webnovel

Prolog

"Ayah, Eira mau ikut lomba lukis! Biar dapet banyak piala kayak Ena," ucap seorang gadis kecil berambut coklat yang di kepang dua pada ayahnya. Senyum gadis itu merekah hingga menampilkan lesung pipinya. Matanya juga penuh binar menatap sang ayah.

Pria paruh baya yang mengenakan pakaian kantor di depannya itu seketika menghentikan aktivitasnya, lalu mengalihkan pandangannya dari laptop ke arah sang putri. Ia tersenyum menenangkan sambil menepuk tempat di sebelahnya. Menyuruh agar putrinya duduk di sampingnya.

Gadis kecil tadi menurut. Ia langsung berjalan dan duduk di samping ayahnya. Senyumnya sedari tadi masih belum luntur dari bibirnya.

"Sayang." Panggilan lembut dari sang ayah membuat gadis itu menoleh dan menatap lekat ayahnya. "Kamu masih belum bisa ikut lomba itu, karena kamu baru belajar, sayang. Baru nanti kalau sudah ahli ngelukis, kamu boleh ikut lomba lukis mana pun."

Tampaknya ucapan sang ayah membuat gadis kecil tadi sedih. Terlihat jelas dari wajahnya yang tiba-tiba murung. Matanya juga tampak berkaca-kaca, yang artinya saat ini ia tengah kecewa.

"Ena juga baru belajar, tapi kenapa dia udah punya banyak piala, Ayah?"

Pria paruh baya dengan rahang tegas itu menghela nafas pelan. Ia kembali mendekat ke arah putrinya lalu memberi kecupan singkat di pucuk kepalanya. "Dengerin Ayah," kata pria itu sambil mengusap jejak air mata di pipi Eira kecil.

"Zeyna sudah belajar melukis sebelum kamu. Dia juga punya keahlian dalam bidang itu. Jadi, wajar kalo dia sering ikut lomba lukis, sayang."

"Eira juga mau kayak Ena." Gadis kecil itu berucap dengan suara serak habis menangis.

"Berarti Eira harus belajar lagi. Nanti Ayah temenin, ya?"

Mendengar ucapan ayahnya membuat bibir gadis kecil itu membentuk lengkungan indah. Matanya dengan bekas air mata itu kembali terbinar. Tanpa berlama-lama, ia langsung berhambur ke pelukan sang ayah.

"Makasih, Yah. Ayah adalah Ayah terbaik. Eira sayang Ayah."

Pria tadi tersenyum tipis. Ia membalas pelukan putrinya sambil mengelus-elus pucuk kepala Eira. "I love you too, Baby."

"Apapun Ayah lakukan buat kamu. Karena kamu adalah Peri Kecil Ayah."

•••

7 tahun kemudian

"Lo parasit!"

"Hh. Gue, parasit? Terus lo, apa?" Mata gadis itu bergulir ke atas lalu ke bawah melihat tampilan seorang gadis di depannya."Sampah?"

•••

Prangg

"Berani kamu sama saya, hah?!"

Wanita tua dengan kacamata berwarna emas yang bertengger di hidungnya itu berteriak. "Gadis lemah seperti kamu tidak pantas melawan perkataan saya."

Eira hanya diam. Ia sama sekali tak menghiraukan perkataan yang dilontarkan oleh Omanya. Gadis itu masih tetap dengan posisinya. Duduk dengan memeluk kedua lututnya.

"Dasar tak berguna!"

•••

"Apa kamu sudah kehilangan sopan santun pada ayahmu ini?"

Eira menggeleng cepat. "Tidak, Yah." Gadis itu kini ikut beranjak dari duduknya. "Eira cuman ngomong yang sebenernya ke Ayah."

"Tolong percaya ke Eira, Yah," pinta gadis malang itu sambil menatap kedua manik mata ayahnya sendu.

•••

"Sejak kapan nama gue jadi Astra?" Remaja laki-laki yang mengenakan Jersey merah lengkap dengan headbad hitam di kepalanya itu bertanya. Wajahnya tetap seperti biasa. Datar.

Gadis cantik yang merupakan lawan bicaranya itu pun berucap, "Sejak kamu jadi milik aku." Sambil menampilkan senyuman manis khasnya.

Tak ada respon dari laki-laki itu. Ia hanya diam sambil memalingkan wajahnya ke arah lain. Berusaha menghindari tatapan serta senyuman gadisnya yang selalu ingin membuatnya terbang. Meskipun sedikit salting, ia masih mencoba bersikap cool.

"Aku heran." Gadis tadi berucap lagi. Membuat lelaki di sampingnya itu memusatkan pandangannya lagi ke arahnya.

"Heran, kenapa?" Tanyanya.

"Ya ... heran aja." Gadis itu sedikit mencondongkan badannya ke arah remaja laki-laki di sampingnya. "Mimpi apa aku semalem bisa dapetin cowok kayak kamu," ungkapnya sambil menatap laki-laki itu. Tatapannya dalam. Senyum manis yang terukir di bibirnya masih tidak luntur. Rambut coklatnya yang ia gerai ditiup angin, membuat beberapa helai rambut itu menutupi wajahnya.

•••

"Sekolah Eira ngadain lomba sama sekolah sebelah, buat acara tahunan." Eira berucap dengan penuh antusiasnya. "Dan, apa Ayah tau? Eira ditunjuk temen-temen buat wakili lomba lukis!"

"Ayah mau, kan, temenin Eira ngelukis kayak waktu itu?" lanjutnya dengan tatapan penuh harap ke arah Ardi. Netra coklatnya menatap lekat kedua manik mata Ayahnya.

Seketika senyum gadis itu luntur ketika tak mendapat respon apapun dari Ardi. Mata yang sedari tadi terbinar kini redup dengan kedua bahu yang merosot ke bawah.

"Ayah?" ulangnya dengan suara rendah.

***

Ini menceritakan kisah seorang gadis yang pandai menyimpan luka. Tak ada yang mengetahuinya bahkan itu keluarganya sekalipun.

Ceria di luar, hancur di dalam.

Memiliki password:

"Gue tendang juga lo lama-lama!"

Btw, sebelum baca follow dulu Igkuuu

@amel_heree

@_tinyfairyyy