webnovel

How Can I Forget You?

Bella Ellista, seorang wanita cantik dan cacat, berusia 26 tahun. Di waktu remajanya, Bella merupakan salah satu atlet figure skating Klub Jerman yang cemerlang. Beberapa kompetisi pun berhasil dia raih. Kehancuran hidup gadis itu baru saja di mulai, begitu kesuciannya direnggut paksa dan ditukar dengan dollar yang masuk ke dalam kantung Phillip. Bagi Bella yang masih berusia 16 tahun dan mengalami musibah yang meruntuhkan dunianya. Kematian adalah pilihan yang Bella putuskan. Meski kematian yang Bella inginkan, kedatangan seorang remaja, menggagalkan usaha bunuh diri yang coba dia lakukan. Kenneth Wayne, merupakan seorang developer real estate terkenal di kota Zurich, Switzerland. Pertemuan tak sengaja pria itu dengan seorang wanita cacat bernama Bella, menghidupkan jantungnya yang kosong bergairah kembali. Antara penyesalan dan cinta, manakah yang akan menang pada akhir keduanya nanti? Jika semua kebenaran yang lama tertutupi mulai terkuak. Menyebabkan luka & derita.

Angela_Ann · Urbano
Classificações insuficientes
24 Chs

Reuni Lama

Masha pergi ke tempat dimana Stacy duduk bersama keluarga Wayne. Pada saat dia masuk, tidak ada Bella dan Sean di dalam. Yang mana membuatnya sedikit lega.

"Masha, cepat kemari." panggil Stacy saat dilihatnya sang putri malu-malu berdiri di dekat pintu. Ah, putrinya ini memang pemalu sekali. Batin Stacy sambil mendesah. Dia sudah cukup khawatir dengan sikap pemalu Masha jika bertemu dengan orang asing. Tapi

"Tuan Raphael dan Nyonya Audrey, perkenalkan dia adalah Masha Ells Calgary, putri sulungku." kata Sam.

Mendengar nama Ells disebutkan, Kenneth melirik Masha dengan matanya yang tajam penuh selidik.

"Selamat malam, Sir Raphael dan Mrs. Audrey, senang bertemu Anda disini. Saya Masha."

"Halo Masha, senang bertemu denganmu juga." jawab Audrey tersenyum pada gadis di depannya itu yang terus menerus menatap ke arah putranya.

"Sam, bukankah itu Sean yang bersama Bella?" tunjuk William dengan dagunya ke arah Bella dan Sean yang berdiri saling berhadapan di kejauhan.

"Dorenza, panggil Bella kemari." suruh William pada butlernya yang senantiasa berada di sampingnya.

Sean masih menunggu, menunggu alasan Bella yang tidak mau masuk ke dalam ruangan keluarga William. Bella yang enggan sekali masuk ke tempat Sam berada, membuatnya bertanya-tanya penasaran. Saat dia bertanya kenapa, Bella tetap keras kepala tidak mau mengatakannya, yang mana membuat dirinya semakin curiga.

Meski dia tahu betapa Bella sangat membenci keluarga tirinya, Bella yang dia kenal bukanlah orang yang memilih lari dengan berbohong seperti ini padanya.

"Ayolah, Bell. William bahkan sampai memanggil kita ke sana. Kau mau, melihat Sam malu di depan keluarga Wayne. Sadar tidak, kalau sikapmu sekarang ini seperti bukan dirimu saja. Sejak kapan Bella yang berani, menjadi pemalu karena orang asing begini." bujuk Sean lagi mencoba menarik Bella yang tidak bergeming sedikit pun.

"Kalau kau masih bersikeras berdiri disini, aku akan menggendongmu sampai ke dalam, percaya atau tidak!" kata Sean terdengar kesal, tidak habis pikir Bella yang biasanya penurut menjadi menjengkelkan tiba-tiba.

"Pergi atau tidak?!" ulang Sean lagi, tidak luluh meski Bella menatapnya memelas.

"Aku tidak mau ke sana."

Sean memutar matanya bosan, mulai kesal jika Bella bertingkat kekanakan. "Katakan alasannya, Bell. Aku mau tahu. Ayolah, jangan bertingkah kekanakan begini."

"Siapa yang kekanakan."

"Kau... Siapa lagi memangnya."

"Aku tidak."

"Bella Ellista..." geram Sean dengan gigi terkatup. Meski dia senang dengan sikap Bella yang sangat manja padanya, namun malam ini dia tidak mau orang lain melihat sisi Bella yang sangat manja seperti ini. Hanya dia yang boleh melihat dan merasakan sisi manis Bella yang sangat menggemaskan.

Bella langsung mengunci rapat mulutnya, mendengar Sean memanggil namanya seperti itu, dia tidak berani lagi membantah kata-kata Sean.

"Ayo." ajak Sean sambil merangkul pinggang Bella, dan membawanya ke tempat Sam yang sudah lama menunggunya.

"Bella, lama sekali. Apa kau baik-baik saja?" tanya Sam sedikit khawatir, takut kalau putrinya mendapat masalah di luar pengawasannya.

"Daddy, tenang. Aku tidak apa-apa. Hanya..." belum selesai dia mengatakannya, suara Sean tiba-tiba terdengar menyela sambil setengah mengejeknya.

"Hanya tingkah kekanakannya kumat lagi Sam, itu saja." kata Sean sambil menyeringai pada Bella.

"Sean...." Desis Bella melotot.

"Sudah, sudah. Kalian ini, selalu adu mulut setiap kali bertemu. Sepertinya akucmeman harus cepat-cepat menikahkan kalian berdua, karena sikap kalian yang seperti pasangan suami istri ini. Ribut terus."

"Daddd~"

Melihat Bella mulai menatap marah, Sam langsung mengalihkan pembicaraan.

"Ah... Ini adalah putri bungsuku Tuan Raphael, namanya Bella Ellista Calgary." kata Sam lagi, lebih antusias saat mengenalkan Bella pada kolega barunya itu.

Bella yang tadi sibuk dengan pikirannya, sepenuhnya lupa kalau di dalam ruangan ini dia tidak sendirian.

Sial!

Bella memutar kepalanya ke sisi kirinya, dan disanalah keluarga Wayne duduk.

Pasti, aku terlihat konyol sekali tadi. Dalam hati Bella sudah memaki kebodohannya.

Namun saat dia duduk di tempatnya. Wajahnya kembali menjadi lembut dengan sikap yang sangat anggun.

"Halo! Panggil saja saya Bella. Senang bisa bertemu dengan Anda." ucap Bella memperkenalkan diri, dari sejak dia duduk, tak sekalipun matanya melirik ke tempat Kenneth berada.

Butuh pengendalian diri yang cukup besar, untuk bisa bersikap seolah-olah Bella tak mengenal Raphael atau juga Kenneth.

"Bella?" sedikit kejutan melintas saat Raphael melihat ke arah Bella dan tangan kirinya yang memegang sebuah kruk.

Sam yang melihat kecanggungan itu, menyuruh Sean untuk duduk di samping Bella.

"Putriku mengalami kecelakaan besar saat dia berusia 19 tahun, Tuan Raphael. Itu sebabnya, kaki kirinya menjadi lumpuh dan Bella harus menggunakan kruk untuknya berjalan." kata Sam mencoba menjelaskan, salah sangka dengan tatapan yang Raphael berikan pada Bella.

"Salahku, yang tidak sopan melihat putri bungsumu, Sam. Maafkan aku." balas Raphael penuh penyesalan.

Dari awal sampai akhir, orang yang menjadi pembicaraan mereka bersikap tidak terlalu peduli. Seakan orang yang dia temui malam ini bukanlah kenalannya dulu di masa lalu.

Kenneth terus memandang Bella penuh perhatian. Kadang ketidaksukaan dimatanya tidak Kenneth sembunyikan atas kedekatan Bella dan Sean yang menurutnya terlalu tidak menyenangkan matanya.