Kenan mengusap-ngusap kepala Kris yang kini sudah tertidur disampingnya. Kakinya terbuka lebar dengan mulut yang mengemut salah satu ibu jarj tangannya. Kini Jesica masuk kamar dan duduk disamping Kenan.
"Ga tidur dikamar kakak sayang?"
"Kesini dulu bentar liat Kris nanti dia ngambek ga diliatin mommynya."
"Nih udah tidur anaknya. Ga karuan deh gayanya."
"Hm..Mas..aku mau ngomong."
"Ngomong apa?"
"Lala telepon, dia cerita soal Dirga sambil nangis-nangis. Apa ga bisa pake jalan kekeluargaan aja Mas?" Tanya Jesica. Kenan tahu jika bahasan Jesica sedang menjurus kepada kasus Dirga.
"Aku juga seorang ibu. Sedikit banyaknya aku paham yang dirasain Lala. Dia bukan ga mau ngasih pelajaran sama Dirga tapi mungkin dia ngasih tahu, ngajarin Dirga pake cara lain."
"Ini tuh gara-gara Lala temen kamu atau gimana?Ara anak kamu loh yang.."
"Iya aku tahu. Aku juga bilang, dia ga maukan liat Dirga disakitin begitupun Aku. Aku ga suka Dirga macem-macem sama Ara. Ini aku lagi cari solusi terbaik aja Mas, buat aku sama buat Lala. Kalaupun sampe harus ke jalur hukum seengaknya aku tahu alasan jelasnya biar nanti aku yang kasih pengertian sama Lala. Jadi apa udah ga bisa Mas ?" Jesica bertanya lagi.
"Sini..." Kenan menarik lengan istrinya membuat Jesica berada dalam pangkuannya.
"Ga ada polisi sayang. Mas cuman nge-ghost aja. Mas mau lapor apa?buktinya ga kuat, pesan-pesan Dirga ga ada unsur ancaman atau apapun. Dia cuman nanya-nanya kakak lagi apalah, bisa ketemu atau apalah, yang mungkin bisa dianggap wajar, belum lagi dalam video itu kakak sempet ada pegang tangan Dirga duluan seakan nunjukkin kalo mereka ga punya hubungan yang buruk. Mas cuman pingin ngasih tahu Dirga kalo kita ga main-main. Syukur deh kalo mereka takut. Tunggu beberapa hari lagi aja ya sayang Mas nanti urusin soal itu. Mas udah yakin deh Lala pasti nelpon kamu."
"Ih...Mas sebenernya lagi apa sih?"
"Dirga itu kadang tipe yang panikan kalo di ghost gitu. Pokoknya Mas mau wujudin yang kakak mau tapi Mas juga ngerti Lala temen kamu. Biarin aja dulu sayang biar orang tuanya juga ngerti dan bertanggung jawab. Mas udah suruh Reno buat jaga-jaga kalo Dirga berani nekat. Maaf Mas ga bilang kamu. Kemarin Mas darisana ke Medan. Pulang dari Medan kamu juga sibuk ini itu. Belum lagi prepare acara Gala dinner, mana sempet kita ngobrol."
"Kalo gitukan aku jadi tenang." Jesica menghela nafas.
"Mas rasa Dirga lebih perlu dokter dibanding polisi. Pokoknya kamu tenang aja kita tunggu beberapa hari ya." Kenan membuat Jesica mengangguk.
"Mumpung lagi ngobrol, aku juga mau bilang soal orang yang suka neleponin aku Mas. Belakangan dia sempet SMS minta ketemu tapi aku ga tahu dimana pas aku hubungin balik eh nomernya ga aktif."
"Siapa sih?banyak banget perasaan yang ganggu kita."
"Yang selalu bikin aku penasaran itu kenapa dia tahu nama aku, dia tahu kantor aku."
"Nomernya mana?biar Mas suruh Reno cari."
"Ada di HP aku. HPnya di kamar Mas.."
"Ya udah nanti kirimin ya, sekarang sebelum kamu balik lagi. Kelonin Mas dulu dong.." Kenan meraih kancing piyama Jesica paling atas.
"Apa sih?minta kelon segala." Jesica senyum-senyum.
"Supaya Mas bisa tidur yang.."
"Huh...pasti aja ada alasan."
"Kenapa?udah ga menarik sekarang?katanya Mas mirip tom Cruise.."
"Iya-iya Mas. Mas minta apapun aku kasih." Jesica mulai mendekatkan dirinya pada Kenan. Melingkarkan kedua tangannya di bahu Kenan dan menciumnya. pergulatan pria dan wanita dewasa itu pun dimulai.
***
Ara duduk memangku Ravin karena tahu anaknya itu sedang manja-manjanya sementara Davin tampak bersama Jay dan Karin bersama Kenan. Ara duduk melihat ibunya berpidato memberi sambutan selaku owner dari Adelard group. Ditengah-tengah pidato barulah terlihat Dariel datang dan langsung duduk disamping Ara. Seolah tak terganggu Ara tetap fokus pada ibunya.
"Ravin...anak papi..akhirnya ketemu.." Dariel memegangi tangan Ravin dan dalam hitungan detik Dariel menggendong anaknya. Ara menyerahkannya dengan pasrah namun wajah Ravin terlihat tak suka dia mulai menandakan ciri-ciri akan menangis dan dalam hitungan detik Ravin benar-benar menangis. Tangannya mengarah pada Ara.
"Kenapa sayang?ini papi.." Dariel heran.
"Mommy lagi pidato takut berisik, sini.." Ara mengambil Ravin lagi lalu membiarkannya duduk lagi dipangkuannya. Ravin kini diam setelah ditenangkan Ara. Dariel hanya menyaksikan adegan itu dan mulai memilih berfokus pada acara. Selang beberapa lama Acara dilanjutkan kepada pemberian reward pada pelanggan terpilih dan juga karyawan-karyawan terpilih lainnya. Dariel sempat berjalan kedepan memberikan hadiah kepada salah satu karyawannya. Dia juga sempat melakukan foto bersama. Ravin memang masih menyisakan kerewelannya saat sakit kemarin. Badanya memang sudah tak panas tapi tangisannya tak mau berhenti.
"Aku kesana dulu ya dad.."
"Mau ngapain sayang.."
"Ravin kayanya ga suka disini dad..Aku tenangin dulu."
"Bawa tasnya jadi kalo ada apa-apa bisa telpon."
"Iya dad.." Ara menyelendangkan Tasnya dan membawa Ravin keluar menuju balkon. Mungkin dia butuh udara seger.
"Kenapa sayang?rame di dalem?Ravin ga suka?" Ara menggendongnya, menimangnya mencoba menenangkan Ravin yang entah ingin apa sementara Dariel yang kembali ke kursinya heran tak Ara disana.
"Ara mana Dad?"
"Ravin nangis terus kayanya lagi diajak jalan-jalan dulu."
"Kemana?."
"Keluar tadi.." Kenan membuat Dariel melihat-lihat ke arah pintu.
"Ya udah Dariel susulin dulu deh dad takut ada apa-apa."
"Nih..." Kenan memberikan sebuah kartu sebelum Dariel pergi.
"Apa ini dad?"
"Daddy udah minta kamar, takut-takut Ara mau nyusuin."
"Iya dad, makasih." Dariel segera berjalan keluar balroom hotel. Dia mencari Ara dan Ravin. Tidak lama dia menemukan Ara sedang menggendong Ravin yang terlihat tak nyaman dan terus-menerus menangis.
"Disini ternyata. Sini...Ravin sama Abang aja." Dariel mengambil Ravin.
"Anak papi kenapa sih?kaget sayang ada rame-rame?mau apa?mau gimana?" Tanya Dariel seakan Ravin sudah bisa berbicara. Dia mencoba menghibur anaknya.
"Eh itu ada ikan sayang, mau liat?" Mata Dariel tertuju pada satu akuarium besar. Kini Dariel membawa anaknya mendekat sementara Ara hanya diam disana. Dariel tanpa menggerakan tangan Ravin kearah kaca Akuarium itu. Dia seperti ingin membuat Ravin memegang ikannya. Anaknya diam sejenak lalu memandangi ikan Lohan yang besar lalu lalang ke kiri dan ke kanan. Merasa senang Ravin memukul-mukul kecil kacanya.
"Papi ada ikan sayang dirumah nanti kita main." Dariel menahan gerakan Ravin yang mulai aktif. Mata Dariel sesekali melirik ke arah Ara yang hanya diam disana tanpa ekspresi apapun.
"Ke mami lagi yuk.." Dariel menggendong Ravin kearah Ara. Ara segera mengelap keringat yang ada di kening anaknya.
"Mau coba disusuin?"
"Aku cari tempat dulu."
"Daddy tadi ngasih kartu, dia udah booking kamar." Dariel memberitahu. Ara hanya mengangguk lalu mengikuti kemana langkah kaki Dariel pergi. Mereka menuju sebuah lift dan menekan tombol lantai 6. Sesampainya dikamar itu Ara meletakkan tasnya lalu meraih Ravin dan duduk disofa yang tersedia. Dia berusaha menyusui Ravin dengan gaun malamnya tapi Ravin meronta tetap tak mau sementara Dariel berjalan menuju arah kaca yang ketika dibuka tiraimya menampakkan lampu-lampu. Dia menyaku kedua tangannya. Pikirannya benar-benar kalut.
***To Be Continue