Hiks hiks .... Geisha menangis hebat memegangi kaki Hana agar dia tidak terjerat oleh tali yang melilit lehernya. Lalu Geisha, menggerakkan kakinya meraih bangku dengan susah payah. Akhirnya bangku terseret ke hadapannya, dia harus berusaha lagi untuk membenarkan posisi bangku yang jatuh hingga berdiri kembali.
Alhamdulillah, berhasil. Geisha meletakkan kaki Hana di bangku. Lalu berjingkit meraih tali yang melingkar di lehernya. Dia lekas menarik tubuh Hana turun dari bangku, hingga kini mereka berdiri berhadapan.
"Hana, apa yang lo lakuin?" tanya Geisha histeris.
"Sha, biarin gue mati. Kenapa lo datang, harusnya lo biarin gue tergantung. Lo nggak perlu nolong gue," cecar Hana tidak kalah histeris.
"Ya Allah, istighfar. Gue mohon lo jangan seperti ini, ingat sama orang yang sayang sama lo. Keluarga lo, gue, dan masih banyak lagi."
Geisha menatap Hana yang tampak sangat kacau. Dia tidak pernah melihat Hana se-rapuh ini. Geisha sangat sedih melihat keadaan Hana. Temannya yang periang dan jauh dari kata putus asa. Namun sekarang dia yang malah membuat Geisha ternganga tidak percaya.
"Gue nggak sanggup menyelesaikan ini," aku Hana.
"Semua masalah bisa dihadapi dan diselesaikan. Allah nggak mungkin memberikan cobaan di luar batas kemampuan umatNya," tutur Geisha.
"Geisha, hutang itu akan lunas apabila gue mati."
Geisha terpaku mendengar pengakuan Hana, dia prihatin pada keadaan ini. Temannya itu sudah menyerah pada masalahnya dan dia lebih memilih mengakhiri hidupnya untuk menyudahi kesengsaraan hidup yang selalu berpihak pada orang kecil.
"Enggak, kita masih punya banyak cara, lo nggak sendirian. Ada gue, gue akan paling depan membantu lo."
Hana menggeleng. "Ini salah gue, nggak ada sangkut pautnya sama lo. Hutang lo sama gue nggak ada apa-apanya dibanding hutang gue sama rentenir itu. Makanya lebih baik gue mati, dan lo nggak perlu buat bayarin itu semua."
Geisha memeluk Hana, berusaha menenangkannya. Keadaan Hana benar-benar memprihatinkan. Dia harus membuat Hana kembali percaya pada dirinya, jika dia masih layak hidup. Dan dirinya lebih berharga dari apapun, dan keputusannya untuk mengakhiri hidup adalah salah besar.
*
*
"Na, gue berangkat kerja, ya. Lo di rumah aja, nanti gue bilang lo izin nggak enak badan, ya."
Geisha menatap Hana yang duduk bersila di kasurnya. Temannya itu mengangguk lemah, tampak dia masih dalam kebimbangan. Sebenarnya Geisha tidak ingin meninggalkan Hana sendirian di rumah. Apalagi membayangkan dia kembali berbuat hal nekat seperti kemarin, Geisha sangat lah takut jika itu benar-benar terjadi. Entah seperti apa jadinya jika Geisha tidak datang tepat waktu kemarin.
"Gue mohon lo jangan bertindak kaya kemarin lagi," mohon Geisha.
Namun Geisha harus bekerja, malah dia harus lebih giat lagi. Karena dia baru saja diterima kerja dan dia sangat tahu bagaimana susahnya mencari pekerjaan. Semoga Hana baik-baik saja.
"Kalau lo sampai berbuat itu, gue akan menyusul lo."
Sontak Hana melihat ke wajah Geisha setelah mendengar pernyataan itu darinya. Terlihat manik mata yang indah itu bersungguh-sungguh. Namun itu hanya kata-kata untuk menggertak Hana, agar dia menuruti Geisha. Sementara Geisha tidak mungkin melakukan itu, dia tahu betul perbuatan itu paling dibenci oleh Tuhan.
"Ingat, masih ada gue. Kita akan menyelesaikan masalah ini sama-sama, ya!"
"Gue harap lo baik-baik aja. Assalamualaikum."
Geisha berlalu dari hadapan Hana yang menjawab salam dari Geisha.
*
*
"Tadi ada yang nyari-in lo," ujar Sela setelah melihat Geisha bergabung untuk bekerja.
"Siapa?" tanya Geisha.
"Cowok," jawab Sela.
Jawaban Sela membuat Geisha tampak berpikir, mungkinkah Kavin yang datang ke toko untuk mencarinya. Namun kenapa dia tidak langsung datang ke rumah, bukannya Kavin tahu rumahnya. Bahkan Kavin pernah menjemputnya.
"Maksud lo cowok yang kemarin juga nemuin gue?"
"Kayaknya bukan deh, tapi nggak kalah ganteng sama cowok yang kemarin, Sha." Sela memainkan matanya seolah menggoda Geisha.
"Siapa lagi, kayak gue punya banyak kenalan cowok aja!"
"Nggak tahu, gue bilang aja lo masuk siang. Sha, bilang dong tips-nya?"
"Tips apa?"
"Tips biar dicari-cari sama cowok ganteng kayak lo," pinta Sela."
"Gampang kok, tinggal lo tonjok mukanya. Yakin deh dia bakal cari-cari lo," terang Geisha terkekeh.
Terlihat Sela memanyunkan bibirnya seolah kecewa pada jawaban Geisha. Sementara Geisha sendiri merasa bingung, siapa yang mencarinya. Dia tidak mempunyai kenalan laki-laki selain di tempat dia kerja dulu dan juga Kavin.
*
*
Geisha beranjak dari pekerjaannya setelah dia diberitahukan salah satu rekan kerjanya, jika ada seseorang yang mencarinya. Entah siapa, Geisha langsung menemuinya. Dia berhenti di salah satu bangku, terlihat seorang wanita berpenampilan elegant.
"Tante Elena."
Geisha sedikit terkejut melihat kehadiran Elena di sini. Apa mungkin dia ke sini untuk menemui Geisha, tapi untuk apa mami Kavin itu ke sini, apa perlu dia dengannya.
"Ternyata kamu bekerja di sini?" ujar Elena.
"Tante dari mana tahu kalau aku bekerja di sini?" tanya Geisha.
"Saya ini bukan orang sembarangan, hingga sangat lah mudah untuk menemukan kamu."
Elena menatap Geisha tajam seperti benalu yang akan mengganggunya. Jika dia benar-benar masuk ke dalam keluarganya. Hingga itu menjadi mimpi buruk bagi Elena setelah selama ini dia selalu hidup dalam kesempurnaan. Dia tidak ingin semua kacau hanya gara-gara Geisha.
"Tante mau apa?" tanya Geisha. Kini dengan wajah datar.
"Silakan duduk."
Elena menyuruh Geisha untuk duduk, Geisha pun cepat menurut. Mereka duduk berseberangan.
"Saya punya penawaran buat kamu, Geisha."
"Maksud, Tante?" tanya Geisha tidak mengerti.
"Jauhi Kavin, maka saya akan memberikan kamu uang sebesar yang kamu minta."
Geisha menatap wanita di depannya. Ternyata dia ke sini untuk menyuruh Geisha menjauhi Kavin. Padahal kenyataannya sebenarnya adalah geisha dan Kavin tidak mempunyai hubungan apa-apa. Dan mereka sudah lama tidak pernah bertemu lagi. Sepertinya Kavin belum menceritakan hal yang sebenarnya.
Namun Geisha masih ingat sekali cerita dari Kavin. Jika kedua orang tuanya lah yang memberikan dia perintah untuk segera menikah. Namun kenapa Elena malah datang dan menyuruh Geisha untuk menjauhi Kavin.
Apakah dia tidak senang dengan pernikahan kavin. Atau mungkin karena Elena tidak suka dengan Geisha, yang dari kalangan biasa. Geisha memang sudah merasa itu sejak pertama bertemu dengan maminya Kavin kemarin.
"Maaf, Tante. Sebaiknya Tante berikan uang itu ke Panti asuhan, atau pada pengemis yang sudah pasti meminta-minta." Geisha menatap dengan tajam.
"Kamu nggak usah berpura-pura, saya tahu orang seperti kamu membutuhkan uang kan?"
Terlihat Elena meraih koper kecil yang dari tadi ada di meja. Elena membukanya, terlihat banyak uang di dalamnya. Geisha menelan salivanya, dia tidak pernah melihat uang sebanyak itu apalagi memilikinya.
"Saya mau kamu menjauhi Kavin, batalkan pernikahan kalian," perintah Elena.