webnovel

Imperfect family

Keadaan ibunda yang semakin hari semakin buruk membuat Jihan cukup tertekan. Ditambah kabar pernikahan sang ayah membuat Jihan hampir menyerah dengan keadaan. Kini kesembuhan ibunda nya lah satu-satunya harapan Jihan.

Dia_Aurel_Agnelisa · Urbano
Classificações insuficientes
5 Chs

Lima

Jihan bergelung di dalam selimut tebalnya, cuaca yang sejuk dengan sedikit rintik hujan di pagi hari minggu ini benar-benar mendukung Jihan untuk kembali tenggelam di lautan mimpinya. Jihan menguap lebar lalu menarik selimutnya sampai ke ujung kepala menutupi wajahnya, dia memejamkan matanya bersiap kembali tidur. Namun, getaran di balik bantalnya menganggu Jihan.

Drrtt Drrtt..

Jihan memilih untuk mengabaikannya ,

Drrtt... Drrttt... Drrtt...

Jihan menghempaskan selimut nya kasar, dia meraih ponselnya yang berada di balik bantal. Tanpa melihat nama si pemilik nomor, Jihan langsung mengangkat panggilan tersebut.

"Kenapa?! Lo gak tau ini hari minggu? ini waktunya buat orang istirahat." Pungkas Jihan yang kesal ketika panggilan sudah tersambung.

"Astaga nak, sabar-sabar. Anak gadis kok kasar gitu?"

Jihan langsung terduduk mendengar suara si penelepon, dia meringis pelan ketika kepalanya terasa seperti berputar dan pandangannya seketika memburam karena gerakan tiba-tibanya.  Dia memijat pelan dahinya.

"Maaf oma, kirain tadi temen Jihan." Ucap Jihan beralasan.

"Iya, kamu jadi gak hari ini ke rumah oma?" Tanya Oma Jihan.

Jihan diam sejenak, sudah hampir empat bulan Jihan tinggal serumah dengan ibu dan saudara tirinya itu dan selama itu juga Jihan tidak berkunjung ke rumah omanya, dia berniat mengunjungi omanya hari ini, namun tubuh Jihan tidak mendukung ide tersebut. Kemarin adalah hari yang cukup melelahkan bagi Jihan, mungkin sebaiknya hari ini dia gunakan untuk mengistirahatkan tubuhnya.

"Kayaknya engga deh ma, badan Jihan cape banget soalnya." Balas Jihan.

Oma mengangguk walaupun tidak di lihat oleh Jihan. "Yaudah kalo gitu kamu istirahat aja, jangan lupa makan ya." Peringat omanya.

"Iya oma sayang."

Setelah sambungan terputus Jihan langsung mematikan ponselnya, dia tidak ingin tidurnya terganggu lagi, dia benar-benar butuh tidur sekarang. Namun sepertinya Jihan memang tidak di takdirkan untuk tidur, tinggal sedikit lagi Jihan benar-benar terlelap, terdengar suara ketukan.

Tok tokk tok...

"Jihan sayang bangun nak, kita sarapan dulu yuk."

Jihan berdecak sebal, dia menyibak selimutnya dan ke kamar mandi untuk mencuci muka. Setelah merasa cukup segar Jihan langsung menuju ruang makannya. Disana sudah ada ayahnya yang sedang membaca dan sesekali menyesap kopi hitam, kesukaan ayahnya. Di depan nya terduduk Dion dengan buku di tangannya. Dasar caper, umpat batin Jihan. Sedangkan, Aulia sibuk kesana kemari menyiapkan sarapan. 

Jihan memilih duduk di sebelah ayahnya, dia meraih piring yang berisi nasi goreng yang telah di siapkan oleh Aulia. Dia mulai menyuapkan nasi tersebut ke dalam mulutnya dengan wajah datar, mood nya pagi ini benar-benar tidak bagus. Tubuhnya terasa begitu lelah karena kegiatan kemarin dan waktu tidurnya yang begitu kurang. 

"Jihan kamu tuh ya kan anak gadis, coba bangun pagi bantuin mama kamu ini lho, kasian mama kamu kecapean."

Jihan merengut, moodnya semakin memburuk mendengar ocehan ayahnya. "Kenapa gak pake pembantu aja sih." Balas Jihan tak niat.

Cakra meletakkan korannya di atas meja. "Mama kamu gak mau nanti kerja nya gak bener, barangnya di simpan bukan di tempat seharusnya, kan mama kamu juga nanti yang repot." Ujar Cakra memberi pengertian.

Jihan hanya mengangguk saja. "Yaudah itu resikonya." Ucap Jihan singkat.

"Terus gunanya ada anak gadis di rumah ini buat apa kalo gak bisa bantuin mamanya?" Sindir Cakra.

"Udah mas, gak papa aku masih kuat kok." Ucap Aulia menenangkan Cakra, sedangkan Dion hanya diam menyimak perdebatan antara anak dan ayah di depan nya ini.

Jihan menatap Cakra heran. "Papa kenapa sih? pagi-pagi udah marah gak jelas." Ujar Jihan. "Mama aja biasa aja." Lanjut Jihan.

"Lagian kamu tuh anak gadis kayak apa aja, udah belajar gak bener, nongkrong sana-sini sampe pulang malem, kamu mau jadi apa Jihan?" Omel Cakra pada anak gadisnya. "Turut abang kamu itu, ikut lomba sana-sini, punya prestasi yang bagus sedangkan kamu apa?"

"Papa tau apa sih tentang aku? papa aja hampir 24 jam di kantor, uang uang uang terus yang ada di pikiran papa, udah nikah lagi bukannya berubah malah semakin menjadi." Sinis Jihan yang sudah tidak perduli lagi bahwa perkataanya tidak sopan.

"Jihan udah sayang, gak usah dengerin papa kamu, kamu ke kamar aja sana." Ucap Aulia melihat ayah dan anak ini sudah sama-sama emosi.

"Kamu diem dulu Aulia, anak ini terlalu aku manjain makanya jadi kurang ajar kayak gini, berani melawan orang tua." Ucapnya tegas membuat Aulia terdiam.

"Papa kerja juga buat kamu Jihan! kamu tinggal nikmatin aja. Bisa gak kamu itu mulai serius sama masa depan kamu? jangan lagi pulang malem! udah kayak orang jual diri aja kamu." Ucap Cakra dengan nada sedikit tinggi.

"MAS!"

Jihan terkekeh miris mendengar ucapan ayahnya, dia tidak membalas. Dia akui memang akhir-akhir ini Jihan sering pulang malam, tapi bukan berarti dia jual diri. Jihan tidak serendah itu. Hatinya terasa teremas mendengar ucapan rendah itu mengalir dari mulut cinta pertamanya. Aulia berdiri dari kursinya dan mendekati Jihan, dia memegang pundak Jihan namun di hempas oleh anak tirinya itu. Aulia menatap sedih Jihan yang sedari tadi menunduk.

"Kamu denger saya gak Jihan?!" 

"Mas udah!" Bentak Aulia.

"Selalu aja minta di dengerin, bisa gak kali ini papa yang dengerin aku?" Suara Jihan terdengar sedikit bergetar, membuat Dion menatap gadis itu.

Jihan menatap tepat di kedua mata Cakra. "Jihan emang gak sepinter Dion, tapi Jihan gak serendah itu sampe jual diri ke orang." Jihan diam sejenak. "Papa mau tau kenapa aku pulang malem? Aku kerja--,"

"Biar cepet dapet uang, dan pergi dari rumah ini!" Jihan membanting sendoknya di piring dan langsung berlari ke kamarnya.

BRAKKK...

Suara pintu kamar Jihan yang ditutup kasar membuat Aulia tersentak, dia menatap suaminya marah. "Mas apa-apaan sih? ucapan mas itu keterlaluan! aku gak mau ya hubungan aku sama anak aku nanti rusak cuma karena mas marah-marah gak jelas kayak gini."

Cakra menatap istrinya. "Tapi kita harus mulai tegas sama Jihan, dia udah dewasa tapi pikirannya masih kekanakan."

"Mas yang kekanakan! Jihan masih remaja, wajar kalo dia mau nikmatin masa mudanya." Bentak Aulia membuat Cakra terdiam. "Mas kenapa sih? kalo ada masalah kantor, emosinya jangan di lampiasin ke anak mas." Ucap Aulia sedikit lebih lembut ketika melihat suaminya yang tertunduk lesu.

"Aku gak mau bicara sama mas, sebelum mas minta maaf sama Jihan." Ujar Aulia mutlak dan langsung meninggalkan meja makan.

Dion yang sedari tidak mengeluarkan suara pun ikut berdiri, dia memegang erat bukunya. "Mending papa minta maaf sama Jihan sana, terus bujuk mama." Ujar Dion memberikan saran.

------------------------------------------------------------------

Jika ada kesalahan / typo mohon di koreksi ya teman teman🙌