webnovel

Keributan di Restoran

Esoknya, Kalea sungguh membawa surat pengunduran diri untuk diajukan pada John. Ia pun mendapatkan banyak pertanyaan dari teman karyawan lainnya karena kemarin tiba-tiba menghilang dan keluar bersama pria tampan seorang pengusaha muda.

"Sebenarnya apa yang terjadi? Pak manajer sampai pingsan di ruangan VIP. Aku bahkan berpikir ia sudah tak bernyawa," bisik Theo. Pria itu yang pertama kali menemukan John terkapar tak berdaya di dalam ruangan itu.

"Apa ada kaitannya denganmu, Lea?"

Kalea hanya tersenyum tipis, ia sangat paham dengan rasa penasaran mereka. "Aku ingin menemui manajer," ujar Kalea justru semakin membuat yang lain curiga.

"Kalian cepat bekerja, jangan banyak bicara!" bentak seseorang membuat mereka yang ada di sana berjengit kaget dan langsung melanjutkan kegiatan bersih-bersih sebelum restoran dibuka. Terkecuali Kalea, ia tetap terlihat tenang walaupun John sedang memandangnya tak suka. Wajah pria itu penuh lebam dan sebelah tangannya dipasang sebuah gips. Kalea yakin, hampir sekujur tubuh John kesakitan. Namun, pria itu masih memaksakan untuk tetap masuk kerja.

"Ini belum waktunya kau bekerja, Lea. Ada urusan apa?" tanya John seakan melupakan apa yang terjadi malam kemarin.

Tanpa basa-basi, Kalea menyodorkan surat pengunduran diri pada pria berkumis itu. "Mulai hari ini saya tidak bekerja di sini lagi, Pak," ujarnya dengan sangat tenang.

Sontak semua yang ada di sana terbelalak kaget. Raut wajah John semakin kesal, ia membaca sekilas surat tersebut. "Kau tahu kan apa yang terjadi jika mengundurkan diri dari sini?"

"Saya harus membayar penaltynya? Saya bisa membayarnya," balas Kalea seraya mengeluarkan tumpukan uang lalu memberikannya pada John.

Rahang John mengeras, kebenciannya semakin memuncak pada gadis itu karena seakan Kalea tengah meremehkannya. Ia tersenyum licik. "Apa kau pikir uangnya cukup? Karena kau mengundurkan diri di depan pekerja yang lain, penaltynya pun lebih besar!" bentak John seraya menepis uang-uang tersebut sampai bertebaran ke mana-mana.

Kalea menganga tak percaya. Ia tahu, dan semua pekerja yang lain tahu jika John memiliki emosi yang tidak stabil. Pria itu selalu memerintah semena-mena dan marah pada masalah sepele. Namun, ini sudah keterlaluan. Kalea melirik pada teman-temannya yang kini memandangnya dengan tatapan iba dan takut. Mereka pun tidak bisa menolong karena John sungguh tidak main-main jika sedang marah.

"Berapa yang kau inginkan?" tanya Kalea, ia benar-benar sudah muak melihat wajah pria itu dan ingin segera pergi dari sini.

John tertawa keras karena perkataan Kalea yang menurutnya lucu. "Kau sekarang sangat sombong, ya, Lea. Sudah punya uang banyak? Padahal kemarin kau begitu mengemis meminta gajimu dinaikkan," ujarnya begitu menghina Kalea. Tangan Kalea mulai mengepal kuat, mantan manajernya ini memang berniat mempermalukan dirinya di depan yang lain. John berjalan dengan langkah terseok-seok karena kakinya yang masih sakit akibat diinjak oleh Arthur kemarin. "Apa pria kemarin berhasil menidurimu? Sampai kau bisa sombong seperti ini," bisik John membuat emosi Kalea semakin memuncak.

Tanpa ragu, Kalea langsung menampar pria itu, bunyi tamparannya begitu keras. Semua yang ada di sana terus dibuat terkejut dengan perbuatan Kalea maupun John. Tangan gadis itu masih gemetar setelah menamparnya.

"Kau! Berani menampar atasanmu?!" murka John sampai urat-urat di wajahnya keluar.

"Kau bukan atasanku lagi! Kau benar-benar menjijikan!" bentak Kalea sampai napasnya terengah-engah. Air mata yang sedari tadi ia tahan kini menetes.

"Lea!" teriak Rosalia dan langsung menghampiri gadis bersurai brunette itu. Wanita itu memeluk Kalea berusaha menenangkannya. Sedangkan Kalea masih memandang hina John. "Kau harus diproses hukum."

"Apa maksudmu?!"

Dua pria berbadan kekar dan memakai kacamata hitam masuk ke dalam restoran. Semua yang ada di sana bingung karena restoran belum siap untuk buka. Dan perawakan mereka sedikit menakutkan. "M-maaf, Tuan. Restoran kami belum buka, Silahkan-"

"Nona Kalea, kami datang untuk menjemput," ujar salah satu pria berbadan kekar itu membuat Kalea mengerutkan dahinya bingung.

"Kalian ... siapa?"

"Bos Arthur menyuruh kami untuk menjemput Nona. 'Jemput Kalea jika dia sudah menyelesaikan urusannya dengan restoran busuk itu,' begitu yang dikatakan oleh tuan Arthur."

"A-apa?! Apa maksudmu dengan restoran busuk? Kalian macam-macam denganku?!" sahut John seraya meraih kerah kemeja pria kekar itu.

"Ini biaya rumah sakit untuk anda. Bos meminta maaf karena sudah menganiaya anda sampai pingsan," ujar pria itu seraya memberikan satu koper uang pada John. "Dia menyesal telah melakukan hal itu."

John tertawa licik seraya mengambil koper itu dengan kasar. Ia berdecak kagum saat melihat isinya begitu penuh dengan uang. "Memang seperti ini harusnya brengsek, aku terima maafnya."

"Terima kasih. Bos Arthur memang sangat menyesal. Tapi lebih menyesal karena tidak sampai membuat anda kehilangan nyawa," lanjut pria itu membuat John kembali murka. Ia membanting koper itu.

"Kalian mempermainkanku?!" hardik John, tetapi nyalinya menjadi ciut saat tatapan kedua pria kekar itu menjadi tajam dan terlihat lebih serius dibanding sebelumnya.

"Kami tidak segan untuk membuat keributan di sini. Apa tidak apa-apa jika tubuhmu remuk?" tanya salah satu pria itu dengan suara berat yang mengintimidasi. John bergerak mundur seraya tertawa, menyembunyikan ketakutannya.

"Akan kupanggil polisi jika kalian melakukannya! Kalian sudah membuat keributan dari awal!" balas John, nada suaranya mulai bergetar.

"Ayo, Nona," ajak kedua pria itu untuk pergi dari sana. Kalea nampak ragu, apalagi melihat karyawan yang lain masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Ia tidak ingin John hidup dengan santai seakan tidak terjadi apa-apa. Kalea pun tak ingin ada lagi korban lain seperti dirinya.

"Bos bilang akan menindak lanjuti pria itu. Anda tenang saja," bisik salah satu pria bawaan Arthur itu, seakan mengetahui kegundahan hati Kalea.

Kalea mengangguk, mungkin untuk saat ini lebih baik ia segera pergi. Tidak ada habisnya beradu mulut dengan John, pria itu sudah tidak memakai akal sehatnya lagi.

"Mau pergi ke mana kau?! Urusanmu belum selesai di sini! Kalea! Dasar pelacur!"

Gadis itu tetap berjalan pergi meninggalkan restoran tersebut. Jangan tanya bagaimana perasaannya, begitu campur aduk. Ia hanya berdoa agar teman-temannya tetap baik-baik saja di sana. Bagaimanapun juga, mereka sudah sangat baik padanya.

Kalea menunggu di depan mobil hitam, menunggu salah satu pria kekar itu yang sedang menghubungi seseorang. Kalea menduganya itu adalah Arthur.

"Nona, Ini Bos. Bos ingin berbicara dengan anda."

Kalea tanpa ragu menerima ponsel itu. "Halo?"

[Hai, Baby. Bagaimana acara pengunduran dirimu? Aku sangat menyesal tidak bisa datang ke sana]

Kalea mendengus kesal. "Seakan-akan pengunduran diriku itu sebuah acara penyambutan yang meriah dan terhormat," balasnya. Ia dapat mendengar tawa renyah dari seberang sana.

[Sebentar lagi restoran itu akan tutup. Kau tenang saja]

"Huh? Apa yang kau lakukan? Lalu bagaimana karyawan yang lain?"

[Mereka akan mendapat tempat yang lebih layak. Aku sudah meminta beberapa kenalanku yang bergerak di bidang perhotelan dan restoran untuk menerima teman-temanmu itu]

Kalea sampai tak dapat berkata sepatah kata pun. Arthur sungguh pria yang seakan bisa melakukan apa saja untuk menghancurkan seseorang.

[Dia benar-benar sudah salah memangsamu. Korbannya pun sudah banyak. Dan kesalahannya semakin fatal karena sudah menyentuh sugar babyku]