webnovel

Kamu di Luar Duniaku

Ratna_Andia · Adolescente
Classificações insuficientes
12 Chs

BAB 11

"Emh... Emh..." Rania meronta ketika ada seseorang yang masuk ke dalam kamarnya ketika dia sedang tertidur pulas. Kevin dan Inez yang menginap di rumahnya, sedang terlelap di dua kamar tidur yang terletak di sebelah kanan dan kiri kamar Rania.

"Rania, please, jangan teriak. Ini aku Langit." kata orang tersebut yang ternyata adalah Langit.

Rania langsung menghentikan gerakannya. Dia tak memberontak lagi. Dan Langit perlahan melepaskan bungkaman tangannya.

Rania bergegas bangun dan menyalakan lampu di meja dekat tempat tidurnya.

"Langit?" Rania terkejut. Dia tak percaya Langit muncul di hadapannya setelah satu bulan menghilang.

"Iya. Ini aku." Langit menatap lekat ke arah Rania.

"Buat apa kamu datang ke sini? Kamu mau berbuat hal yang tak baik kepadaku kan?" Rania segera turun dari tempat tidurnya. Dia berlari ke arah sudut kamar dengan jarak yang jauh dari Langit. Dia tahu Langit jahat. Dia tak mau mendekat kepadanya.

"Biar aku jelasin Ran." Langit berusaha mendekati Rania.

"Jelasin apa? Kamu bilang sendiri kan kalau kamu orang jahat? Aku nggak mau deket-deket sama orang jahat. Jadi aku minta, sekarang juga kamu pergi dari sini. Kalau nggak, aku akan menghajarmu sampai kamu tak akan pernah lagi berani menemuiku kembali." ancam Rania. Dia tampak begitu marah. Mungkin rasa sakit di hatinya yang membuatnya menjadi seperti ini.

"Kalau kamu mau menghajarku, aku siap Ran. Bahkan kalau kamu mau membunuhkupun, aku juga siap. Tapi jujur, aku nggak bisa lebih lama lagi jauh dari kamu. Aku ingin kita kembali." bujuk Langit.

"Kembali? Bukankah aku tak pernah ada di hatimu? Bukankah kamu sudah memiliki wanita lain yang ada di hati kamu? Lalu buat apa kamu mengajakku untuk kembali? Punya niat apa sebenarnya kamu sama aku?" tanya Rania. Raut wajahnya menyiratkan kekecewaan dan kemarahan.

"Iya aku salah Ran. Aku minta maaf. Aku nggak pernah ada niat apa-apa sama kamu Ran. Aku sayang tulus sama kamu. Aku memang punya seseorang sebelum aku bertemu sama kamu. Dan kami sudah berpacaran lama. Tapi setelah aku bertemu denganmu, aku tak bisa lagi mempertahankannya. Aku baru saja memutuskan hubunganku dengannya, agar bisa bersama kamu kembali. Maaf kalau aku jahat. Jujur, aku sudah membuatmu menjadi yang kedua kemaren. Tapi sekarang. Kamu satu-satunya yang ada di hatiku." Langit melangkahkan kakinya perlahan-lahan ke arah Rania.

"Hah? Jadi kamu jadiin aku selingkuhan kamu? Jahat kamu ya. Kamu sudah menyakiti dua wanita sekaligus. Kamu nggak mikirin gimana perasaan pacar kamu dan gimana perasaanku? Dasar laki-laki nggak punya perasaan." umpat Rania.

"Aku tahu aku salah Ran. Aku ingin memperbaikinya. Aku ingin memulai semuanya dari awal. Aku sudah benar-benar sendiri sekarang. Tak akan ada yang tersakiti lagi kalau seandainya kita kembali. Aku sudah minta maaf dengan mantan pacar aku juga. Dia mengerti. Dan ibuku, setelah ini, aku pasti akan mengajakmu bertemu dengannya." Langit sudah berdiri tepat di depan Rania.

"Jadi ini sebenarnya alasan kamu kenapa aku tak pernah kamu ajak menemui Ibu kamu? Karena aku hanya yang kedua? Jahat kamu ya Mas." kata Rania lirih. Tak terasa ada butiran bening menetes dari pelupuk matanya.

"Maafin aku." Langit mengusap pipinya. Menghapus airmata Rania dengan lembut.

"Aku janji, kali ini hanya kamu." kata Langit lagi. Dan kini dia sudah memeluk tubuh Rania yang tinggi semampai.

"Aku nggak tahu aku harus senang atau sedih. Tapi perasaanku sudah nggak bisa seperti dulu. Semuanya sudah berubah." kata Rania. Dia tak membalas pelukan Langit. Namun dia juga tak menolak saat Langit memeluknya.

"Nggak apa-apa kalau rasa kamu berkurang kepadaku. Bahkan kalau rasa kamu itu hilang tak berbekas sama sekali, aku masih tetap ingin kembali kepadamu. Aku tak akan meninggalkanmu lagi. Dan aku tahu, meskipun perasaanmu berubah, kamu masih belum bisa berpaling dariku." Langit semakin mempererat pelukannya.

"Kamu pikir segampang itu? Meskipun kita sebentar bersama, namun kenangan kamu belum bisa aku hapus sedikitpun." kata Rania.

"Iya Ran. Aku juga. Aku bahkan hampir gila karena merasa bersalah dan jauh dari kamu. Itulah kenapa akhirnya aku datang dan menyelinap ke rumah kamu dengan kunci cadangan yang masih aku pegang." kata Langit yang masih memeluk Rania.

Rania perlahan melepaskan dirinya dari pelukan Langit. Dia menatap lekat ke arah Langit. Tanpa mengatakan apapun, di amatinya wajah lelaki yang ada di hadapannya itu. Setelah lama menatap Langit, dia menarik napas panjang. Kemudian berjalan menuju ke arah tempat tidurnya dan duduk di salah satu sisinya.

"Aku pikir kamu sudah lupa jalan ke sini Mas." kata Rania yang menatap tajam ke arah Langit.

Langit mengikuti Rania. Dan kini dia juga sudah duduk di samping Rania.

"Nggak akan." katanya sambil tersenyum manis.

Rania kembali menatap lekat ke arah Langit. Dia diam. Entah apa yang ada di dalam benak dan hatinya.

Namun tiba-tiba dia menubruk tubuh Langit dan mendekapnya dengan erat.

"Aku kangen sama kamu Mas. Aku kangen banget sama kamu. Kenapa kamu jahat sama aku? Kenapa kamu ninggalin aku? Aku bahkan merasa tak mampu bernapas tanpa kamu. Rasanya aku hampir mati selama ini tak bisa melihat wajah kamu." Rania terisak. Tangis yang ia pendam selama ini, akhirnya kini pecah. Tangis kesedihan yang di gantikan dengan tangis kebahagiaan. Entah mana yang lebih dominan. Tapi pasti itu yang kini sedang dia rasakan.

"Aku nggak akan pergi lagi. Aku kembali untuk kamu." Langit membelai lembut rambut Rania.

Rania terisak semakin keras. Dia tak mampu membendung dan menahannya.

"Sudah dong jangan nangis. Kalau Inez dan Kevin denger kamu nangis kayak gini, mereka pasti akan menghajarku habis-habisan." goda Langit sambil mencubit mesra pipi Rania.

Rania mendongak dan tersenyum ke arah Langit.

"Ya, habisnya kamu jahat." kata Rania dengan manja.

"Maaf ya. Sekarang aku siap menerima hukuman. Hukuman apapun itu." kata Langit dengan ekspresi penyesalan. Wajahnya sungguh terlihat tampan. Itulah mengapa Rania begitu mencintainya.

Rania terdiam sambil tersenyum tipis melihat Langit dengan raut wajah yang seperti itu.

Tanpa banyak kata, Rania mengecup lembut bibir Langit.

"Ini hukumannya." katanya sambil tersenyum yang membuat Langit memerah.

"Ini yang bikin aku makin nggak bisa lepas dari kamu." kata Langit sebelum akhirnya dia membalas ciuman Rania.

"Ya udah. Aku pergi ya. Besok pagi aku ke sini. Kita jelasin semuanya sama temen kamu. Dan aku akan ajak kamu ke orang tua aku. Secepatnya."

Rania hanya mengangguk. Anggukan yang begitu mantap. Dia bahagia. Dia menemukan kembali Langitnya. Langit yang menyiraminya dengan hujan kebahagiaan dan kedamaian.

***