"Sebaiknya kita buka saja, agar kita tahu apa isinya," ucap Verlyn sambil melangkah lebih dekat ke peti yang dimaksud.
"Tapi, Verlyn, ini adalah sebuah peti mati. Tentu saja didalamnya ada mayat yang terbaring," seru Zarrel was-was.
"Justru itu, Zarrel. Jika ini adalah tempat orang mati. Untuk apa Azzar meletakannya di dalam gudang? Ayolah, kita pasti mendapatkan sesuatu didalam sana. Ayo, bantu aku mengangkat tutupnya!" ujar Verlyn sambil sedikit mengangkat dari bagian ujung kepala peti. Dengan hati yang ketar-ketir menahan takut, Zarrel membantu mengangkat memindahkan penutup peti.
Terlihatlah seorang wanita paruh baya terbaring di dalam. Tubuhnya tidak lecet sedikitpun. Sepertinya seseorang sudah memoleskan formalin untuk mengawetkan mayatnya. Zarrel yang tadinya takut langsung tertegun melihat sesuatu di samping mayat itu.
Sedangkan Verlyn masih menatap tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Bagaimana tidak, wanita yang ada dihadapannya ini adalah tantenya sendiri.
"Verlyn? Kenapa? Apa kamu mengenali mayat ini?" tanya Zarrel mengalihkan pandang melihat Verlyn yang masih syok dengan apa yang dilihatnya.
"I-ini tante aku, Rel. Tante Maria," ucap Verlyn lebih mendekat lagi ke wajah sang mayat untuk memastikan.
"Hah?! Apa hubungannya tante kamu sama Azzar?" tanya Zarrel dengan mengerutkan dahinya bingung.
"Nanti aku jelaskan. Apa kamu menemukan sesuatu yang lain?" tanya Verlyn yang langsung diangguki Zarrel sambil menunjuk ke sisi kiri mayat.
Perlahan, Zarrel menarik sesuatu yang dilapisi kertas koran yang ada di sisi mayat. Lalu membawanya ke samping luar peti kemudian merobek kertas yang menutupi sesuatu yang ada di dalamnya itu.
"Wow!!!" teriak Verlyn ketika melihat beberapa topeng dan sarung tangan penuh dengan bercakan darah kering yang menghitam, "Ini atribut mereka saat itu, Zarrel! Kita menemukannya!" lanjutnya lagi.
"Kalau begitu, ayo, kita bawa atribut itu dan mayat ini ke kantor polisi, biar mereka yang mengurus semuanya," usul Zarrel yang dibalas anggukan menyetujui oleh Verlyn.
****
"Apa kamu masih butuh penjelasan?" tanya Verlyn tiba-tiba muncul ikut berbaring di samping Zarrel.
"Jika kamu mau menjelaskannya," sahut Zarrel sambil menoleh menatap Verlyn.
"Jangan dipotong sebelum aku mengatakan selesai," ujar Verlyn yang dibalas anggukan dan senyuman manis oleh Zarrel, "cantik banget, sih," batinnya.
"Jadi begini ceritanya, papaku dulu sering sekali pergi keluar tanpa tujuan yang jelas. Ketika mama menanyakan kemana tujuannya, ia nggak pernah menjawab dengan jelas. Suatu hari, mama menemukan papa lagi berduaan sama wanita lain di rumah. Ketika mama memperjelas penglihatannya, mama kaget kalau wanita itu adalah adiknya sendiri ---tante Maria. Selanjutnya, papa dan mama bertengkar hebat, hal itu membuat aku dan Riyal mencari tempat tinggal baru demi menghindari keributan yang tidak baik untuk perkembangan mental Riyal. Faktanya, aku sempat mendengar sesuatu sebelum mereka memilih untuk berpisah, kalau Azzar adalah anak hasil dari perselingkuhan papa dan tante Maria yang sudah lama menjalin hubungan gelap sejak menikahi mama --- tanpa sepengetahuan mama. Dan, satu fakta lagi kalau Riyal adalah hasil perselingkuhan mama dengan ayah Terrena. Ternyata tanpa sepengetahuan keduanya, mereka berdua sama-sama saling berselingkuh. Tepat ketika mama Azzar sakit-sakitan papa malah kabur ke Polandia, sampai akhirnya tante Maria meninggal lima hari sebelum tragedi itu terjadi. Azzar sempat hendak di pindahkan papa ke panti asuhan selama setahun, tapi Azzar berontak tidak mau. Sehingga papa hanya mengiriminya uang untuk biaya hidupnya. H-2 sebelum kejadian itu terjadi, papa dan mama bercerai. Dan, tak disangka setelah kematian mamanya, Azzar menyimpan dendam padaku, ia mengajak Terrena yang kebetulan sekali adalah temannya waktu SMP. Azzar beralaskan dendam yang tidak terima kalau aku memiliki hidup yang lebih baik darinya juga tidak terima atas kematian mamanya yang katanya disebabkan olehku yang padahal aku sendiri tidak tahu apa-apa, sedangkan Terrena beralaskan karena mamaku keluarganya jadi hancur berantakan. Selesai," jelas Verlyn panjang lebar membuat mulut Zarrel ternganga sedikit.
"Aku tahu kamu pasti bingung darimana aku mendapatkan semua info itu. Aku jelaskan; kamu tahu kan kalau aku saat ini dalam wujud roh? Ya, semua info yang aku dapatkan berasal dari ketika seseorang tanpa nama di dunia lain menunjukan semua kejadiannya melalui sebuah cermin. Aku tahu ini terdengar aneh dan terdengar tidak masuk akal sama sekali, tapi kamu dengar sendiri, kan, aku bisa tahu semuanya? Aku nggak mengada-ngada. For what? Untuk percaya atau tidak itu urusanmu. Setidaknya, aku telah jujur mengatakan semuanya padamu."
"A-aku percaya sama kamu, Verlyn. Hanya saja ceritamu membuatku harus memutar otak sebanyak tiga kali bahkan lebih. Semuanya terlalu memusingkan. Lalu, selanjutnya apa rencanamu?" tanya Zarrel sambil menggarukan kepalanya.
"Hanya ingin kembali," sahut Verlyn.
"Eh, aku masih bingung kenapa kamu melibatkan aku dengan semua ini?" tanya Zarrel lagi masih bingung.
"Kamu masih nggak nyadar, Rel?" tanya Verlyn dengan menatap lekat wajah Zarrel.
"Maksud kamu apa?" tanya Zarrel yang dibuat bingung lagi.
"Kamu nggak ingat kalau kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Verlyn mencoba memancing ingatan Zarrel.
"Aku nggak ingat sama sekali, Verlyn. Lebih baik kamu jelasin lagi aja, deh."
"Hmh... satu tahun yang lalu kamu pernah ke rumah sakit tempatku dirawat, kan?"
Zarrel terdiam mencoba mengingat-ingat.
"Iya, aku pernah ke sana karena mamaku bekerja setahun lebih dulu sebelum aku ikut pindah kemari. Kenapa?"
"Kamu ingat saat kamu lari-larian mengejar seekor kucing anggora waktu di lorong?"
Saat itu Zarrel tengah liburan akhir semestar. Ia pergi menyusul mamanya yang lebih dulu pergi ke Indonesia untuk tugas dokter. Zarrel masih belum berkeinginan untuk ikut pindah pada saat itu. Waktu itu adalah hari kedua ia berada di Indonesia, Zarrel ikut mamanya pergi ke RS lantaran malas berada di rumah sendirian. Sesampainya Zarrel di RS ia melihat seekor kucing anggora yang menarik perhatiannya. Saat ia mendekati kucing itu, kucingnya malah kabur. Sesaat setelah mendengar peringatan mamanya untuk jangan berbuat keributan, Zarrel pun berjalan lebih cepat demi menangkap seekor kucing yang sudah menarik perhatiannya itu. Karena matanya terfokus hanya ke kucing, tanpa sengaja Zarrel menabrak seorang cewek yang saat itu baru saja datang hendak menuju tempat belakang RS diikuti dengan teman lelakinya. Mata Zarrel masih terfokus ke kucing sehingga ia tidak melihat wajah orang yang ditabraknya. Setelah mengucapkan kata maaf ia kembali mengejar sang kucing.
"Aku masih ingat wajah kamu saat itu. Mungkin pada saat kejadian terjadi kamunya sudah pulang. Dan, ketika semuanya terjadi dalam waktu hampir setahun aku mencari seseorang untuk dapat melihatku agar dapat kupinta bantuan, tapi sayang tak ada satu pun orang yang bisa aku temukan. Sampai suatu hari aku melihat kamu di sekolah."
Zarrel terdiam mengingat setiap kejadian-kejadian yang dikatakan Verlyn. Tak ada kelanjutan obrolan lagi diantara keduanya. Tanpa sadar Zarrel terlelap begitu saja.
______________________
"Selamat pagi!"
"Allahu Akbar! Verlyn!!!" seru Zarrel dengan mengelus dadanya terkejut.
"Hahaha, apa banget, sih, kamu. Biasanya juga nggak kaget. Buruan mandi sana!" sahut Verlyn sambil memainkan tuts pianonya Zarrel. Beruntung kamar Zarrel kedap suara, sehingga Riyal yang berada di sebelah kamarnya tidak akan mendengar keributannya.
Setelah selesai mandi Zarrel keluar dari kamar. Ia tak perlu membangunkan Riyal, karena anak itu sudah sangat disiplin untuk membiasakan diri bangun pagi. Ternyata Riyal sudah stand by di ruang makan tengah mempersiapkan semangkuk sereal untuk ia makan.
"Selamat pagi, Riyal!" sapa Zarrel sembari mencium kedua pipi tembemnya Riyal.
"Selamat pagi juga, Kak Za!" sahut Riyal yang juga mengecup balik kedua pipi Zarrel.
Tampak dari ujung meja makan Verlyn memberi kode untuk minta dicium sama Zarrel yang malah dikasih juluran lidah ---mengejek--- oleh Zarrel. Verlyn pun hanya memanyunkan bibirnya. Zarrel segera mengambil mangkuk lalu menuangkan sereal kemudian susu coklat ke mangkuk. Ia pun menikmati sarapannya.
Kring! Kring! Kring!
Tiba-tiba telpon rumahnya berbunyi. Setelah memasukan beberapa suapan ke dalam mulutnya, Zarrel segera menghampiri telpon yang letaknya tidak jauh dari ruang makan.
"Hallo?"
"...."
"Apa?! Verlyn tiba-tiba kritis?!"
...