Tak biasanya Kenan sudah ada diruang kerjanya. Lagi-lagi dia membaca dokumen itu dengan seksama. Dia seperti sedang mencari harta Karun dalam sebuah peta. Matanya bergerak dari kanan ke kiri dan sesekali tangannya membuka lembar demi lembar. Semalam dia langsung meminta rekaman CCTV Sachi dan lelaki yang pernah check in di hotel bersama Sachi. Meskipun hasilnya benar-benar buram saat Kenan mencoba melihat sosok lelaki itu dengan mata telanjangnya.
"Mas..." Jesica membuka pintu dan masuk kedalam. Dia kemudian duduk tepat di kursi yang ada dihadapan Kenan.
"Kenapa sayang?."
"Ga makan dulu?."
"Bentar lagi.."
"Sebenernya hasil tes nya itu bener ga sih Mas?."
"Mas ragu sayang, Kay bener. Ini pasti ada orang lain yang bantu Sachi."
"Kok tega banget sih fitnah kaya gini?."
"Ini motifnya dendam."
"Tapi bikin rumah tangga orang berantakan tahu ga?."
"Itukan tujuannya."
"Kemarin Ran bilang, dia bakalan sembunyiin ini dari Arbi sampai dia udah tahu keputusan apa yang bakalan dia ambil."
"Kalo Mas udah pasrah, bener kata kamu. Daripada Kay cape sendiri buat mempertahankan hubungannya ya udah...Ran ngelepas Kay pun, Mas ga keberatan. Liat Kay kemarin dirumah sakit kaya mayat hidup. Ngelamun....aja, mikirin ini, itu. Emang sih, siapa yang ga kepikiran kalo hasilnya begini?, tapi...hasilnya belum final juga, jadi harapan Mas, Ran ga gegabah ngambil keputusan."
"Dia nangis loh Mas waktu denger Kay ngobrol sama Sachi, apalagi ada video itu. Jijik banget aku.."
"Sekarang pindah haluan?."
"Bukan pindah haluan, aku lagi nyoba memposisikan aku jadi Ran. Kaget, kecewa, bingung, sedih, pasti semuanya campur aduk. Ga cuman Kay yang perlu di support, Ran juga."
"Sabar ya sayang, Mas lagi cari tahu. Lagian nih anak, ga kira-kira mau ganggu kita, Mas kasih pelajaran juga nih."
"Mas..jangan keterlaluan juga, inget ada Ansel. Kalo mereka cuman hidup berdua terus Mas bikin Sachi aneh-aneh, nanti Ansel gimana?, Mas bilang dia cuman anak kecil yang ga tahu apa-apa."
"Tumben mikirnya gitu?, kemarin-kemarin udah benci banget sama Sachi."
"Liat Ansel tuh aku jadi inget Dariel. Kalo sampe Kay ga diakuin sebagai bapaknya, kita sama aja kaya orang tua Dariel. Udah gedenya, Ansel pasti sakit hati sama Kay. Ya..gimana aja Dariel."
"Kay...Kay....ga berhenti bikin kejutannya. Udah segede gini juga masih...ada aja hebohnya."
"Mas jangan marah lagi sama dia, Hari itu Kay cuman dijebak, dia salah pergaulan aja dan kita ngelepasin dia juga."
"Mana tega Mas marah disaat Kay lagi begini."
"Mas kan kalo sama Kay keras gitu.."
"Mana ada Mas keras, Mas sayang sama Kay. Mas lagi didik dia jadi penerus Mas. Cuman dia..kan yang bisa?. Kita keluarga, kita ga akan ninggalin dia, kita ga akan musuhin dia." Ucapan Kenan membuat dia teringat kejadian dulu saat pertama kali Kay mengaku menghamili Kiran.
"Apa aku suruh dia pulang aja Mas?."
"Jangan dulu sayang, gimana dia aja sama Ran. Biar mereka berdua ngobrol."
"Aku ga bisa tidur nyenyak mikirin ini."
"Sabar...ini ga akan berlangsung lama, Mas bakalan selesain ini cepet."
"Mas mau cari bukti buat Sachi?."
"Bukan, Mas cuman mau mastiin lagi apa betul Ansel anaknya Kay?. Kalaupun iya, berarti dia cucu kita. Mas bakalan nerima dia. Mas bakalan jelasin sama Kakak kalo dia juga berhak dapet title Keluarga Seazon. Mereka pasti bakal mempertanyakan asal usulnya kan?, jadi Mas harus cari tahu itu."
"Mas yakin mau nerima Ansel?."
"Yakin sayang, 1000%, mau di beda sama kita Mas tetep terima. Pertanggungjawabannya kan bukan cuman sesama manusia, tapi..tuhan kita juga. Kita ga pernah ngajarin anak-anak buat lari dari masalah apalagi tanggung jawabnya. Punya banyak uang bukan berarti bisa dipake buat nutupin. Apapun yang Mas keluarin hari ini juga harus dipertanggungjawabkan." Kenan sambil berjalan menuju tempat duduk Jesica.
"Udah ya sayang, kita belajar ikhlas ya, ikhlas kalo Kay tuh pernah nakal banget tapi kata kamukan sekarang dia udah berubah. Udah dewasa, udah jadi hot Daddy."
"Mana ada aku bilang hot.."
"Oh...berarti bukan kamu, istrinya kali." Canda Kenan.
"Ini hot Daddy nih.." Jesica menarik tangan Kenan.
"Oh jelas kalo itu, mas Kris mana?."
"Lagi main sama Zidan."
"Ya udah Mas udah mulai laper kayanya, kita kedepan aja, temenin Mas makan." Kenan lalu merangkul Jesica untuk keluar dari ruang kerjanya.
*****
Kay berdiri menunggu disebuah taman kanak-kanak yang diberitahu Sachi. Selama Mario belum memberi kabar, surat itu masih dianggap benar. Kini Kay mencoba bertanggung jawab untuk Ansel.
"Ayo masuk.." Kay langsung membuka kunci mobilnya.
"Ansel mau didepan ya?." Sachi sudah membuka pintu mobil Kay dan dengan malu-malu Ansel naik sementara Sachi duduk di kursi belakang.
"Pake safety beltnya supaya aman." Kay dengan perhatian memakainya untuk Ansel, setelah itu barulah dia melaju. Kay memikirkan Kiran lagi. Bagaimana jadinya jika dia tahu Kay malah pergi bersama Sachi dan Ansel sementara Kiran sibuk bekerja dan mengurus Keyla.
"Hari ini aku ada kerjaan, apa bisa aku nitip Ansel bentar?."
"Kita harus bicara soal masa depan Ansel dan beberapa hal lain."
"Oke, udah pulang aku aja. Aku ga lama kok." Sachi kini bertindak seolah dia istri Kay membuat pria itu muak.
"Hem.." Kay hanya menjawab dengan dehaman. Dia mengantarkan kemana Sachi menggiringnya. Dilihatnya sebuah kantor dengan logo ice cream di depannya.
"Ansel mau.." Anak itu sambil menunjuk.
"Ansel mau ice cream?." Tanya Kay. Anak itu hanya mengangguk.
"Ansel sama Papa aja, mama ada urusan bentar, oke?."
"Jangan.." Ansel menahan Sachi.
"Bentar sayang, Ansel tunggu disini aja sambil makan ice cream." Sachi mencium anaknya lalu pergi sementara Ansel langsung menangis. Duh..Kay jadi bingung harus bagaimana.
"Udah-udah jangan nangis, kita beli ice cream mau?."
"Engga!!." Ansel menolak sambil terus menangis. Bisa bahaya kalau ada orang melihat dan mendengarnya. Kay bisa disangka penculik.
"Om ini bukan orang jahat, tenang aja. Om mau temenan sama Ansel, ga akan ganggu-ganggu Ansel. Ansel pingin apa?."
"Mama."
"Mama kerja dulu sebentar, kita tunggu disini. Bukannya Ansel tadi pingin ice cream?. Om beliin, apa mau rasa coklat? strawberry? vanila? atau apa?." Kay membujuk. Ansel diam masih menangis.
"Eh nih om punya permen, enak, Anak om aja suka banget." Kay teringat Keyla. Tangannya kini menyodorkan permen susu untuk Ansel. Perlahan Ansel meraihnya.
"Bisa ga bukanya?." Kay membantu Ansel membuka plastik permen itu.
"Udah jangan nangis, kita tungguin. Kalo mau jajan bilang."
****To be Continue