webnovel

I Found

Aku dan kamu yang terpisah oleh jarak Aku dan kamu yang terpisah oleh waktu Aku dan kamu yang terpisah oleh kepercayaan Tapi itu dulu. . . Dulu aku dengan susah payah mencari mu Dulu aku dengan susah payah mencari kabar mu Dulu aku dengan susah payah mencari dimana keberadaan mu But now, i'm find you ---- Lalu kalimat aku dan kamu pun sekarang berubah menjadi kata kita

Unichias · Adolescente
Classificações insuficientes
26 Chs

Because Of Sin

Jangan lupa tinggalkan jejak dear

Selamat menikmati.

__________________________

"Hel, kenapa kamu senekat ini ingin membunuh anak kamu?" tanya Yevan.

Rachel diam, tatapannya nanar menatap Yevan yang kini duduk di samping bangsalnya.

"Hel, jangan berbuat bodoh lagi ... bukan hanya bayi kamu yang terancam tapi, nyawa kamu juga terancam," lanjut Yevan.

"Aku capek, Van ...." lirihnya. "Hidup aku sudah berantakan setiap orang dengan mudahnya menatapku seolah aku ini manusia yang enggak pernah ngerasain sakit."

"Rachel ... dengar aku, jangan peduli omongan orang lain, kamu harus bisa fokus sama hidup kamu dan calon bayi kamu," kata Yevan mencoba menenangkan Rachel.

"Aku benci kamu! aku benci bayi sialan ini! aku benci semuanya!"

"Rachel stop! jangan lakukan hal bodoh! kamu bisa mencelakai  bayimu!" Dengan geram Yevan menggenggam tangan Rachel yang memukuli perutnya.

Rachel terisak saat tangannya di tahan oleh Yevan, Ia mencoba memberontak.

"Rachel stop ... tenanglah, pasti ada jalan keluar lain selain ini," gumam Yevan.

"Aku mau mati aja! aku capek!"

"Memangnya kalau kamu mati dosa kamu bakal hilang!"

Rachel terkesiap saat Yevan membentaknya, baru kali ini Yevan membentak perempuan sekarang ini hingga Rachel terdiam enggan membuka suara.

"Maaf,"  ucap Yevan. " Pasti ada jalan keluar yang lebih baik dari ini, kamu jangan berpikiran pendek. bunuh diri tidak menyelesaikan masalah, kamu sudah dewasa dan kamu akan menjadi seorang ibu, tolong berpikirlah ulang sebelum melakukan sesuatu."

"Kamu laki-laki," gumam Rachel. "Kamu masih bisa menikah dengan orang yang kamu cintai ketika kamu ada di posisiku."

Yevan diam.

"Kamu masih bisa menikah dengan Air—"

"Seminggu lagi Airen akan menikah dengan Marshall," potong Yevan cepat.

"Ap-apa? Menikah dengan Marshall?" ulang Rachel tampak bingung.

Yevan hanya mengangguk tanpa menatap mata Rachel.

"siapa yang mendonorkan darahnya untukku?" tanya Rachel lagi.

"Aisha."

"Aisha? kenapa dia mau mendonorkan darahnya? apa ia enggak sayang deng—"

"Enggak kok, justru aku senang bisa membantu kakak." 

Rachel dan Yevan menoleh ketika sebuah suara menyela mereka. Ia adalah Aisha yang baru saja kembali dari ruang pastry.

"Ini aku bawakan bubur ayam, Kak," gumam Aisha memperlihatkan mangkuk yang berisi bubur.

Rachel memincingkan mata. " Kenapa kamu berlebihan sekali? padahal kita baru aja ketemu."

"Mungkin aja karena sugesti dan empathy." Yevan ikut angkat bicara.

Rachel menunduk, menatap perutnya yang sudah agak buncit. lantas Ia menggeleng pelan.

"Lho, kenapa? bayinya enggak mau makan bubur?" tanya Yevan.

Rachel menggeleng. "Aku enggak mood makan."

"Kakak harus makan, kasihan adik bayinya," sahut Aisha.

***

"Cantik," ucap seseorang. "Kamu cantik pakai gaun itu."

Airen menatap bayangan di cermin dengan malas, sudah berulang kali ia mencoba pakaian ini dan mencampurnya dengan wadrobe lain.

Namun, tetap saja Ia tidak merasa puas. Marshall yang berbaring di kasur Airen pun mulai jengah.

"Sebenarnya kamu cantik memakai baju apa saja, kenapa kamu insecure banget?" tanya Marshall agak kesal.

"Cantik itu bagi mereka yang punya uang," dengus Airen lalu melepas paksa gaun bernuansa peachy pink tersebut.

Airen menyimpan beberapa alat touch up yang ada di meja rias, juga beberapa heels yang sempat ia coba.

"Aku enggak ngerti," ucap Marshall.

"Aku juga sama," balas Airen.

"Kamu cantik dengan apa aja dan cantik enggak hanya untuk perempuan berduit," kata Marshall.

"Tapi bukan seperti yang laki-laki inginkan," tukas Airen.

"Aku suka kamu apa adanya, enggak pakai baju juga aku suka," jawab Marshall.

"Apa?" timpal Airen.

"Enggak pakai baju! eh ... maksudku enggak pakai baju bermerek," kata Marshall.

Airen memutar bola mata malas, Ia kembali duduk di atas kasurnya dengan wajah suntuk.

"Mau sampai kapan sih? coba kamu bilang aja sama Yevan," kata Marshall.

"Enggak gampang, Marshall," tukas Airen cepat.

"Aku tau enggak gampang tapi, pasti Yevan ngerti alasan kamu," kata Marshall lagi.

"Sudahlah, aku enggak mau berdebat masalah ini lagi ... ayo kita keluar," ucap Airen.

"Tunggu," panggil Marshall. "Semua perempuan terlahir cantik namun, itu semua tergantung bagaimana pembawaanya."

Airen mengedikkan bahu tanpa menoleh.

***

"Kak Rachel harus banyak-banyak makan sekarang, kalau enggak adik bayinya bakalan kelaparan," gumam Aisha saat menyerahkan buah alpukat kepada Rachel.

"Nah, benar ... kamu harus mulai berpikiran dewasa sekarang. masalah Rancho kita pikirkan belakangan," sahut Yevan.

"Rancho ... enggak mungkin mau nerima anak ini," ucap Rachel.

Sedetik kemudian Rachel memegang lengan Aisha cukup lama. memperhatikan sebuah bercak di tangannya.

"Ini kenapa?" tanya Rachel.

Aisha menarik pelan lengannya. "Aku juga enggak tau kak, mungkin ini tanda lahir."

"Entah kenapa kalau melihatmu, aku merasa sedang bercermin." Rachel membuang wajahnya.

"Mungkin ... karena kalian memang mirip," sahut Yevan. "Lantas, kenapa Rancho enggak mau menerima benih yang dia tanam padahal kalian tidak sedarah."

"Aib," celetuk Rachel. "Karena anak ini Aib di keluarga Pramasetyo, mereka enggak mungkin menerimanya sebagai bagian keluarga."

Yevan menghela napas. "Apa hanya segitu nyali kakak tirimu itu?"

"Kak, sudah jangan menekan pikiran Kak Rachel terus ... dia harus istirahat sekarang," potong Aisha.

Yevan mengangguk pelan lalu kembali duduk di sofa, beberapa hari ini Ia sangat gencar mencari foto kedua gadis kecil yang ada di foto pemberian Aisha tempo hari.

Foto tersebut di ambil pada tahun 2003 sementara sekarang sudah 2020 pertengahan sudah 17 tahun lamanya foto ini tercetak dan sudah tidak nampak baik karena tertutup debu mati.

"Bagaimana kalau sepulang Rachel dari rumah sakit kita ke Malang?" tanya Yevan.

"Ke Malang? untuk apa?" tanya Rachel.

"Kita ada urusan, bagaimana Aisha?" Yevan mengalihkan pandangan kepada Aisha.

"Tapi, aku enggak tau alamatnya," ucap Aisha.

"Benar juga tapi, apa mungkin tidak ada yang mengenali kedua gadis kecil di foto ini? juga perempuan muda yang ada di belakangnya?" tanya Yevan.

"Sebenarnya foto apa yang kalian bicarakan? kalian menutupi sesuatu dariku?" tanya Rachel merasa terabaikan.

"Bukan apa-apa kok," celetuk Yevan.

"Kamu bohong, padahal kamu sedang membicarakan sesuatu dengan Aisha." Rachel melirik Yevan.

"Masalahnya untuk saat ini, mungkin kamu belum bisa mengetahui hal ini," jawab Yevan.

"Kenapa?"

"Kak Rachel kan harus istirahat jadi enggak boleh berpikir yang macam-macam," jawab Aisha cepat.

"Iya, aku tau. tap—"

Yevan mengeluarkan ponselnya lantas meninggalkan Rachel dan Aisha.

***

Yevan menelpon pengacara keluarganya untuk mencari informasi terkait Ayah Aisha di Malang. sementara Ia sendiri mempersiapkan barang apa saja yang akan ia bawa ke Malang nanti.

"Bang, sebenarnya kenapa sih kamu gencar banget bantu si Aisha itu?" tanya Radya yang sedari tadi sibuk membaca komik di sofa kamar Yevan.

Yevan menoleh. "Ya, mau bagaimana lagi? Almarhum Pak Ibnu menyuruhku mengirim Aisha ke ibunya."

"Memangnya dia enggak tau di mana ibunya?" tanya Radya. "eumm ... bang, boleh nanya gak??"

"Dari tadi kan, kamu sudah nanya," kekeh Yevan.

"Iya sih, aku cuma mau nanya bang ... abang tau gak kenapa bang Marshall jadi aneh semenjak abang dekat sama Aisha?"

Yevan menggeleng. "Mungkin cuma salah paham."

"Tapi, apa cuma aku yang ngerasa aneh?? ini terlalu mendadak, bang." Radya berdiri meninggalkan komik yang baru ia baca setengah.

"Mendadak apa maksudnya?" tanya Yevan bingung.

Ia menggaruk pelan pelipisnya, mencerna perkataan Radya.

"Kok bisa bang Marshall mau nikah sama Airen sementara Airen aja enggak pernah dekat-dekat bang Marshall, bahkan ngobrol pas kita ketemu bareng aja jarang," tegas Radya.

"Memangnya menikah perlu dekat-dekat dulu?? kan, sekarang banyak yang kenal aja- nikah- pacaran," jawab Yevan tenang.

"Ya ... intinya sih, aku merasa ada sesuatu yang di sembunyiin."

Mata Yevan dan Radya melirik seseorang yang baru saja masuk tanpa permisi.

"Ada yang nyembunyiin sesuatu tapi, orang itu lupa sesuatu," kata Andre.

"Bang Andre juga ngerasa?" tanya Radya.

"Jauh sebelum liburan semester, bang Marshall sudah mulai aneh kan? bang Yudhit juga jarang kongkow sama kita karena Yoko, dan sadar atau enggak sadar bang Yudhit sama Yoko itu pacaran cuma 3 minggu," jelas Andre.

"Jadi yang kalian maksud dalang di sini siapa?" tanya Yevan agak ketus.

"Aku sih mikirnya Yudhit, soalnya dia jarang banget gitu bareng kita. ingat kata-kata Marshall  waktu itu?" tanya Andre kemudian.

"Yang mana?" sahut Radya.

"Yang ... 'aku enggak bakal berubah kalau kamu juga gak berubah' memangnya kamu itu kenapa?? pernah ngelakuin kesalahan apa ...."

"Perasaan selama ini kita baik-baik aja," jawab Radya.

"Dan, aku nemuin ini di buku Yudhit." Andre menyerahkan sebuah foto dengan ukuran 4R yang sudah agak usang.

"Ini foto waktu SMP," kata Yevan. "Masih di simpan ternyata."

"Lihat tulisan di belakangnya," pinta Andre.

Yevan membalik foto tersebut dan seketika itu matanya melotot tak percaya.

"Jadi ...."

T

B

C

💚