webnovel

Indigo Love Story

Ana adalah gadis yang bisa melihat hal gaib dan dia patut bersyukur berkat kemampuannya itu, dia menemukan seseorang yang sangat di cintainya. Pernah diterbitkan di Wattpad

Ayi_Lee · Adolescente
Classificações insuficientes
8 Chs

Indigo Love Story Part 4

Ana Pov

Aku keluar dari rumah untuk melihat keadaan luar "padahal baru sehari aku tidak keluar rumah. Tapi, aku sudah merindukan suasananya" ucapku senang. Aku duduk di kursi yang sengaja di letakan diteras rumah kak Luna.

Kurasakan ponselku bergetar, dengan cepat aku memeriksanya.

Line

Kevin

Aku kena demam.

Kau harus bertanggung jawab!

Mataku terbelalak melihat isi pesan itu. Ponselku kembali bergetar.

Kevin

Kau harus merawatku!

Kepalaku pusing!!

Kau masih ingat? Kau masih punya hutang padaku.

Hutang? Hutang apa?

Ana

Hutang apa?

Jangan berbohong jika kau terkena demam!

Aku tidak mau merawatmu!

Kevin

Kau lupa?

Tugas sekolah yang ku kerjakan diperpustakaan saat kau tidur?!!

Itu tidak gratis nona!!

Aku tidak bohong, aku benar-benar sakit!

Ana

Kalau aku tidak mau bayar?

Kau mau apa huh?

Buktikan jika kau memang sakit!

Kevin

Aku akan menciummu di depan kak Luna!

Apakah bukti ini cukup?

Woah dia benar-benar menakutkan, bagaimana bisa dia mengancamku seperti itu.

Ana

Silahkan saja, kau pasti dibunuh oleh kak Luna karena berani melecehkan adiknya!!

Kevin

Tidak apa aku di bunuh oleh Kak Luna.

Asalkan sebelum mati, aku sudah menciummu!

Dasar MESUM!!

Ana

Kau menjijikan!

Kevin

Aku menjijikan hanya di depanmu dan hanya untukmu!

Ana

Aku ingin muntah membaca semua pesan darimu.

Kau beneran Kevin Prasetya kan??!!

Cowok si muka datar?

Kevin

Muntah saja selagi masih gratis!

Tentu saja, Aku Kevin.

Enak saja datar!

Hey wajah tampan begini di bilang Datar???

Kau minus berapa hah?

Dia mengajakku berkelahi rupanya.

Seseorang menepuk pundakku, aku menoleh untuk melihatnya. Ternyata kak Luna, "Ada apa kak?" tanyaku, dia memberikan buah padaku "apa ini?" tanyaku lagi. "Kau tidak lihat, ini buah" serunya. Dia bahkan memukul tanganku "iya buat apa?" dengusku. "Berikan kepada Kevin. Tadi kakak mampir ke rumahnya dan ibunya bilang Kevin sakit. kakak jadi tidak enak sama dia, mungkin dia demam karena jagain kamu tadi" ungkapnya. Ponselku kembali bergetar "hum, aku akan antarkan" ucapku, kakakku tersenyum lalu masuk ke dalam rumah.

Kevin

Kenapa kau tidak membalasnya?

Kau menyerah?

Aku memutar bola mataku bosan.

Ana

Siapa yang menyerah padamu, Bodoh!

Kevin

Cih.. yang bodoh itu kau!

Menolak kebaikan dari lelaki ganteng dan setampan ini!

Aku mendengus melihat pesan darinya 'sebaiknya aku segera pergi ke rumahnya'.

Saat diperjalanan, Kevin terus-terusan memberikan pesan singkat padaku. Aish ini benar-benar menggangguku.

Sesampainya dirumah Kevin, aku disambut baik oleh ibunya Kevin. Dia juga memberikan izin untukku melihat keadaan Kevin dikamarnya.

"Kevin dari tadi belum makan, kamu bujuk ya" suruh ibu Kevin, aku menganggukkan kepalaku lalu masuk ke dalam kamar Kevin sambil membawa semangkuk bubur dan air putih hangat. Dia tiduran diatas kasur membelakangiku. Tapi, aku masih bisa melihat apa yang sedang ia kerjakan. Dia sedari tadi memainkan ponselnya.

"Aish dia bahkan tidak membacanya" ujarnya yang terdengar kesal. Dia membalikan tubuhnya dan itu menghadap kearahku. Tatapan kami bertemu "membaca apa?" tanyaku lalu duduk dipinggir kasurnya. Aku menyimpan bubur itu diatas meja yang berada dekat dengan kasurnya. Dia mengubah posisinya menjadi duduk "sejak kapan kau ada disini?" tanyanya, aku menggaruk leherku "beberapa menit yang lalu" ucapku sambil menatapnya. Dia balas menatapku "hutangku lunas, aku mau kembali ke rumah" ucapku lalu beranjak dari kasur Kevin.

Kevin menahan pergelangan tanganku dan menariknya. Mendapat tarikan itu, aku terjatuh diatas tubuhnya Kevin. Kami saling memandang satu sama lain "hum.. ke..kena..pa kau menarik..ku?" ucapku gugup. Dia tidak berbicara, dia terus memperhatikan wajahku. Semburat merah kini muncul dipipiku 'apakah dia mendengar detak jantungku?'

Perlahan dia mendekatkan wajahnya padaku 'dia mau apa? Mengapa aku diam saja?'.

Dia menyondongkan wajahnya padaku, mataku terbelalak "Kevin.." panggilku "hum..?" tanyanya. Jarak diantara kami sangat dekat sekarang, bahkah ujung hidung kami sudah bersentuhan "kau kena cakar kucing ya?" tanyaku polos, dia terkekeh "aku akan jelaskan setelah menciummu" ucapnya. Aku mencubit pinggangnya, dia meringis. Dengan cepat aku bangun dari posisiku lalu duduk agak jauh dengannya "Aku pulang saja ah.. terlalu berbahaya jika terus di dekatmu" ucapku, dia kembali menarik tanganku tapi tidak seperti tadi.

"Aku akan jelaskan" ucapnya.

"Ayo jelaskan!" titahku.

Dia menghela nafas lalu menyuruhku duduk, aku menurutinya "aku kena cakar kuku kakakmu. Dia mengamuk padaku karena mengabaikannya" ucapnya, aku memperhatikan wajahnya yang berubah jadi sebal. Aku menyentuh tangannya, dia menatapku. Ku berikan seulas senyum tulus padanya. Dia mengusap rambutku pelan "pasti sangat sulit untukmu menjauh dari kakakku kan? Aku minta maaf" ujarku, dia menggelengkan kepalanya.

"Wajar saja sih, aku kan tampan makanya dia selalu menempel padaku" ucapnya dengan rasa percaya diri yang tinggi. Aku memukulnya lagi "pede banget sih jadi orang" aku memukul tepat digoresan cakaran.

"Sakit.. " rintihnya, dia memegangi tangannya yang kena cakar "maaf ku kira cakarannya hanya di pipimu" ucapku dengan rasa menyesal sambil menyentuh lengannya yang sakit. Dia mengerucutkan bibirnya "obati aku!" titahnya, aku menganggukkan kepalaku lalu berdiri dari dudukku "kau mau kemana?" tanyanya.

"Mengambil air hangat untuk membasuh lukamu" ujarku. Dia hanya ber oh ria "jangan lama-lama ya" ucapnya. 'Dia bukan Kevin yang ku kenal, mengapa imagenya berubah drastis saat di dekatku?'

Aku keluar dari kamarnya lalu berjalan ke dapur mencari ibu Kevin "Tante" panggilku, ibu Kevin menoleh "iya" jawabnya. Aku berjalan untuk mendekatinya "aku minta air hangat tante, buat ngobatin luka gores di pipi Kevin" ucapku. "Ah air hangat, bentar ya" ucapnya. Kulihat tante menyiapkan air hangat beserta handuk kecil "ini.." ucapnya sambil memberikan barang yang aku butuhkan itu. Aku menganggukkan kepalaku "eh tante, boleh aku pinjam kotak p3knya tidak?" tanyaku, ibu Kevin menganggukkan kepalanya "tentu saja boleh" ucapnya sambil tersenyum padaku.

Aku mengambil semuanya ke kamar Kevin. Kevin menatapku "lama.." ucapnya, aku mengerucutkan bibirku "mentang-mentang sakit. Manjanya minta ampun!" dengusku. Dia kembali menampakan wajahnya yang datar. Aku duduk di pinggir kasurnya, dia mendekatiku. Aku mencelupkan ujung handuk ke dalam air hangat lalu aku mulai membersihkan luka goresan di tangan Kevin "aw.. pelan-pelan" ringisnya.

'Dasar manja' makiku dalam hati.

"Iya iya, aku pelan-pelan" ucapku.

Author Pov

Ana mulai fokus mengobati luka di tangan Kevin. Sedangkan Kevin, dia hanya memandang Ana dari jarak yang sangat dekat ini. Darahnya berdesir saat melihat Ana yang mulai meniup luka itu.

Deg deg deg..

'Aish mengapa ini begitu menggelikan. Tapi aku menyukainya'pikir Kevin dan kini telinganya berubah kemerahan menahan rasa senang dalam dirinya. Tanpa sadar Kevin mencium pipi Ana. Ana terdiam lalu menatap Kevin, Kevin juga membalas tatapan Ana. Kevin menggenggam tangan Ana "Aku mencintaimu" ujarnya. Ana masih terdiam, sedetik kemudian dia mengangguk kaku lalu kembali fokus mengobati luka Kevin. "Kau percaya padaku kan?" tanyanya, Ana menatapnya sekilas lalu menatap luka Kevin, sesekali dia meniupnya.

"Jawab aku, aku merasa di abaikan jika kau terus diam" ucapnya memelas. Tapi, Ana masih diam tidak mengeluarkan sepatah katapun. "Aku akan mengobati goresan di wajahmu" ucap Ana, dia mulai menatap wajah Kevin. Kevin hanya bisa memperhatikan wajah Ana. "Woah lukamu sangat banyak sekali" ucap Ana yang masih fokus membersihkan luka goresan di wajah tampan Kevin.

"Kenapa kau sangat suka mengubah topik?" dengus Kevin, Ana hanya tersenyum lalu menatap mata Kevin "karena aku gugup. Semua pertanyaan dan pernyataanmu padaku membuatku sangat gugup" ucap Ana jujur. Wajah Ana berubah menjadi sendu "tapi itu membuat dadaku sesak, Vin. Setiap kau mengatakan kau mencintaiku. Aku merasa bahwa pernyataan itu bukan untukku. Tapi untuk kakakku"

"Setelah ku pikir-pikir lagi. Perkataan kakakku ada benarnya, aku mengambil semua darinya. Nama, kasih sayang dari keluargaku, dan mungkin aku telah merebutmu darinya. Aku merasa kesal saat tau kau juga pernah menyukai kakakku. Aku tau dia tidak pernah hidup, tapi setidaknya. Aku ingin dia bahagia meskipun pada akhirnya aku yang tersakiti. Meskipun dia jahat padaku, tapi kami pernah berbagi tempat tinggal yang sama. Di rahim ibuku" ucap Ana, air mata sedari tadi sudah membasahi pipi Ana. Kevin terdiam, Ana mengusap pipi Kevin pelan.

"Aku juga mencintaimu, Vin. Tapi, perasaan ini begitu menyikasaku. Aku tidak tau harus memilih antara kau dan kakakku hiks.. aku.."

Kevin memeluk Ana.

"Kau bisa memilihku, dia hanya mahluk tidak kasat mata. Dia hanya mempengaruhimu Ana" ucap Kevin. Ana hanya menangis di pelukkan Kevin. "Aku tidak ingin kau pergi dariku. Jika aku bersamanya, Apakah kau akan bertanggung jawab atas kebahagianku hm?" tanya Kevin, Ana menggelengkan kepalanya. "Aku ingin kau bahagia" ucap Ana. Kevin menggelengkan kepalanya "kebahagianku hanya bersamamu, teman-temanku dan keluargaku"

Kevin menatap wajah Ana. "Sedangkan dia, dia hanya sumber kebencian dan kesedihanku" ucap Kevin. Bahkan kini Kevin juga menangis di depan Ana. Ana hanya menatap wajah Kevin "aku mohon pertahankan aku" ujar Kevin. Tanpa mereka sadari, sedari tadi. Kakak Ana mendengar ucapan mereka, tangannya mengepal melihat saat melihat Kevin memeluk adiknya.

'Kau benar, aku hanya mempengaruhinya'

"Dia bukan kakakmu. Tapi, dia hanya roh hitam yang selalu ada bersamamu" ujar Kevin. Kening Ana berkerut "kau pernah dengar, ada mahluk yang hidup menyerupaimu di dunia ini? Dia adalah jin, kakakmu telah lama tiada dan langsung hidup di alam sana. Sedangkan Jin yang mengaku kembaran kakakmu itu hanya sandiwaranya saja."

"Kau tau mengapa aku tidak pernah percaya mereka?"

Ana menggelengkan kepalanya "karena mereka hanya jin. Dan bodohnya aku, aku pernah menyukai kakakmu karena parasnya yang menyerupaimu. Kau tau alasannya?"

Ana menggelengkan kepalanya "dia memberitahuku kisahnya. Kisah tentang begitu menyedihkannya dia, aku juga laki-laki normal Ana. Dengan wajah secantik itu, aku juga bisa jatuh ke dalam pesonanya jika dalam waktu yang lama aku mengenalnya"

"Dengarkan aku, aku bukan mencintainya tapi aku kasihan padanya" ujar Kevin. Ana masih sesengukkan "terus aku harus bagaimana?" tanya Ana putus asa. Kevin kembali memeluk Ana "aku akan membunuhnya. Jadi, kau tidak perlu khawatir hum.." ucap Kevin yang mencoba menenangkan tangisan Ana dalam peluknya. Sosok itu keluar dari lemari Kevin. Ana dan Kevin menoleh untuk melihatnya ��MATI SAJA KALIAN BERDUA!!!" teriaknya.

Sosok itu dengan cepat mendekat kearah mereka, dia berhasil mengambil Ana. "Apa yang kau lakukan, lepaskan aku!" teriak Ana. "lepaskan dia!" karena masih dalam keadaan sakit. Kepala Kevin kembali berdenyut sakit.

"Kalian lupa satu hal, hantu juga bisa membuatmu sakit!" ucap sosok itu dingin. "Lepaskan aku!" teriak Ana sembari memukul lengan hantu itu. Hantu itu hanya tersenyum licik "uuhh kau lupa, aku kan tidak pernah merasakan sakit!" Kevin berjalan sempoyongan kearah hantu itu. Hantu itu menghempas badan Kevin ke tembok. Dan Kevin meringis kesakitan "uhuk.." banyak darah yang keluar dari mulut Kevin.

"Kevin.." panggil Ana mencoba meraih Kevin tapi jaraknya yang sangat jauh membuatnya hanya menatap Kevin dengan tatapan nanar. "Lepaskan aku, Mahluk keparat!!" teriak Ana memekakan telinga "baiklah aku akan lepaskanmu, adikku sayang!" sosok itu melempar Ana ke lemari kaca milik Kevin. Lemari itu pecah dan Ana banyak terkena serpihan kaca.

"Aw…" rintih Ana. Kevin berjalan sempoyongan kearah Ana "Ana.." panggilnya lemah. Hantu itu memberikan smirk lalu menginjak lengan Ana, memutar kakinya tanpa ada rasa kasihan pada Ana yang menjerit tanpa henti menahan rasa sakit yang menjalar diseluruh tubuhnya.

"AARGHHHH MENJAUH DARI TANGANKUUU!!" teriak Ana kesakitan dan hantu itu hanya tertawa kesenangan. Kevin kembali berjalan mendekati Ana dan lagi, hantu itu membanting tubuh Kevin ke tembok. Darah, keringat dan air mata bersatu menjadi satu. Ana masih menjerit kesakitan, hantu itu menginjak-nginjak lengan Ana tanpa ampun.

"ARGHHH.. JAUHKAN KAKIMU DARI TANGANKU!!" rintih Ana, hantu itu hanya tertawa mendengar rintihan Ana. Wajah Kevin memucat, pandangannya kabur. "Ana" panggilnya lemah.

'Kemana orang rumah, mengapa mereka tidak mendengar suara jeritan kesakitan kami? Ku mohon tolong Ana' doa Kevin, dia menangis dan ingin menghantam hantu itu. Sayangnya, dia juga dalam keadaan sangat lemah. Dia menangis melihat Ana di siksa oleh hantu itu.

'Sakit.. tanganku sakit sekali. Aku hanya bisa mengutuk hantu yang ada dihadapanku ini' rintih Ana.

Sesosok gadis kecil muncul diantara mereka. Dia mendorong tubuh itu untuk menjauh dari Ana. Dia mendekat kearah Ana "Kak, kau baik-baik saja?" tanya gadis kecil itu. Nafas Ana mulai tersenggal-senggal. Memang matanya terbuka, tapi Ana sekarang benar-benar tidak sadar dengan keadaannya sendiri.

'Tubuhku kaku, hiks.. mengapa aku tidak bisa merasakan apapun sekarang? Apakah aku akan mati?'

Roh Ana keluar dari tubuhnya "kenapa aku keluar dari tubuhku?" ujarnya, gadis kecil itu mundur. "Tidak mungkin kan kakak mati?" tanyanya. Mata Kevin terbelalak, begitupun dengan Ana. Dia sangat syok karena rohnya terpisah dengan tubuhnya.

"Vin, apakah aku telah.."

Kevin memaksakan dirinya berjalan kearah Ana, air matanya mengalir dari kedua matanya. Kevin berdiri tepat di depan Ana, air mata terus mengalir dari kedua mata mereka. "Vin, apakah aku telah meninggal?" tanya Ana, Kevin mencoba untuk memeluknya tapi tidak bisa. "Kenapa aku tidak bisa menyentuhmu hiks?" amuk Kevin. "Vin, aku telah meninggal hiks.."

Roh Ana terduduk sambil melihat kedua lengannya "hiks... ibu.. ayah.. kak Luna.. aku bahkan belum mengucapkan perpisahan kepada mereka hiks"

Kevin menggelengkan keapalanya "tidak mungkin, kau pasti masih hidup" itulah harapan Kevin saat ini. Hantu itu tertawa dibelakang mereka "sudah seharusnya, kau juga sepertiku" ucap hantu itu. Mata Ana berkilat marah, Ana mengepalkan tangannya. Dia berlari kearah hantu itu lalu mencekiknya.

"Ayo kita ke alam sana bersama" ucap Ana dengan suara yang sangat dingin. Hantu itu berontak, Ana menampar hantu itu keras-keras. Bahkan, Ana menjambak rambut hantu itu. "Setidaknya, aku bisa membunuhmu sekarang" ancam Ana. Ana menyeret hantu itu keluar dari rumah Kevin.

Setelah kepergian mereka, Kevin segera menelpon ambulance untuk menuju rumahnya. Banyak darah berceceran di lantai kamar Kevin. Ambulance datang dan membawa Ana. Ibu Kevin menjerit histeris saat melihat keadaan Kevin dan Ana yang begitu teragis. "Apakah kalian berkelahi?" tanya ibu Kevin. Kevin menggelengkan kepalanya, sedetik kemudia Kevin tidak sadarkan diri.

Mereka berdua di bawa ke rumah sakit. Ana segera di operasi karena banyak luka di sekujur tubuhnya oleh serpihan kaca. Sedangkan Kevin, Kevin juga harus di operasi karena tulang punggungnya patah.

Beberapa jam kemudian, operasi Kevin berhasil dilakukan. Sedangkan untuk operasi Ana, Pihak dokter hanya menggelengkan kepala mereka. Keluarga dan kerabat dekat Ana menangis sejadi-jadinya. Dan Kevin masih dalam keadaan koma.

***

Roh Ana sekarang sedang berkelahi dengan hantu yang mengaku sebagai kakaknya itu. "Kau seharusnya pergi ke neraka kali ini!" ujar Ana kesal. Beberapa kali Ana menampar hantu itu dengan sekuat tenaga. Sebuah tangan menghentikan tamparan Ana. Ana menoleh untuk melihat orang itu, mata Ana berubah sendu.

"Jangan kotori tanganmu. Biar kami yang membunuh wanita ini" ucap nenek yang selalu memandu senam. Air mata Ana mengalir dengan derasnya. Hantu itu diseret oleh para penunggu pohon sekolah entah kemana. Ana memeluk tubuh sang nenek "aku sudah meninggal, Nek. Aku harus bagaimana?" tanya Ana. Sang nenek memeluk Ana seperti dia memeluk cucunya.

"Kau belum meninggal, sayang. Rohmu masih disini, pergilah ke rumah sakit dan lihat apakah ada keajaiban disana" ucap sang nenek. Ana menganggukkan kepalanya lalu mengucapkan selamat tinggal pada sang nenek.

Ana telah tiba di rumah sakit, Ana sedang mencari-cari dimana tubuhnya. Matanya terhenti saat kain menutupi tubuhnya. Keluarga dan kerabatnya sedang menangisnya. Dengan cepat, Ana masuk ke dalam tubuhnya itu. Dan benar saja, keajaiban datang padanya. Dia kembali hidup meskipun sekarang keadaannya sangat kritis karena kekurangan banyaknya darah. Orang yang berada disekitar tubuh Ana sempat terkejut melihat Ana kembali hidup.

Dokter menyarankan untuk operasi kedua. Keluarga Ana langsung menyetujuinya, Ana kembali melakukan operasi untum membetulkan tulang-tulangnya yang patah. Banyak saudara Ana yang menyumbangkan darah mereka demi kelangsungan hidup Ana.

***

Kevin sudah terbangun dari komanya, dia koma selama dua minggu. Orangtuanya sangat senang melihat putranya sadar kembali. "Terimakasih karena kau telah sadar kembali, sayang" ucap sang ibu, Kevin hanya tersenyum lemah.

Kevin hanya terdiam lemah diatas kasurnya. Mulutnya sangat kaku untuk menanyakan Ana dimana. Dia hanya menyesali dirinya yang merasa tidak berguna untuk keselamatan Ana. Dia kembali menangis mengingat Ana sudah meninggal.

Karena terlalu banyak pikiran, kesembuhan Kevin berjalan cukup lambat. Satu bulan dan Kevin mulai pulih dari sakitnya. Dan dia baru berani menanyakan kabar Ana ada ibunya. "Mah, Ana..?" pertanyaan Kevin langsung dimengerti oleh ibunya. Ibunya mulai terlihat sangat sedih "Ana berhasil selamat setelah dua kali operasi. Dan kini, kondisinya memburuk.. ibu sudah membayar semua pengobatannya selama disini. Hanya saja, ibunya ingin mengobati Ana di tempat tinggal asalnya, Vin"

Pundak Kevin menurun, sungguh dia sangat menyesal sekarang dan merasa bersyukur karena Ana masih selamat dari kecelakaan itu. Kevin meminta ibunya untuk pulang ke rumah dan ibunya menyetujui itu.

Setelah sampai rumah, Kevin meminta izin untuk berjalan sekitar komplek perumahannya. Awalnya, sang ibu menolah tapi Kevin memohon dan akhirnya dia diizinkan keluar. Dia berlari ke rumah kak Luna, beberapa kali dia mengetuh bahkan menggedor rumah itu. Tapi, tidak satupun orang yang membuka kan pintu untuknya.

"Kau dimana, kenapa kau meninggalkanku?"

Kevin membuka ponselnya lalu menelpon Ana beberapa kali. Ana tidak mengangkat telpon dari Kevin.

Seminggu setelah itu, Kevin kembali ke sekolah. Raut wajahnya sangat dingin. "Vin, bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya Rena sambil merangkul lengan Kevin. Kevin menepisnya dengan kasar "lepaskan tangan kotormu dariku!" ucap Kevin dingin dan kasar. Rena yang kaget langsung memundurkan tubuhnya dari Kevin. Kevin langsung duduk ditempat duduknya. Semua orang memandang takut kearah Kevin.

'Kemana dia, apakah aku harus ke tempat tinggalnya?'

Kevin meremas rambutnya, rasa kesal, benci dan menyesal bercampur aduk di dalam hatinya.

"Kevin kok jadi lebih dingin ya?" bisik Novia pada Rena. "dia dulu tidak seperti itu" sahut Neta, teman sekelas Kevin.

***

Jas istirahat tiba, Kevin mendatangi dua pohon besar itu dan duduk disana. Tempat itu sepi.

'Ana, aku bukan lagi anak indigo. Aku tidak bisa melihat mahluk tidak kasat mata lagi. Apakah kau masih hidup hiks? Banyak pertanyaan yang sangat ingin ku ajukan padamu'

'Maafkan aku karena tidak bisa menjagamu'

Kevin menangis di bawah pepohonan itu sendirian. Dia menyesali perbuatannya. Menyesali karena dia tidak berhasi menolong Ana.

'Dua hari berlalu begitu cepat, hari yang aku lalui begitu kosong tanpa adanya dirimu disisiku. Aku pernah datang ke kotamu, tapi tidak tau dimana kau tinggal. Aku lebih banyak diam seperti dulu, aku menjadi orang yang tertutup kembali'.

Guru yang mengajar masuk tapi Kevin terus membaca bukunya, dia benar-benar tidak peduli pada orang-orang yang ada di sekitarnya. "Tempat dudukmu yang di belakang itu ya" ucap sang guru sambil menunjuk kursi yang di belakang bangku Citra. Orang itu menganggukkan kepalanya lalu berjalan ke tempat duduknya. Orang itu memberikan secari kertas dihadapan Kevin. Kevin melihat lipatan kertas itu karena merasa risih.

Dan sebuah tulisan yang membuatnya kaget setengah mati.

'Apa kabar, Kevin?'

Kevin segera menoleh ke belakang dan melihat seseorang tersenyum sangat tulus padanya. Kevin langsung tersenyum bahagia "Ana.."

***