webnovel

Album Lama

"Sembarangan," tampik Serena baru saja ingin mengambil bantal satu lagi sang adik telah lebih dahulu berhambur keluar dan menutup pintu kamar.

Bantal yang telah terangkat ke udara diturunkan perlahan bersamaan menguar aroma tubuh Hanan memenuhi ruangan. Butiran kristal kembali mengalir di wajah sayu wanita yang saat ini sangat butuh dukungan bukan tekanan.

Serena berusaha tidak menciptakan pergerakan yang membangunkan buah hatinya. Beringsut turun dari ranjang menuju meja rias yang terbuat dari kayu jati, merupakan hantaran pernikahannya.

Mengeluarkan album kebersamaan dengan mendiang Hanan sejak di bangku putih biru. Setiap kejadian kembali di putar ulang saat menatap satu per satu potret kebersamaan membahagiakan.

Bukan sebulan dua bulan namun, sembilan tahun dia mewarnai hari bersama pria yang bernama Hanan Bagaskara. Anak seorang pengusaha minyak yang sangat terkenal kekayaannya.

Dari awal hubungan mereka tidak direstui selain masih terlalu muda untuk menjalin kasih. Juga derajat yang jauh berbeda, serta ayah Serena beristri dua yang lebih banyak bersama istri mudanya. Itu yang semakin membuat Kholik Abdullah tidak menyukai Serena menjadi bagian dari keluarganya. Dasar Hanan yang keras kepala tetap teguh dengan pilihannya, tak memperdulikan persetujuan orang tuanya.

"Tuhan apa perhatian dan cintaku pada suamiku masih kurang hingga kau ambil dia secepat ini dariku, bahkan dalam mimpi pun aku tidak berani membayangkan akan di tinggal suami seperti ini. Pada siapa lagi aku harus bersandar dan mempercayakan membagi separuh dari beban yang ada. Satu-satunya laki-laki yang berhasil mengembalikan kepercayaanku pada sosok laki-laki setelah pengkhianatan yang dilakukan ayah sama emak," ujarnya dalam isakkan.

Ditutupnya kembali album yang baru dilihat beberapa lembar. Hatinya kian teremas mengingat semua kisah yang tidak akan pernah bisa diulangi di masa yang akan datang.

Meletakkan kembali pada tempat semula, biarlah menjadi penghuni laci sampai dirinya kuat untuk membuka kembali.

Serena melirik gadis kecil yang pada hari kematian ayahnya genap satu tahun lima bulan. Di usia yang masih sangat dini untuk terpisah dengan cinta pertamanya. Kata pertama yang diucapkan adalah 'papa' dan kini papa yang selalu dipanggil tak akan pernah menyahut lagi.

Sang papa telah pergi, tak akan kembali.

"Malang sekali nasib kita berdua sayang, harus di tinggal papa secepat ini. Mama nggak yakin saat dewasa nanti adek bisa mengingat kebersamaan dengan papa yang sangat singkat ini. Ah, adek anak kuat pasti bisa melewati ini semua. Papa hanya berpindah alam dengan kita Dek. Mama yakin dari tempat yang jauh papa selalu mengawasi kita. Papa sayang sekali sama kita berdua." Serena meraup wajah kasar memaki butiran kristal yang tak pernah berhenti menetes kala teringat Hanan, lelakinya.

"Hanya adek yang Mama punya, adek semangat terbesar Mama untuk melanjutkan hidup."

Serena mengecup penuh kasih sang putri yang menggeliat, sepertinya terganggu dengan ulahnya. Lalu membenamkan tubuh lelahnya di samping sang putri, mungkin lebih baik terlelap untuk beberapa saat. Menenangkan pikiran kalut, lupakan soal hati yang hancur berantakan.

Baru saja akan memejamkan mata kata-kata kedua adik Hanan kembali mengganggunya. Jari-jari lentiknya memijat kepala yang berdenyut hebat.

Hingga beberapa hari kemudian kata-kata yang menyayat hati tidak bisa di alfakan. Semangat Serena lenyap entah kemana, sepanjang hari hanya dihabiskan mengurung diri di kamar tenggelam dalam nestapa.

Berat badan turun drastis akibat selera makan yang seketika hilang. Lebih tepatnya tidak ada niat untuk melanjutkan hidup. Ingin sekali menyusul Hanan jika memang itu jalan terbaik daripada selalu disalahkan.

Penampilan Serena sangat menyedihkan wajah pucat pasi, garis wajah terlihat jelas dan mata panda. Berjalan dari kamar ke dapur seperti tidak sanggup.

Melihat kondisi sang kakak yang sangat hancur Andar mengambil langkah. Mendatangi pihak rumah sakit tempat Indira bekerja berharap mendapat tambahan jatah libur.

Sayang kalau di pecat, jaman sekarang susah mencari pekerjaan. Apa lagi saat ini hanya sang kakak andalan penyambung nafas.

Dia belum bisa membantu mencari uang karena tugas kuliah yang menumpuk. Sedang adik bungsu baru di bangku SMP, pekerjaan apa yang bisa dilakoni anak SMP.

Indira mendapatkan tambahan libur selama satu minggu. Selanjutnya menjadi tugas bersama untuk mengembalikan semangat ibu muda itu.

"Dunia tidak akan pernah berhenti berputar meski Kakak berusaha untuk menahannya. Ayo Kak semangat bangun dari tidur panjang Kakak. Masih ada Qianzy dan kami yang membutuhkan Kakak," ujar Inggit yang diminta Sari untuk membujuk Serena.

Sari tidak sanggup harus bicara langsung pada putri sulungnya. Dia bisa merasakan kesakitan yang saat ini sedang dideranya.

Serena bukan tidak ingin bangkit namun, dia hanya butuh waktu mengumpulkan nyali menghadapi mulut pedas yang mungkin kedepannya akan dia telan. Kemarin baru mulut ipar menyayat hati, belum lagi mulut-mulut lain yang lebih pedas.

Mengingat lingkungan tempat tinggalnya ini sangat anti dengan yang namanya janda. Apapun alasan yang membuat seorang wanita menyandang status janda akan tetap menjadi aib.

"Dunia memang tidak akan berhenti berputar. Tapi aku butuh kekuatan untuk tetap bisa berdiri. Aku tidak tidur hanya berusaha mengumpulkan tenaga untuk menyambung hidup. Kamu, Andar dan emak tidak perlu khawatir. Serena yang cantik jelita ini tidak akan bunuh diri," timpal wanita dengan wajah sembab.

"Tapi itu mata bengkak!!" ejek bungsu dari tiga saudara itu.

"Aku sengaja menangis sekarang sampai puas karena setelah ini tidak boleh lagi menangis. Apalagi yang ingin dikatakan," hembus Serena menarik hidung adik, plus teman bertengkar.

Dia dan sang adik memang jarang akur karena sifat mereka yang bertolak belakang. Biasanya saat bertengkar Hanan yang menjadi penengah untuk mendamaikan mereka.

Suasana berkabung atas kematian Hanan yang mengharuskan kakak adik itu menepikan ego masing-masing. Meski selalu berdebat dan berselisih paham keduanya akan saling mendukung saat salah satu bersedih.

Mungkin dari kecil mereka tumbuh dalam asuhan sang emak tanpa bantuan ayah. Menjadikan Serean dan adik-adiknya terbiasa saling menguatkan. Tumbuh tanpa kasih sayang sang ayah menjadikan salah satu sudut hati mengalami kekosongan.

Cinta dan perhatian yang diberikan seorang ibu tidak akan mampu menutupi kekosongan. Itu juga yang di takut Serena teringat Qianzy pasti dan akan mengalami hal yang sama.

Entah apa yang bisa Indira lakukan untuk bisa menjadi mama sekaligus papa untuk Qianzy. Jangan sampai buah hatinya mengalami luka dan kekosongan yang sama.

"Kakak masih tidak mau jujur. Lihat wajah kakak yang menyedihkan dan badan tinggal tulang," sungut Inggit mengguncang tubuh sang kakak.

"Soal makan kamu saja yang baru di putus pacar sudah tidak selera makan. Ini aku, di tinggal mati suami, jangankan makan minum air aja kek nenguk duri," sembur Serena.

Di balik tirai kamar Sari tersenyum bahagia anak sulungnya sudah mau berdebat dengan si bungsu. Menandakan suasana hatinya tidak terlalu buruk. Semoga besok akan segera pulih dan bisa menjalani hari seperti semula.

Larut terlalu lama dalam kesedihan juga tidak ada gunanya. Orang-orang yang benci akan semakin senang karena usaha berhasil.

Saatnya bangkit dan mematahkan segala tuduhan yang disematkan kepadanya.

"Mak hanya ingin kakak bangkit dan lawan mereka yang memfitnah kakak dengan keberhasilan," batin Sari berlalu membiarkan kedua putrinya bertukar pikiran. Kemajuan sikap Indira hari ini sudah cukup membuatnya senang.

Masih ada esok dan esoknya lagi yang bisa digunakan menghibur Serena.