Pukul lima sore, Rania langsung berbenah untuk segera pulang. Wanita itu harus memastikan jika tidak ada berkas penting yang berceceran tak beraturan.
Setelah semuanya dirasa rapi dan tidak akan membuat Alva kembali mengeluarkan amukannya, Rania segera berjalan untuk meninggalkan kantor.
Namun, saat kakinya hendak memasuki lift, suara orang yang sangat dikenalnya membuat langkah Rania terhenti.
"Kamu ikut pulang dengan saya," ucap Alva membuat kening Rania mengernyit.
"Ada apa, Tuan? Apa ada pekerjaan yang harus saya kerjakan?" tanya Rania penasaran.
"Ya, kamu harus membenahi penampilanmu. Kita akan ke mall dan membeli pakaian yang lebih manusiawi," jawab Alva dengan wajah lempengnya.
Sementara Rania yang mendengar perkataan Alva, langsung membulatkan mata. Sungguh dia kesal bahkan sangat kesal pada Bos-nya itu saat ini.
Bagaimana bisa Alva mengatakan kalau baju yang Rania kenakan tidak manusiawi sementara baju seperti yang Rania pakai ini masih masuk dalam kategori sopan.
Namun, meskipun kesal sampai ke ubun-ubun, dan bibirnya gatal ingin mengajukan protes, Rania masih waras untuk menentang keinginan laki-laki itu.
"Hey, kenapa kamu diam saja? Apa kamu menunggu seseorang datang dan mengorbankan punggungnya untuk menggendong mu!" tuding Alva dengan tatapan yang begitu tajam.
"Ah tidak, Tuan. Saya hanya sedang menunggu hilal untuk melanjutkan langkah," sahut Rania menahan segala kekesalan di hatinya.
"Dasar aneh!" celetuk Alva kembali membuat Rania memalingkan wajah.
Sepenjang lift itu bergerak ke lantai bawah, Rania sama sekali tidak mood untuk menoleh pada Alva. Dia terus memalingkan wajahnya karena rasa kesal yang begitu membuncah di hatinya.
Ting!
"Besok aku akan membelikan kamu penyangga leher agar kamu bisa melihat ke depan bukan ke samping," celetuk Alva lalu melangkahkan kakinya keluar dari lift.
Rania langsung membulatkan matanya kaget mendengar jawaban Alva. Sungguh Bos barunya itu benar-benar mengesalkan.
"Hey, cepatlah! Aku masih banyak pekerjaan bukan hanya mengurus dirimu saja!" teriak Alva kesal karena Rania malah diam saja.
Meskipun masih kesal, tapi Rania tak punya pilihan selain menghampiri lelaki itu.
Kalau tidak ingat yang berjalan di depannya itu adalah Bosnya, sudah pasti Rania memaki laki-laki itu saat ini juga.
Sampai di mobil, Rania langsung membuka pintu belakang, itu membuat Alva mendengus kesal.
"Heh, apa kamu berniat menjadikan aku sopir pribadimu? Benar-benar tidak sopan!" tergur Alva sembari masuk ke dalam mobil.
Rania menghela napas lalu mengurungkan niatnya untuk duduk di belakang. Dia harus mencari aman dan tidak membuat Alva marah-marah terus seperti ini.
Gadis itu memilih duduk di samping Alva dan tanpa menunggu waktu lama Alva phn melajukan mobilnya meninggalkan pelataran kantor.
Wajah tampan lelaki itu masih terlihat begitu kesal saat ini. Mungkin, ini ada hubungannya dengan apa yang terjadi barusan.
"Mulai sekarang, biasankan untuk mengerti apa yang aku mau tanpa aku harus mengatakannya!" ucap Alva tanpa menoleh sedikitpun pada Rania.
'Astaga! Aku bukan cenayang, Tuan Alva? Bagaimana aku bisa tahu apa yang kamu inginkan tanpa kamu mengatakannya?' batin Rania putus asa.
"Kamu harus selalu punya inisiatif sendiri tanpa aku minta! Ini adalah hari pertamamu jadi aku memaklumi apa pun yang kamu lakukan. Termasuk itu kesalahan kecilmu. Tapi mulai besok, aku tidak menerima kesalahan lagi! Aku tidak suka pada orang yang selalu melakukan kesalahan yang sama meskipun pernah mendapatkan teguran! Ini belaku kalau kamu masih ingin bekerja di kantorku!" ucap Alva penuh penekanan.
Mendengar perkataan Alva, Rania langsung menelan kasar ludahnya. Definisi tidak menerima kesalahan sekecil apa pun sepertinya melekat dalam diri Alva.
"Apa kamu mengerti apa yang aku katakan?" tanya Alva menatap sekilas pada Rania.
"Ba-baik, Tuan," jawab Rania tergagap.
"Bagus! Aku juga minta kamu untuk datang ke apartemenku pagi-pagi sekali. Tugasmu bukan hanya di kantor dengan berkas-berkas itu tapi juga memastikan apa yang aku kenakan selalu terlihat sempurna. Kamu bukan hanya sekretarisku saat di kantor saja tapi juga asisten pribadiku."
Glek!
Kembali Rania dibuat gugup sejadi-jadinya mendengar perminataan konyol Alva. Kilasan adegan hot jeletot di novel yang sering dia baca pun langsung berseliweran.
"Hey, kenapa saat aku bicara kamu malah diam saja? Apa kamu tidak mendengar apa yang aku katakan atau kamu memang tidak memiliki pendengaran?"
Jleb!
Selain perkataan Alva itu horornya luar biasa, ternyata pedasnya juga tidak dapat diragukan lagi.
"Maaf, Tuan. Saya hanya sedang menyimak apa yang Anda sampaikan. Tapi apa masalah datang ke apartmen ini aman untuk saya?" tanya Rania takut-takut.
Mendengar perkataan Rania, Alva langsung menoleh dengan tatapan kentara sekali tidak menyukai pertanyaan yang keluar dari bibir gadis di sampingnya.
"Apa yang kamu takutkan? Apa kamu takut aku akan menjadikanmu sansak tinju? Setidaknya kalau kamu ingin mengeluarkan kata-kata menyebalkan seperti itu, kamu harus lihat-lihat situasi dan orang yang menjadi lawan biacaramu! Kamu datang ke sana untuk melakukan pekerjaanmu bukan untuk menghangatkan ranjangku!" ketus Alva membuat Rania langsung menunduk malu.
'Astaga! Bagaimana aku bisa lupa kalau yang menjadi Bosku saat ini adalah laki-laki impoten. Tentu saja dia tidak akan membahayakan aku, orang senjatanya juga tidak akan bangun,' batin Rania terkikik geli membayangkan tower sakti milik Bosnya yang koma sejak lahir.
"Hey apa yang kamu tertawakan? Apa kamu menertawakan perkataanku?" tanya Alva galak.
"Ah, bukan, Tuan. Maaf bukan seperti itu maksud saya. Saya hanya sedang mengutuk kebodohan saya yang sudah berpikir yang tidak-tidak barusan," kilah Rania sembari nyengir memamerkan gigi putihnya.
"Dasar gadis aneh! Awas saja kalau kamu memikirkan hal jorok tentangku! Aku bisa memberikan kamu hukuman dengan memotong gajimu kalau terus membuat aku kesal seperti ini!" ucap Alva penuh ancaman.
"Ja-jangan, Tuan. Maafkan saya. Saya tidak berani memikirkan hal yang tidak senonoh tentang Anda. Saya hanya …."
"Sudah! Kau buktikan saja dengan perkataanmu itu! Aku tidak suka orang yang banyak bicara tapi hasilnya nihil. Kalau kamu tidak berpikiran macam-macam, maka kamu tidak akan cekikikan mirip Mbak Kun Kun lagi," ketus Alva memotong perkataan Rania.
Sontak saja Rania langsung membekap mulutnya. Bisa dalam bahaya kalau dia terus memancing kekesalan Alva.
Bosnya kali ini memang sangat unik. Jadi harus Rania jaga dengan baik-baik.
Sedangkan Alva yang mendengar Rania terdiam, langsung melirik sekilas pada wanita itu.
Kembali, Alva dibuat mendengus kesal melihat wanita di sampingnya masih saja terlihat berusaha menahan tawa. Padahal di sana jelas sekali tidak ada yang lucu dan hanya ada peringatan saja yang meluncur dari bibirnya.
'Dasaf gadis aneh!' batin Alva penuh kekesalan pada wanita di sampingnya.