Sore yang genting di kediaman Dona, tampak kerisauan di wajah ketiga wanita yang sedang berada di ruang tamu.
Perasaan mereka bercampur dan beradu dalam kepayahan yang tak menentu.
Rasa bersalah kerap kali muncul dari hati kecil, putri semata wayang Tuan Sandjaya itu.
Si cantik jelita yang kini dibayangi oleh penyesalan atas kesalahan, yang pernah ia jalani bersama Farhan.
Entah sampai kapan, kekhilafan yang pernah ia lakukan itu akan membayangi hati nurani nya.
Senja mulai hadir, petang perlahan menggiring awan putih di ufuk barat.
"Lho ada tamu. Sebentar ya, mbok bikinin minum dulu," sapaan Mbok Mar itu menyadarkan kegelisahan yang sedang menguasai mereka.
"Nggak usah, Mbok. Kami mau pulang, kok. Udah sore, takut para suami kami sudah duluan pulang," tolak mertua Sania.
"Kami pamit dulu ya, Don. Takut keburu macet juga, kamu yang tenang ya. Nanti kakak akan cari cara untuk menghentikan Resty. Sepertinya dia sudah mulai tidak waras," ucap Sania.
Apoie seus autores e tradutores favoritos em webnovel.com