Kini tepat didepan gerbang sekolah Aarun dan Ardo berdiri. Ardo terlihat ragu setelah Aarun membungkukkan badannya "Ayo naiklah," suruh Aarun seraya menunjuk pungungnya.
"Aarun kau bersungguh-sungguh." Ragu Ardo yang tidak yakin jika Aarun bisa menopang badannya.
"Tentu, bukankah kemarin kau yang bilang dan kau juga yang menang." Kini Aarun kembali berdiri menghadap Ardo.
"I-iya kau benar tapi,"
"Naiklah," ucap Aarun yakin. Kini Aarun kembali keposisinya yang tadi.
Dengan berat hati Ardo menaiki punggung sahabatnya tersebut, dengan kekuatan besar Aarun membuat Ardo takut jatuh, Ardo langsung mencekik leher Aarun menggunakan kedua lengannya agar ia tidak jatuh.
"Hyak!.. kau mau membunuhku!" Kesal Aarun yang tidak bisa bernapas.
Semua murid yang berlalu lalang memasuki gedung sekolah berbalik melihat mereka yang begitu ribut dan aneh. Namun Aarun dan Ardo tidak peduli.
Ardo kembali memperbaiki posisinya dengan memegangi kedua bahu Aarun dengan kuat, Aarun mulai membuat aba-aba.
"Baiklah siap..mulai!"
Ardo kaget setelah Aarun berlari melewati murid-murid yang berjalan santai di depan mereka "Hei Aarun siapa yang menyuruhmu berlari bodoh!" Kesal Ardo yang diselingi rasa ketakutan.
"Santai saja," lanjut Ardo.
"Apa aku tidak dengar!" Seru Aarun yang berpura-pura tidak mendengar kata sahabatnya, Bukannya berhenti Aarun makin mempercepat larinya agar cepat sampai di kelas mereka.
Sedangkan Ardo hanya bisa pasrah dan menyesali taruhannya, ternyata Aarun mengerjainya setelah mereka mendekati tangga yang sedikit lagi sampai di kelas mereka, Aarun malah kembali berbolak balik di koridor sekolah dan beberapa kali hampir menabrak murid lainnya.
Pagi ini mereka benar-benar membuat kegaduhan di sekolah hingga seorang guru menghentikan mereka.
Aarun terpaksa berhenti setelah guru itu memanggil mereka, Ardo juga telah turun dan berjalan disamping Aarun.
"Ada apa bapak memanggil kami?" Tanya Ardo.
"Kalian tanya saya setelah melakukan kegaduhan" tekan seorang guru laki-laki dengan tubuh kekar dan wajah yang sangat tampak, guru itu bernama Pak Huta dia adalah guru olahraga yang dikenal ramah dan mudah bergaul dengan murid-muridnya.
"Ah, karena tadi, baiklah pak kami meminta maaf," ucap Ardo yang kemudian menunduk diikuti Aarun.
"Tidak apa-apa, kalian masuklah kelas sekarang," suruh Pak Huta.
Setelah mendengar teguran Pak Huta Ardo akhirnya pergi menuju kelas di ikuti Aarun yang sedari tadi hanya diam saja.
Namun langkah Aarun berhenti setelah Pak Huta memegang bahunya, ia berbalik seakan bertanya mengapa ia di berhentikan.
"Bapak ingin bicara sama kamu, ikuti bapak" kata Pak Huta berjalan menjauhi Aarun.
Pak Huta terus berjalan lurus kedepan, tak jarang ada siswi yang meliriknya. Itu semua karena ia dikenal guru muda yang tampan dan di gemari oleh siswi-siswi di SMA Zervard.
Sampailah ia didepan perpustakaan sekolah,disana tidak begitu banyak murid yang berlalu lalang hingga tempat itu menjadi pilihan Pak Huta untuk berbicara empat mata dengan muridnya Aarun.
"Aarun ka -" bicaranya terhenti setelah ia berbalik dan tidak menemukan Aarun dibelakangnya, Pak Huta menghela napasnya berat ia kesal setelah muridnya mempermainnkannya "Benar-benar anak itu" gumamnya kesal sambil menendang pot bunga yang ada disampingnya.
****
"Aarun bukannya kau di panggil Pak Huta tadi?" Tanya Ardo yang baru sadar jika Aarun ternyata berjalan dibelakangnya.
"Oh itu, dia tidak jadi berbicara padaku katanya ada urusan yang lupa ia kerjakan," dusta Aarun.
Ardo hanya mengangguk mengerti, dan kembali berjalan menuju kelas namun mereka berdua berhenti setelah empat senior menghadang mereka tepat didepan pintu kelas 2-3.
"Hei Aarun, Hei Ardo" sapa Ken ramah, sedangkan yang di sapa malas untuk hanya sekedar tersenyum pada mereka.
"Hei ayolah berdamai sama kami," ucap Yuda enteng.
William datang merangkul Aarun "Itu benar tidak baik loh kalau bersiteru lama-lama apalagi kami ini senior atau seorang kakak, benarkan?"
"Ya William benar kita-kita ini seorang kakak bagimu Aarun." Setuju Yuda dan yang lainnya.
Vino yang merasa terus ditatap tajam oleh Aarun mencoba mendekati Aarun merangkulnya lalu berbicara "Sudahlah, kau masih marah soal kemarin, aku minta maaf aku tidak akan mendekati gadis-gadis itu lagi." Janji Vino yang tentunya hanya berpura-pura.
Ardo yang merasa tersingkirkan langsung menarik tubuh Vino agar menjauhi Aarun "Aarun, jangan ladeni mereka lebih baik kita masuk kelas" ucapnya menarik lengan Aarun menuju kelas 2-3.
"Hei Ardo sebenarnya apa masalahmu, itu hak Aarun jika dia ingin bergaul dengan kami," ketus Ken.
Ardo berbalik dan melihat Ken "Tak akan kubiarkan, lagian kenapa sih kalian terus mendekati Aarun padahal disini banyak murid lain"
Yuda, Vino, William dan Ken tertawa mendengar Ardo membuat pria itu keheranan, apa yang salah dengan ucapannya.
Yuda mendekati Ardo dan menatap Ardo sedikit mengintimidasi "Mau tahu jawabannya?" Tanyanya.
Ardo hanya mengangguk pelan "iya"
"Karena Aarun sama dengan kami dia itu berjiwa bebas tidak sepertimu yang hidupnya hanya belajar" tekan Yuda.
Aarun langsung menarik Ardo masuk kelas setelah berbicara dengan Yuda, Aarun bahkan tidak berbicara sepatah katapun dengan mereka, ia masih kesal dan ingin memukul jika mengingat kekejaman seniornya tersebut pada Hannah, ia benar-benar benci pada mereka.
Setelah mereka duduk dikursi Aarun mulai mengeluarkan suara "Tenang saja aku tidak akan terpengaruh lagi pada mereka," kata Aarun yang membuat Ardo legah mendengarnya.
****
Aarun membuka tas ransel berwarna birunya kemudian mengambil buku geografinya "Aku pinjam catatanmu ya?"
Ah benar, Ardo baru ingat kemarin kan Aarun keluar dari kelas pada jam pelajaran geografi karena ia tidak punya catatan.
"Seharusnya dari kemarin kau pinjam bodoh. Sekarang sudah masuk jam pelajaran geografi dan kau baru menulis." Tegur Ardo lagi membuat Aarun malas mendengar.
Ardo selalu saja mengomel seperti anak perempuan, meski begitu Aarun sudah terbiasa mendengar omelannya meski terkadang ia sedikit kesal namun ia tahu jika omelan Ardo untuk kebaikannya.
"Iya iya iya cerewet " ejek Aarun menarik buku geografi yang ada ditangan Ardo.
Ardo hanya tersenyum kecil sebagai balasan, setidaknya Aarun berusaha memperbaiki hubungannya dengan guru geografi tersebut, biasanya Aarun malas untuk menulis namun ia legah.
Sepuluh menit kemudian guru geografi berkaca mata itu telah berada di depan kelas bersiap untuk mengajar, Pak Ed nama guru geografi itu melihat Aarun yang sedang menulis dibelakang sana.
"Aarun!" panggilnya.
Aarun menghentikan kegiatannya "Iya?" sahutnya.
"Maju ke depan sini." Mata Pak Ed. Mau tidak mau Aarun maju kedepan ia tahu pastinya ia akan dimarahi habis-habisan lagi hari ini.
"Kamu tahu apa kesalahanmu?" tanya Pak Ed yang memang dikenal tegas dalam membimbing murid-muridnya.
"Iya Pak," jawab Aarun singkat.
"Baguslah, lanjutkan tulisanmu dan setelah bapak selesai mengajar, kumpul catatanmu ya," kata Pak Ed yang masih menatap Aarun dengan tajam.
Aarun terdiam sebentar, ia tidak yakin apakah akan cepat selesai karena catatannya terlalu banyak, ia menghela napasnya panjang sebelum berbicara "Aku tidak tahu apakah aku bisa menyelesaikannya hari ini" jujurnya.
"Apa!. Bapak bilang kalau selesai ya harus selesai kau harus ingat itu! " Tegas Pak Ed.
"Nilaimu itu rendah di pelajaran bapak, catatanmu mungkin bisa menyelamatkanmu, pokoknya hari ini harus selesai meski kau mengumpulkannya pas jam istirahat atau jam mau pulang tidak apa-apa," jelas Pak Ed.
"Baiklah Pak," ucap Aarun yang langsung kembali ke mejanya dengan lemas.