webnovel

Istriku Cacat, Istriku Malang

Ketika ketulusan tidak dihargai, kesetiaan dipermainkan, dan cinta dinodai. Apa yang harus kau lakukan? Ellard Willard, merasa kebahagiaannya direnggut paksa dengan kematian tunangannya pasca kecelakaan naas yang dialami Naura. Emily Laura, wanita yang menjadi tersangka atas kematian tunangan Ellard harus menanggung kemarahan dari pria brutal itu. Dendam yang membutakan hati mengantar mereka pada suatu hubungan yang sangat rumit. Hubungan yang membuat seorang Ellard tersesat dalam kenikmatan yang tidak berani ia artikan.

Shinee0503 · Urbano
Classificações insuficientes
16 Chs

Aku Emily

Emily terbangun karena merasa tenggorokannya kering. Cacing-cacing manja di perutnya juga berdemo minta di kasih jatah. Wajar saja mengingat Emily memang melewatkan makan malamnya dan bukan hanya makan malam, makan siangnya juga terlewat begitu saja karena Ellard menyeretnya dari rumah sakit pas jam makan siang.

Duduk dari pembaringannya, Emily meraba nakas yang ada di sampingnya. Tidak ada apa-apa selain sebuah jam weker. Emily meraba sisi tempat tidur di sebelahnya dan tentu saja kosong karena Ellard tertidur di bawah. Menyadari Ellard tidak tidur bersamanya, Emily segera berpindah tempat, berharap nakas yang berada di sisi lain tempat tidur terdapat air minum. Ternyata sama saja, hanya ada lampu hias.

Emily hanya tidak mengetahui bahwa Ellard melarang pelayan untuk menyediakan air minum di dalam kamar guna menyulitkan Emily. Ellard juga tidak berniat sama sekali untuk tidur di atas ranjang yang sama. Ia tidak sudi.

Tidak menemukan air, akhirnya Emily memilih untuk melanjutkan tidurnya. Namun matanya enggan untuk kembali terpejam. Bukan hanya tenggorokannya yang meminta agar dibasahi melainkan cacing-cacing di perutnya juga.

Mau tidak mau Emily memilih nekat. Ia menurunkan kaki dari atas ranjang, berjalan perlahan menggapai pintu sambil mengucap doa semoga ia tidak termakan jebakan betmen Ellard yang bisa saja mencelakainya.

Lolos keluar dari kamar tanpa ada hambatan dan benturan, ia bernapas lega. Emily menduga di kamarnya tidak memiliki benyak perabotan. Tadinya ia khawatir Ellard melakukan hal gila dengan sengaja menyusun perabotan di dalam kamar agar ruang geraknya menjadi sempit.

"Beberapa meter dari pintu kamar, harusnya menuju tangga. Semoga aku tidak terjun bebas dan semoga saja suamiku tidak terbangun dan melemparkan kelereng," gumamnya hinga tangannya menggapai pinggiran tangga.

Dengan penuh hati-hati dan jantung berdebar tidak karuan, Emily mulai menuruni tangga sambil menghitung anak tangga agar ia terbiasa. Beberapa kali ia hampir terjatuh, dan hal itu membuatnya semakin mengerti jarak antara satu anak tangga dengan anak tangga lainnya.

Di dua anak tangga terakhir, Emily pun terjatuh. Bukan tanpa sebab, tapi wanita itu terkejut mendengar suara Ellard.

***

Ellard kecil dengan baju dan sepatu penuh lumpur berlari masuk melewati ruang utama hingga lumpur di sepatunya meninggalkan jejak yang sangat jelas tercetak di lantai.

Rebecca Willard, wanita angkuh yang tidak lain adalah ibunya dan juga Morin sedang berada di ruang utama bersama beberapa temannya sedang bergosip ria hingga salah satu temannya menyadari kehadiran Ellard dan mengadukannya kepada Rebecca.

Rebecca menoleh dan air wajahnya berubah 180 derajat begitu melihat sosok Ellard yang sangat kotor.

"I-ibu, aku dan beberapa temanku sedang bermain bola dan aku memenangkannya, Ibu.." Ellard berlari mendekati ibunya dengan wajah berbinar. Ia memenangkan pertandingan, seperti ibu-ibu lainnya yang sangat antusias menyambut kemenangan putra-putra mereka, Ellard mengharapkan respon yang sama.

Namun saat Ellard sudah berdiri di hadapannya, Rebecca dengan mata melotot segera menjewer telinganya, bahkan menarik anak rambut di sekitar telinganya. Bayangkan betapa sakitnya itu.

"Sa-sakit, Ibu," adunya namun berusaha menahan tangisannya. Ia tidak ingin menjadi pria yang cegeng dan ibunya juga mengataka membenci tangisan seorang anak.

"Dasar anak tidak tahu diuntung. Pembawa sial dan petaka! Berapa kali lagi aku harus menghajarmu agar kau sadar kau siapa binatang! Beraninya kau memanggil aku, Ibumu. Aku bukan Ibu-mu, anak haram!" Rebecca dengan sadis menarik telinganya, menyeret tubuh kecil itu ikut bersamanya. Rebecca membawanya ke halaman belakang rumah, terdapat beberapa gudang sebagai penyimpanan barang-barang bekas.

Rebecca menendang sebelah pintu dan tikus pun berlarian keluar begitupun kecoa yang bermain petak umpet dengan cicak. Rebecca melempar tubuh Ellard hingga terpental. Kepalanya membentur dinding hingga jidatnya benjol sebesar jengkol. "Jangan pernah memanggilku Ibu, dan kapan kau mati anak sialan! Sudah berapa kali kukatakan, ini minuman untuk mengantarmu dalam tidur lelap yang berkepanjangan. Aku muak dengamu!" Rebecca melempar racun tikus ke hadapannya.

"Ibu, jidatku sakit," adunya dengan polos.

"Minum lah itu, dan jika lapar makan tikus yang berkeliaran di kakimu!" Rebeca segera mengunci pintu gudang tersebut bahkan mengabaikan tangan Ellard yang sempat terjepit.

Ellard meraung, menjerit meminta pertolongan. "Ibu, aku takut Ibu. Ibu, aku janji tidak akan bermain lumpur lagi. Ibu di sini gelap sekali, Ibu. Ibu, aku janji tidak akan bermain bola lagi. Ibu.." tidak ada sahutan atas rintihan pilu anak kecil berusia delapan tahun itu.

Di tengah ketakutannya, Edward lah yang datang untuk menemaninya secara sembunyi-sembunyi dan sesekali ditemani oleh Morin. Edward adalah putra dari sopir ibunya. Edward,  penyelamat baginya. Tapi sayang, itu tidak bertahan lama, Rebecca mengetahuinya dan segera memecat sopirnya dan mengusirnya dari rumahnya.

Begitulah perlakukan Rebecca terhadapnya, ketidakadilan yang Ellard alami sejak ia kecil bahkan sampai ia duduk di bangku sekolah menengah atas. Ellard masih memohon, berharap ibunya melirik dan menoleh ke arahnya. Tapi keinginannya itu hanya mimpi belaka, hanya kekerasan yang ia terima. Disaat usianya menginjak 18 tahun, ia masih sering mendapat perlakuan tidak adil. Jika dulu Rebecca menghukumnya dengan mengurungnya serta memukulnya dengan mengggunakan tangan wanita itu, tidak sejak ia beranjak dewasa. Rebecca memukulnya menggunakan kayu dan bahkan tali pinggang.

Ellard memilih keluar dari rumah begitu ia tahu statusnya. Ternyata ia tidak terlahir dari rahim wanita yang selama ini ia panggil dengan sebutan ibu, melainkan dari rahim wanita yang merupakan cinta pertama ayahnya, Stevan Willard.

Stevan Willard mengalami kecelakaan pesawat saat Ellard masih berada di dalam kandungan. Stevan meninggalkan wasiat dengan mewariskan semua hartanya atas nama bayi yang dikandung oleh wanita yang dicintainya itu yang tidak lain adalah ibu kandungnya.

Kematian dan pengkhianatan Stevan tidak bisa diterima oleh Rebecca. Ia menjumpai ibu kandung Ellard yang saat itu sudah hamil tua berniat untuk melampiaskan kemarahannya. Namun takdir berkata lain, wanita itu meninggal saat melahirkan Ellard. Ellard yang malang harus menanggung kemarahan Rebecca.

Satu tahun terakhir ini, ia tidak pernah memimpikan kenangan buruk itu lagi. Tapi ada ada dengan malam ini? Ia sedang tertekan akan kerinduan terhadap Naura, dan ia juga pergi ke rumah sakit untuk menyaksikan kondisi Rebecca yang dikabarkan Edward terjatuh di dalam toilet. Wanita itu terlihat baik-baik saja. Lalu kenapa mimpi itu harus kembali menghantuinya? Ia sungguh takut, sangat takut. Ia benci melihat ketidak berdayaannya di dalam mimpi itu. Ia terlihat seperti pengemis. Ya, mengemis perhatian dan kasih sayang.

Ini mengerikan, aku harus bangun, Ellard bangunlah! Sisi dirinya yang lain memerintah Ellard agar segera bangun dari mimpi buruk yang membelenggunya. Shit! Aku membutuhkan Naura.

"Hei, ada apa denganmu? Tenanglah. Itu hanya mimpi buruk. Buka matamu dan bangunlah. Kau baik-baik saja."

Suara siapa itu? bukan suara kekasihku-Naura. Dan ini bukan cara Naura membangunkan dan menenangkanku.

"Hei, kau tidak sendirian. Aku di sini, bersamamu. Bangunlah, aku menunggumu,"

Ellard tersentak dan terbangun. Pria itu duduk dengan tiba-tiba membuat genggaman tangan Emily terlepas paksa.

"Syukurlah kau sudah bangun. Lihatlah, kau baik-baik saja, bukan. Kau lebih hebat dari mimpi buruk itu,"

Ellard mengerjapkan matanya berulang kali, melihat sosok yang baru saja menyelamatkannya dari rasa sesak yang luar biasa mematikan.

Entah mendapat dorongan dari mana tangannya terulur menarik Emily agar berdiri dan daduk di pangkuannya. Ia memeluk Emily.

"Aa-aku Emily,"

"Aku tahu. Diamlah." Ellard mengeratkan pelukannya dan semakin mengeratkan pelukannya tatkala jemari Emily mengusap lembut kepalanya.