sesekali ia mengangguk saat teman temanya melambaikan tangan dan memintanya untuk bergabung ke lantai dansa. Meski sudah cukup mabuk, ia tetap masih bisa mengendalikan dirinya sendiri. 

Ia berdiri dari tempat duduknya, dengan mata yang sudah mulai mengantuk. Pria itu berjalan menuju pintu keluar bar. Jalannya terlihat sempoyongan, ia bahkan beberapa kali menabrak orang orang disana. Kubo tau ia sudah cukup mabuk, dan ia khawatir akan membuat kegaduhan apabila ia terus melanjutkan minum di bar. 

BRAKKKKKKK !

Sebuah suara hantaman keras terdengar diujung pintu, membuat Kubo dengan sigap mengalihkan pandangannya. Diikuti dengan suara teriakan seorang perempuan yang merintih kesakitan. Ia melihat pemandangan yang tidak ingin ia lihat malam ini. 

Memang sudah tak aneh jika melihat seorang perempuan dipukuli, diseret, ataupun dilecehkan didalam bar seperti malam ini. Ini bukan bar biasa, disini hanya sekumpulan orang elit yang bisa masuk kedalam bar seperti ini. Selain itu, hanya anggota yang sudah terdaftar yang baru bisa memasuki bar ini. Didalam sini, semua orang bisa melakukan apa yang mereka inginkan. Karena apapun yang sudah disediakan oleh bar ini adalah milik mereka yang datang malam ini. Termasuk perempuan perempuan yang berjejer, menari dengan pakaian yang sudah setengah terbuka. 

Biasanya Kubo hanya diam dan berlalu melihat itu semua, ia tidak ingin membuat keributan dengan orang orang yang tidak biasa. Namun malam ini, ia sedikit geram. Karena suasana hatinya yang juga sedang tidak baik. Ia berjalan cepat kearah laki laki itu, mengepalkan tangannya.

BUGHHHHHHH !

Kali ini bukan suara meja yang terguling ataupun rintihan kesakitan perempuan, kali ini suara hantaman Kubo pada laki laki itu membuat beberapa perempuan teriak melihatnya. Tak hanya sekali, Kubo menarik baju laki laki itu dan melemparkan tubuhnya keatas meja hingga pecah kacanya. Ia menyeret laki laki yang memberontak itu kelantai, menindihnya dan memukulnya berkali kali. Baku hantam antara mereka berdua terjadi, darah segar pun mulai mengalir dari kedua hidung Kubo. Tak ada satupun yang berani melerai mereka. Bahkan beberapa orang terlihat acuh dan melanjutkan pesta mereka. Sampai akhirnya petugas datang memisahkan mereka lalu melemparnya keluar bar. 

"Brengsek, beraninya pada perempuan" Teriak Kubo tak karuan. 

Terdengar suara langkah kaki yang berlari dari kejauhan, dengan nafas terengah engah ia menghampiri Kubo dan memastikan bahwa laki laki itu baik baik saja. Ia mencegat sebuah taksi dan menarik Kubo dengan cepat untuk masuk kedalamnya. Taksi itu berhenti didepan apartemen Kubo dan dengan cepat perempuan itu membawa Kubo masuk kedalam apartemennya.

"Biasanya kamu cuma berlalu, kenapa sekarang kamu harus ikut campur?" Ucap perempuan itu sembari mengambil sebotol alkohol dan membersihkan luka Kubo.

Kubo hanya duduk dan diam, tangannya mengepal. Ia melamun.

"Aku akan membereskan ini semua, setelah ini kamu harus istirahat" Tambah perempuan itu. 

Perempuan itu meraih tasnya, dan pergi perlahan menuju pintu keluar apartemen Kubo.

"Apa hatimu tidak sakit Nay?" Tanya Kubo pelan. 

Naya menghentikan langkah kakinya tepat sebelum keluar, ia lalu tersenyum dan mengundurkan niatnya untuk pulang. Lalu ia mengambil sebotol soju dan dua gelas es batu untuk menemaninya bicara dengan Kubo malam ini. Kebetulan ia memang sedang ingin bicara. 

"Sejujurnya aku datang kesana memang untuk minum dan menemanimu" Ucap Naya.

"Tapi gagal karena harus membawamu pulang setelah membuat kekacauan" Lanjut Naya tertawa kecil.

Ia menenggak gelasnya yang baru saja diisi oleh Kubo, lalu menarik nafasnya berat.

"Ini bukan hanya sekedar sakit, rasa marah, dan tidak suka bahkan terkadang menguasai pikiranku" Lirih Kubo.

"Melihat orang yang kau cintai bersama orang lain, mencintai orang lain bahkan tanpa menoleh kepadamu" Lanjutnya.

Naya tersenyum kecil, "Aku punya segalanya, tapi bahkan aku tak bisa membeli perasaannya" Lanjut Kubo.

"Serendah itukah kamu menilai perasaan orang lain? Cinta itu tidak mahal, karena sebenarnya tak bernilai" Ucap Naya.

"Lalu aku bisa apa?" Tanya Kubo.

Matanya nanar, ditengah ketidak sadarannya ia masih bisa melihat bayang bayang Naomi. 

"Melihatnya berciuman dengan orang lain, pergi kekamar yang sama dan memeluk orang lain. Aku bisa apa?" Teriak Kubo kali ini.

"Apa yang harus kulakukan agar tak lagi terasa sakit, agar aku bisa menghilangkan semua perasaan ini?" Teriak Kubo lagi.

Ia mulai berdiri dan membanting semu barang yang ada dihadapannya sampai berserakan tak karuan, sedangkan Naya masih diam terduduk di kursinya. Menikmati segelas minuman yang mulai membaur dengan es batu yang mulai mencair. 

Perasaan dingin ikut menelusup kedalam hatinya, untuk memutuskan datang ke Jepang dan melanjutkan kerjsama dengan Kubo bukan hal yang mudah. Ia tau. Bahwa ia harus menghadapi Rio yang begitu berbeda saat bertemu Naomi. Ia bahkan tak suka saat merasa dirinya ditolak oleh Rio. Bahkan untuk memikirkan apa yang dilakukan Rio dan Naomi didalam kamar kost Naomi saja sudah membuat dadanya sesak. Namun, ia tak bisa melakukan apapun. Ia hanya bisa tersenyum getir, menahan dirinya sendiri. 

***** 

"Ri..." Bisik Naomi pelan.

Mereka masih diatas kasur, dibalut selimut. Sedangkan sinar matahari sudah mulai menghilang.

"Hmmmm?" Jawab Rio.

"Waktu di Jogja, Naya menghubungiku" Lanjut Naomi berhati hati.

"Terus?" 

"Dia bilang, dia suka kamu" 

Keheningan menjalar diantara mereka berdua, namuan Rio semakin mengencangkan pelukannya. Ia menenggelamkan Naomi dalam pelukannya sekali lagi.

"Kalau Kubo suka kamu dan ternyata kau juga mulai suka dia, aku bisa apa?" Ucap Rio pelan. 

"Maksud kamu?" Tanya Naomi penasaran. 

"Nao, nggak ada satupun manusia didunia ini yang bisa ngatur perasaannya. Suka dengan siapa, atau disukai siapa" Jelas Kubo.

"Kalau Naya suka aku, ya aku bisa apa. Aku nggak bisa ngelarang. Begitupun kamu"

"Terus kalau kamu suka Naya?" Potong Naomi.

Rio diam, ia tak mau melukai hati Naomi dengan jawabannya. 

"Jangan bohong" Ucap Naomi pelan. 

Kali ini ia menatap mata Rio dengan serius. Ia tersenyum getir, merasa bersalah karena ciuman Naya yang tak ia tepis kala itu. 

"Bilang sama aku kalau kamu suka Naya, aku akan mundur Ri" Lanjut Naomi.

"Semua ini salahku, kalau aku nggak egois. Aku nggak akan ketemu Kubo, Takai nggak akan membatalkan rencana pernikahannya, dan Kamu. Kamu nggak akan ketemu Naya, Naya juga nggak akan suka sama kamu. Nggak akan serumit ini, nggak akan ada yang tersakiti" Jelas Naomi. 

"Jadi kalau kamu suka sama Naya, aku juga yang akan ngerasa bertanggung jawab sama perasaan kamu. Dan aku nggak akan nyalahin kamu untuk semua itu" Tambah Naomi.

Dalam pikirannya terselip rasa bersalah karena beberapa kali ia mengingat momennya dengan Kubo. Jujur saja, meski secara tak sengaja namun apa yang telah ia lakukan dengan Kubo dan tak pernah menolak pria itu adalah sebuah bentuk pengkhianatannya pada hubungannya dengan Rio. Ia tak tau lagi, apakah ia bisa menilai dirinya sendiri benar atau salah pada sebuah hubungan yang telah ia nodai.