webnovel

Dia

Sebuah alat memperlihatkan detak jantung seorang gadis yang tidur dengan damainya. Hampir 5 Tahun gadis itu tidak membuka matanya sedikitpun. Seorang pria dewasa berusia tiga puluh tujuh tahun memasuki ruangan bernuansa putih , memeriksa gadis yang terbaring lemah itu.

" Bagaimana keadaannya Dok ?"

"Masih sama seperti biasa, belum ada kemajuan apapun" jawab dokter Reza itu menatap matanya Ayden Andrean

"Apa saja yang kalian lakukan selama ini hah !" bentak Ayden

" Katakan padaku, sampai kapan dia akan sadar hah ? apa dia akan terus seperti ini samapi di per..."

"Ayden !, jaga ucapanmu. Dia pasti akan baik-baik saja. Tenanglah Ayden, ia akan sadar secepatnya, lo harus bertahan. Lo punya 2 pilihan, membiarkannya seperti itu dan lo harus bersabar atau kembaliin dia kesisi Tuhan" Potong Zero, teman Ayden.

Dia cukup tahu bagaiman perasaan Ayden, calon istrinya kecelakaan disaat mereka akan melangsungkan pernikahan. Ironis memang.

" Sampai kapan Zer ? sampai kapan dia akan membuka matanya dan meninggalkan alamnya di bawah sana, sedangkan gue disini nungguin dia ? Apa dia begitu bahagia disana di bandingin disisi gue ? erang Ayden frustasi.

Zero menghela nafasnya kasar sama halnya dengan Dokter Reza.

"Hanya tuhan yang tahu, kapan dia sadar, kita hanya bisa berdoa agar dia cepat sadar" Ucap Dokter Reza kemudian pamit meninggalkan ruangan bernuansa putih itu.

"gue sama Andini juga balik, lo makanlah dulu, setidaknya tubuh lo juga perlu asupan Eden" Ujar Zero mengenggam Andini, kekasihnya selama 2 tahun belakang ini.

"Thanks Zer atas bantuan lo"

"itu tugas gue sebagai sahabat lo"

Ayden menyunggikan senyumnya dan memperhatikan Zero Andini keluar dari kamar pasien, hingga menutup kembali pintu kamar itu.

Kini hanya ada Ayden yang masih berada di kamar . Tidak terdengar suara apapun selain elektrokardiogram yang terus mendeteksi detak jantung gadis itu. Hampir tiap hari Pria itu menemani sang gadis. Tubuhnya lebih tampak kurus ada goresan luka dimatanya, menatap gadis di depannya.

Sesekali Ayden mengajak tubuh gadis itu berbicara, meskipun tak mendapatkan sahutan. Kadang dia merasa seperti orang gila yang berbicara sendiri, ia meringis dengan perilakunya sendiri.

" Dimanapun kamu berada sayang, Aku yakin kamu pasti dengar suaraku"

"Kamu tahu, aku pernah janji untuk mengajakmu ke pulau Jejukan ? . Aku akan akan menepatinya sayang jika kamu sadar nanti"

"Aku percaya akan keajaibannya sayang, jika dia berhasil kembali membawamu, setidaknya bukan hari ini, tapi mungkin besok"

Ayden memutuskan menuju kesofa. Ia harus butuh beberapa saat untuk bisa tertidur. Ketika henbergerak kecil. hendak menuju alam mimpi, jemari gadis itu bergerak kecil, suara detak jantungnya terdengar pada layar pendeteksi jantung itu.

Tidak butuh waktu lama untuk membuat mata Ayden terbuka, dan menoleh kearah tempat tidur yang berada disisi kirinya. Betapa terkejutnya dia, ketika melihat gadis itu membuka mata dan menggerakan jemarinya.

Ayden segera menekan tombol pada ruangan itu, khusus memanggil dokter ketika keadaan darurat. Gadis itu hanya bisa melihat apa yang dilakukan Ayden, karena ia tidak mampu melakukan apapun, selain menggerakan jari dan berkedip.