Aku terbangun saat seseorang mengelus pelan pipiku. Dan berkali-kali ia memanggil namaku. Suara ini, aku sangat mengenalnya. Verlyn, syukurlah dia selamat. Dengan perlahan aku membuka pelan kedua mataku. Samar-samar aku melirik yang ada di sekitarku, tempat ini seperti dalam ruangan rumah sakit atau aku memang lagi berada di rumah sakit. Kualihkan pandanganku kepada orang yang dari tadi duduk di samping brankarku, kini ia meletakan telapak tanganku ke pipinya. Dan ia terus menggumamkan namaku berkali-kali dan menyuruhku bangun.
"Verlyn!" Aku memanggilnya dengan suara yang serak seolah aku baru saja selesai menangis. Ia pun menoleh kearahku.
"Zarrel?! Kamu sudah sadar?!" serunya dengan seketika memelukku.
"Awsh!" Aku memekik tertahan karena rasa sakit di bagian perutku yang tertekan oleh pelukannya. Seingatku saat aku terombang-ambing di sungai aku tidak menabrak sesuatu yang tajam. Atau mungkin aku lupa dan tidak menyadarinya?
"Ah, maaf aku lupa kalau perut kamu pasti masih sakit," ucapnya dengan mengelus pelan perutku yang tertutupi selimut rumah sakit.
"Perut aku kenapa?" tanyaku.
"Perut kamu habis di operasi. Sekarang kamu makan dulu, ya."
"Ke--kenapa? Apa yang terjadi?" tanyaku heran.
"Aku bakal ceritain ke kamu. Tapi, kamu sambil makan, ya,"
"Kata kamu aku habis operasi, kan? Berarti aku belum boleh makan dong kalau belum kentut."
"Kamu sudah kentut sebelum kamu bangun," Maksud dia aku kentut dalam keadaan tidak sadar gitu?
____________
Kita kembali ke hari di mana Zarrel dan Verlyn terjatuh bersama dengan mobil kesayangannya. Para tim sar kesulitan mencari mereka berdua. Banyak yang beranggapan kalau keduanya pasti tidak selamat. Apalagi, dengan keadaan arus yang sangat deras begini, ditambah dengan adanya bebatuan besar yang kemungkinan bisa terhantam oleh mereka. Carlos tidak tinggal diam, ia turut ikut menyusuri sungai menggunakan perahu bersama tim sar. Namun, semua itu tidak membuahkan hasil sampai jam sudah menunjukan pukul 11 malam. Ranty terus meminta kepada para tim sar untuk terus mencari tubuh Zarrel dan Verlyn, karena mereka seperti akan menyudahi pencarian.
Para tim sar tetap bersikeras untuk tidak melanjutkan pencarian lantaran hari sudah terlalu malam. Ini tidak memungkinkan mereka untuk bisa mencari dengan teliti. Salah-salah, mereka yang menjadi korban berikutnya. Karena merasa tidak ada satupun yang membantunya, Ranty akhirnya nekat menyusuri sungai sendirian dengan hanya bermodalkan baju pelampung biasa beserta lampu sorot dan tentunya perahu karet kecil. Para tim sar berkali-kali melarang agar ia tidak melakukannya, tapi Ranty tetap saja melakukannya.
Belum sempat ia menarik sebuah perahu karet ke dasar sungai, Carlos yang tadi sempat pulang untuk mengganti bajunya kini kembali lagi. Ia membantu Ranty untuk mendorong perahu itu ke sungai. Ia memberikan gerakan isyarat seperti ia akan membantu Ranty untuk mencari Zarrel dan Verlyn sekali lagi. Ranty yang diliputi oleh rasa kekhawatiran itupun langsung mengiyakan bantuan Carlos. Dengan menggunakan lampu sorot mereka menyusuri arus yang deras itu. Berkali-kali hampir saja perahu terbalik.
Setelah hampir satu jam setengah mereka mengitari sungai, perahu pun terhenti karena terhalang batu. Namun, sebelum Carlos mengarahkan perahu agar kembali berjalan, Ranty menyuruhnya untuk tidak melakukannya.
"Itu mereka, Carlos!" jeritnya. Carlos segera mengepinggirkan perahu dengan mengandalkan batu yang jadi penghalangnya tadi dengan gerakan seolah mendorong batu, yang akan menggerakan perahu ke pinggiran sungai. Tentunya dengan sangat hati-hati agar perahu tidak dibawa arus.
Belum sampai ke pinggir betul, Ranty sudah lebih dulu turun mengampiri dua orang yang saat itu dalam posisi telungkup. Tubuh mereka menyangkut pada sebuah batang pohon yang terbawa arus sampai ke pinggir sungai.
Singkat cerita, mereka akhirnya di larikan ke rumah sakit. Keadaan Verlyn tidak begitu mencemaskan karena ia hanya luka ringan, tapi tidak dengan Zarrel. Perutnya sobek, yang kemungkinan terkena ranting pohon. Akibatnya, ia lebih lama pingsannya ketimbang Verlyn. Lalu kemudian dokter mengatakan kalau ginjal Zarrel ikut robek. Kemungkinan besar nyawanya tidak akan selamat. Sampai pada akhirnya, seseorang bersedia memberikan satu ginjalnya untuk mempertahankan hidup Zarrel.
______
"Siapa orang yang sudah memberikan ginjalnya padaku, Ver?"
"Kamu nggak perlu tahu siapa dia. Yang penting sekarang kamu sudah selamat," ucap Verlyn dengan membereskan piring bubur yang tadi ia suapkan padaku. Saking asiknya mendengarkan cerita Verlyn, aku tidak sadar kalau sudah mengabiskan bubur itu tanpa sisa sedikitpun.
"Oh, ya. Ini wajah orang yang sudah membuat kita celaka," ujarnya dengan menunjukan gambar dari ponselnya. Sudah kuduga kalau hal ini tidak jauh dari perbuatannya Audrey. Setelah Azzar dan Terrena, sekarang orang-orang dari masa laluku yang muncul kembali. Tapi, siapa cewek yang satu ini? Aku seperti pernah mengenalnya. Namun, siapa dan di mana, ya?
"Itu Ranja sahabat aku, sekaligus orang yang dulu pernah kamu tolong waktu di Ifugao." Dunia sempit sekali ternyata.
"Di mana mereka sekarang?"
"Mereka sudah diamankan. Sekarang nggak ada lagi orang jahat yang bakal gangguin kita, " ucap Verlyn sambil membelai pipiku.
Aku diam saja.
Lalu dengan perlahan ia mendekatkan wajahnya padaku. Kurasakan hembusan napas Verlyn menerpa mukaku membuatku refleks memejamkan mata dan menikmati sentuhan yang terjadi selanjutnya.
______
Sementara itu, seseorang yang berada di luar ruangan yang duduk di sebuah kursi roda, memandang ke dalam sebuah ruangan melalui bagian kaca pintu. Ia tidak ingin membukanya karena orang yang berada di dalam sana sedang melakukan suatu kegiatan yang tidak dapat diganggu. Ia tersenyum melihat itu semua.
"Syukurlah semuanya baik-baik saja. Gue harap ini bisa menebus kesalahan gue dimasa lalu." batinnya.