Sementara itu, terlihat dua orang mahasiswi yang tertawa bersama, mengobrol di lorong sambil berjalan.
Tapi di sisi depan, mereka akan berpapasan dengan Chandrea yang berjalan dengan begitu tenang, tegap dan sangat anggun meskipun pakaian dan tubuhnya benar benar sangat mencolok dan berani.
"Hei, bukankah itu Chandrea…. Halo Chandrea," mereka menyapa, entah kenapa mereka menyapa seperti kagum, padahal seharusnya Chandrea di takuti karena sudah banyak menjadi domba dalam adu domba bersama berandalan lain nya. Tapi Chandrea kebetulan tidak melihat mereka, dia hanya berjalan begitu saja membuat mereka terdiam kecewa. "Aku sangat ingin dekat dengan Chandrea."
"Iya, dia sangat keren sekali, meskipun dia bertarung dengan banyak orang, tapi dia menunjukan bahwa wanita memiliki harga diri yang bisa sama dengan lelaki yakni dengan melawan mereka."
"Sangat keren, bahkan seluruh kampus ini tunduk padanya, orang biasa seperti kita malah ingin sangat berteman dengan nya … eh bagaimana jika kita meminta Xela, di itu dekat dengan Chandrea."
Sepertinya Chandrea memang terkenal luar biasa apalagi setelah mengalahkan banyak laki-laki yang begitu bajingan maupun brengsek, juga wanita-wanita yang menjengkelkan yang ada di kampus. Chandrea sekarang di sukai wanita di sana, bahkan mereka menjadikan nya panutan, cara melawan untuk menghindari lelaki brengsek harus mereka ketahui dari Chandrea langsung.
Dan sekarang, kedua wanita tadi bertemu dengan Xela. Mereka kebetulan bertemu. "Xela," mereka memanggil membuat xela terdiam dengan ketakutan, rambutnya masih tercat putih.
"Ka-kalian mau apa?" dia menatap takut, sepertinya dia mengira dirinya akan di tindas lagi.
"Selama ini kami salah menilaimu, jangan khawatir, kita hanya orang biasa dan tidak menindasmu kok, apakah kamu sudah lebih baik dengan luka mu?"
"Ya, aku yakin para berandalan itu sudah di keluarkan,"
"Eh, di keluarkan?" Xela menatap terkejut.
"Iya, mereka di keluarkan demi menutupi kasus kampus yang lain nya, tapi kepala sekolah tetap menyalahkan Chandrea juga, karena mereka yang keluar terus saja menyebut kesalahan melalui nama Chandrea. Tapi bagi kami, chandrea sudah melakukan hal yang benar,"
"Bahkan itu sangat keren, jadi ikutlah kami," mereka mengajak dengan ramah membuat Xela mengangguk dan mengira mereka ingin berteman dengan Xela, padahal dia hanya akan dimanfaatkan, pasti.
Hingga di pertengahan jalan lorong, mereka saling menatap licik kemudian menoleh ke Xela. "Xela, bisa kita meminta bantuan, kami sangat lapar, bisakan kami meminta mu membeli roti?" tatap salah satu dari mereka.
Xela yang dari tadi berjalan bersama mereka menjadi terdiam bingung. "Kenapa, kenapa kita tidak beli Bersama saja?"
"Tidak mau, jika Xela yang melakukan nya pasti lebih enak."
"Iya, itu benar, ayolah Xela, kami mohon," mereka benar-benar tampak kelewatan membuat Xela akhirnya menghela nafas dan mengangguk.
Tak lama kemudian, Xela menghampiri mereka yang ada di kelas kemudian memberikan roti yang ia beli pada mereka. Mereka terdiam sebentar dan berwajah kesal. "Bukan roti ini yang kami kami minta," tatap mereka seketika Xela terkejut dan berwajah kecewa. "Maafkan aku."
"Kami tak mau membayarnya," mereka langsung membuang wajah.
Hal itu membuat Xela Kembali terkejut, dia kemudian kecewa juga.
Tapi tiba-tiba ada yang mengambil roti-roti itu membuat mereka menoleh. Rupanya Chandrea yang memasang wajah tertarik. "Aku lapar, aku akan membeli ini ehehem," dia menatap Xela yang terdiam melihatnya, lalu memberikan uang padanya.
Tapi Xela terkejut karena uang nya terlalu banyak. "Eh ini cukup, jangan banyak banyak, bahkan terlalu banyak!!"
"Tak apa-apa, pasti susah membawanya kemari bukan, Karena kantin jauh, terima kasih," balas Chandrea membuat Xela tersenyum kecil dan mengambilnya. "Terima kasih."
Tapi kedua orang itu yang melihatnya menjadi kesal, mereka bahkan melirik Xela membuat Xela Kembali menundukan wajahnya. "Padahal kita ini mencoba memanfaatkan Xela, kita mencoba dekat dengan nya hanya ingin dekat dengan Chandrea juga, tapi di sini, Chandrea tidak menggubris kita, malah ke Xela saja."
"Oh benar, aku kemari juga ingin memberitahu mu bahwa Dosen sedang memanggilmu," kata Chandrea.
"Ah, baiklah," Xela mengangguk lalu dia mengikuti Chandrea yang berjalan sambil memakan roti itu.
Ketika sudah jauh dari mereka, Chandrea berhenti dan menatap Xela yang bingung mengapa berhenti.
"Baiklah, kau sudah aman, kembalilah melakukan aktivitasmu."
"Apa??! Jadi dosen tidak memanggil ku?" Xela menatap tak percaya.
"Tidak, tapi paling tidak, kau bisa bebas dari mereka, aku sudah bilang jangan percaya pada orang-orang di sini, hanya aku, hanya aku teman mu.... Ehehehemm...."
Seketika Xela terdiam tak percaya da n langsung tersenyum senang, wajahnya juga malu. "Terima kasih," tatapnya membuat Chandrea tersenyum senang dan berbalik. "Sampai jumpa, lain kali panggil aku," dia melambai sambil berjalan pergi.
"Entah kenapa dia selalu terlihat baik..."
Esok hari selanjutnya, Xela berangkat ke sekolah, kali ini dia memilih untuk berjalan kaki. Ketika di bagian halaman kampus, ada sepasang wanita yang sedang berjalan bersama dan mengobrol dengan sangat baik. Salah satu wanita itu tak sengaja menjatuhkan sapu tangan hanya untuk merogoh tas nya mencari ponsel.
"Hei, ayo foto dulu untuk hari ini," dia mengajak teman nya yang berjalan di samping nya. Lalu mereka berfoto tapi di belakang kebetulan ada Xela, dia terdiam menatap sapu tangan itu. Sifatnya yang polos, membuatnya berlutut mengambil sapu tangan itu dan mendekat menyusul mereka.
"Anu.... Permisi," panggilnya pada mereka berdua membuat mereka menoleh.
"Kamu menjauhkan sapu tangan mu," kata Xela.
Tapi siapa sangka, kedua wanita tadi langsung terkejut gemetar ketakutan. "Ka-kau!!" Mereka benar-benar ketakutan dan langsung melarikan diri membuat Xela terdiam masih membawa sapu tangan tadi. "Apa yang... Terjadi?"
Bahkan ketika di kamar mandi pun, ada wanita yang memasang riasan make up, tapi ada yang membuka pintu dan terlihat dari kaca seperti Xela yang rupanya juga ingin ke kamar mandi.
Hal itu membuat nya terkejut ketakutan dan langsung meninggalkan alat riasan nya melarikan diri dari kamar mandi. Xela kembali merenung menatap kepergian wanita tadi.
"Kenapa sangat aneh?" dia bahkan terdiam kecewa hingga melihat Chandrea secara kebetulan, Chandrea terlihat menatap ke lorong lain dengan tatapan yang tajam. "Hei, ingat ya, jangan dekat dekat Xela lagi, jika kau mengganggunya, aku akan membunuhmu ehehehem," kata Chandrea.
Seketika Xela terkejut, dia sudah bisa menilai bahwa Chandrea mengancam mereka yang sampai saat ini tak berani dekat dengan Xela, itu karena Chandrea mengancam.
"Chandrea!!" hingga dia berteriak marah membuat Chandrea langsung menoleh.
"Ehehehemm.... Halo," dia langsung mendekat.
"Sudah cukup dengan perlakuan mu!!!" Xela langsung mengatakan itu membuat Chandrea mendadak terdiam.
"Apa maksud m--
"Chandrea, aku tak mau kau mengancam mereka begitu, katakan padaku, apa kau mengancam mereka untuk jangan mengganggu ku?" Xela menatap. Chandrea terdiam sebentar, lalu mengangguk pelan.
"Chandrea, ini sudah cukup, aku tahu kau melakukan itu untuk ku tapi, jangan buat mereka takut padaku juga--
"Tapi aku tak mau kau di tindas lagi, apalagi mengingat kondisimu," Chandrea menatap khawatir.
Tapi tiba-tiba Xela memegang pipi Chandrea membuat Chandrea terdiam bermata lebar tak percaya.
"Kita berteman, jika kita berteman, dunia seperti milik kita, jadi biarkan saja orang orang melihat, berbicara, maupun memperlakukan kita apa, aku tetap bersyukur dan berterima kasih karena kau selalu ada," kata Xela dengan senyum senang.
Chandrea juga tersenyum senang, seketika dia memeluk Xela membuat Xela terkejut. "Akhirnya, kau benar-benar menerima ku sebagai teman mu..." kata Chandrea, Xela yang mendengar itu menjadi tersenyum lembut dan juga memeluknya.
Tapi hal itu tidak bertahan lama, dimana ketika Xela sampai rumah, dia mendadak merasakan lemas dan langsung mimisan lagi membuatnya mengambil tisu sebanyak-banyaknya dan langsung berbaring di kasur.
"Kenapa tiba-tiba sekali…" ia tampak kesakitan.
Sementara itu Chandrea kembali ke apartemen nya, ketika sudah masuk dan melihat Jangmi yang duduk di sofa menjadi melambai menyambutnya dari jauh membuat Chandrea tersenyum kecil, namun tanpa di sangka ponselnya berbunyi, ia langsung melihat yang rupanya itu dari Xela, ia langsung menerimanya. "Halo?"
Tapi sayangnya, itu terputus begitu saja membuat Chandrea tampak panik, hingga ia langsung beranjak pergi dari kamarnya.
Jangmi yang ada di luar kamar menjadi melihatnya yang terburu-buru pergi. "Tunggu, Chandrea, kemana kamu akan pergi?!" dia menghentikan nya dengan tatapan serius.
"Tak ada waktu lagi, ikutlah aku saja," Chandrea mendadak memegang tangan Jangmi membuat Jangmi terkejut karena dia langsung tertarik tubuhnya, mereka pergi ke rumah Xela dengan mobil Chandrea.
Jangmi yang tidak tahu apapun hanya bisa mengikuti Chandrea, hingga Chandrea mengetuk pintu, langsung di bukakan oleh Marito.
"Kenapa kau datang?" wajah Marito tampak putus asa.
Tapi Chandrea mendorong nya untuk menyingkir dan dia berjalan masuk dengan masih menarik tangan Jangmi, mereka langsung masuk ke kamar Xela dan di sana ada adik Xela yang berdiri menatapnya, Xela tampak lemas terbaring di tempat tidur.
Dia mengetahui Chandrea mendekat di tempatnya membuatnya menoleh. "Chandrea…"
Chandrea bahkan langsung berlutut. "Kau bilang kau masih punya beberapa waktu lagi… Kenapa secepat ini?!" Chandrea menatap tak percaya, bahkan Jangmi yang melihatnya hanya bisa merasa iba, juga Marito ikut berduka.
"(Apakah ini gadis yang di bicarakan Chandrea, apakah dia yang membuat Chandrea menjadi diam kemarin? Sepertinya begitu, umurnya terlihat tidak lama lagi dan wajahnya sangat pucat,)" pikir Jangmi.
Xela yang mendengar perkataan Chandrea tadi hanya bisa tersenyum kecil dan perlahan meneteskan air mata, kemudian menarik Chandrea untuk mendekat dan berbisik sesuatu hingga Chandrea tampak mengerti sambil menundukan pandangan, kemudian dia berdiri.
". . .Sampai jumpa, kau bisa pergi dengan tenang," kata Chandrea, yang paling terpukul justru Marito.
"Chandrea…" Jangmi menyentuh bahunya dari belakang, seketika Chandrea memeluknya membuat Jangmi terkejut tapi ia menerima pelukan itu untuk Xela yang menutup mata, dia bisa melihat mata Jangmi yang terarahkan padanya.
Itu adalah akhir dari si culun dengan kehidupan tanpa pengharapan yang sempurna.