Pagi itu bel berbunyi tiga kali menandakan sudah saatnya jam pelajaran di mulai. Karena hari ini adalah hari sabtu, sekolah melakukan kegiatan senam bersama. Ya, untuk menyisakam space di lapangan, maka sekolah memutuskan akan ada satu angkatan akan bergantian melakukan senam di setiap minggunya dan seluruh siswa terpaksa harus menyetujuinya.
Di minggu ini yang kebagian melaksanakan senam adalah seluruh anak kelas sepuluh.
"Untuk kelas sepuluh diharapkan turun ke lapangan," ucap guru olahraga yang akan menjadi inspecture senam mereka.
"Sekali lagi untuk seluruh siswa siswi kelas sepuluh harap ke lapangan. Kita akan melakukan senam bersama"
Setiap hal pasti ada baik dan buruknya. Adanya senam bersama ini, dimata para murid baiknya adalah angkatan yang tidak ikut senam akan diganti dengan jam kosong. Sedangkan buruknya, angkatan yang kebagian senam akan panas-panasan selama satu jam pelajaran. Bayangkan saja, ini sama saja mereka melakukan upacara dua kali dihari senin dan sabtu. Bedanya, mereka harus menggerakkan badan mereka a.k.a berolahraga.
Ya, kalau di sekolah biasa mungkin seluruh siswa serentak turun dengan memakai kaos olahraga dan berbaris rapih. Namun, sekolah ini berbeda.
Sekolah menengah kejuruan ini bisa disebut sebagai STM. Berbeda dengan sekolah menengah atas, murid disini 80% adalah laki-laki. Dan kebanyakan bersarang dari kelas jurusan otomotif. Kalian bisa lihat bagaimana bandelnya mereka. Meskipun suara Pak Rudi terdengar sampai keluar sekolah pun mereka masih bersantai nongkrong di depan kelas. Bukan hanya kelas itu saja, tapi yang lain juga.
Itulah STM. Sekolah terserah murid.
Di gedung baru, kelas paling pojok adalah kelas yang paling ramai, badung, juga sering dianggap kelas itu adalah sumber dari keonaran. Bahkan suara speaker sekolah pun tak terdengar jika kalian berada di kelas itu saking berisiknya mereka. Pernah suatu hari saat jam pelajaran kosong suara mereka berisiknya terdengar sampai ruang guru. Padahal jarak dari kelas itu ke kantor sekitar 100m. Dan hebatnya ketika suara gaduh itu terdengar, guru-guru langsung tahu bahwa kelas paling pojok itu adalah sumber suaranya.
"Suara apa itu gaduh-gaduh?" tanya satu guru.
"Yakin nih, pasti kelas paling pojok itu biangnya," jawab guru yang di sebelahnya dengan sangat yakin.
"Iya, kelas itu kelas paling pojok itu kelas yang paling berisik."
"Benar tuh, saya juga harus sabar ngajar di kelas paling pojok itu."
"Ih kalo saya mah. Ngomel-ngomel mulu ngajar disitu. Abis kalo gak diomelin mereka gak bisa diem dan gak masuk apa yang saya ajarin."
"Ish, tenanaon atuh lah, namanya juga anak-anak."
"Gak apa-apa gimana sih Pak? Kelas badung gitu gak apa-apa apanya? Yang ada stres saya kalo ngajar disitu. Ih, amit-amit kalau anak saya jadi kayak mereka," komtar seorang guru yang sedang hamil. Ia terus mengelus perutnya sepanjang berbicara.
Begitulah gosip tentang kelas paling pojok itu. Gak ada baiknya. Iya, setiap guru yang masuk ke kelas itu pasti ada aja yang bikin emosi. Entah ada yang telat masuk, tidur di kelas, ngobrol, bolak balik ke toilet atau membuat beliau gemas karena soal yang paling gampang saja mereka tidak bisa menjawabnya. Ini seperti sedang mengajari anak TK versi remajanya, hanya saja lebih parah. 6
Meskipun bel sekolah berbunyi, jam pelajaran pertama diganti dengan senam bersama. Berarti tidak akan ada guru yang datang ke kelas mereka.
Kalian lihat betapa gaduhnya kelas tersebut?
Ada tujuh orang yang bermain kuda tubruk dan menggunakan meja guru sebagai tumpuannya, Ada yang tidur dengan menutupi kepalanya dengan sweater di tempat duduk paling pojok, Dua perempuan yang duduk di bangku paling depan asyik bergosip ria, juga beberapa yang berteriak tidak jelas. Sisanya menonton serta menyoraki yang bermain kuda tubruk itu. Benar-benar.
"Waaa!!! Mampus lo mampus!" seru salah satu penonton saat yang bermain kuda tubruk itu ambruk sehingga mereka saling menindih.
Yang lainnya pun tertawa ngakak melihat ekspresi teman mereka yang tertindih dengan posisi paling bawah.
"WHAHAHA...."
"WOY MINGGIR, BERAT BEGO."
Seluruh isi kelas pun tertawa. Tidak peduli suara mereka terdengar sampai ke luar angkasa sekali pun, yang penting mereka bahagia. Benar, sumpah jika kalian melihat ekspresi yang tertindih paling bawah itu. Rasanya, mau ngakak takut dosa.
Salah satu dari mereka memotret ekspresi wajah yang tertindih itu sebelum akhirnya enam orang yang menindihnya bangkit.
Setelah mendapat gambarnya, ia tertawa terbahak bahak.
"HAHAHA... KOMUKNYA! KOMUKNYA! Liat deh!!!"
"Mana, mana, mana, gue mau liat." yang lain mengerumuni orang yang memotret tadi untuk melihat hasil jepretannya.
"HAHAHA!!!"
"GOKILL."
"KOMUK LO KAYAK CUPANG KELINDES."
"Coba mana gue liat juga? IYA GILA NGAKAK PARAH."
"Ah gue masukin pesbuk ah."
Setelah mengumpulkan tenaga, yang tertindih tadi bangkit dan berusaha meraih ponsel yang mengambil gambar memalukannya tadi. "Woy, siniin goblok. Hapus gak potonya?"
"Ogah."
Alhasil mereka pun saling kejar-kejaran, memutari kelas, naik ke kursi dan meja. Hingha kembali mengundang tawa seluruh kelas.
"HEH, HEH, TURUN, TURUN! SEMUANYA TURUN KELAPANGAN!!!"
Semua berhenti tertawa ketika seorang guru masuk ke kelas yang sedari tadi gaduh itu.
"Udah jam berapa ini kalian masih disini? Emangnya gak kedengeran suara Pak Nuridin manggil-manggil kelas kalian? Bukannya senam malah ketawa ketiwi."
Ya, seisi penjuru sekolah sudah tahu tentang kelas itu. kalau belum disamperin mereka tidak akan turun kelapangan. Kalau belum diomeli mereka tidak akan menurut. Kalau belum dibentak mereka tidak akan mengerti. Begitulah remaja, harus diberi pelatihan militer untuk menjadi pribadi yang disiplin.
Anak-anak kelas itu pun berjalan bergerombol turun dari kelas mereka ke lapangan upacara yang dijadikan tempat untuk senam bersama. Karena kelas mereka berada di lantai dua, dari atas sini terlihat jelas kelas lain yang sudah berbaris rapih di lapangan-itu-pun-karena-terpaksa-menunggu mereka. Ya, hanya kelas mereka yang belum hadir.
"Semuanya sudah?" tanya Pak Nuridin ketika kelas itu sudah berbaris rapih. "Waktu kita gak banyak. Kita sudah kehilangan 15 menit nih."
"Sudah Pak...." seluruh siswa berseru.
"Lemes banget. Yang semangat dong jawabnya!" tegas guru itu. "Sekali lagi saya tanya, jawabnya harus semangat yaaaa!"
"Semuanya sudah ada dilapangan???"
"SUDAH PAAAK!!!"
Suara itu menggema hingga terdengar ke seluruh sudut sekolaj. Pak Nuridin menyimpulkan senyumannya, pria itu beranggapan bahwa murid-muridnya bersemangat hanya karena teriakan mereka. Padahal, hanya suara mereka saja yang di besarkan.
Sebenarnya, tak ada satu dari mereka yang bersemangat berada dilapangan bak ikan teri yang sedang dijemur. Apalagi murid dari kelas paling pojok itu, mereka seperti ikan yang kehabisan air. Padahal, kelas itu adalah kelas yang paling terakhir datang. Yang lain sudah datang 15 menit lebih awal.
"TKR MANA SUARANYA???" seru Pria itu mengabsen tiap kelas.
"HOOOY!!!" seru mereka dengan suara barotonnya. Ya, kelas itu adalah kelas yang isinya laki-laki semua.
"TPHP MANA SUARANYA???" Lanjut Pak Nuridin.
"Whooo!!!" seru mereka seperti sedang berpesta.
"KA MANA SUARANYA???"
"ATU MANA SUARANYA???"
"APTKJ MANA SUARANYA???"
Begitulah Pak Nuridin Mengabsen kehadiran mereka. Hingga kelas paling pojok itu disebutkan namanya.
"AP MANA SUARANYA!!!"