webnovel

How Can I Forget You?

Bella Ellista, seorang wanita cantik dan cacat, berusia 26 tahun. Di waktu remajanya, Bella merupakan salah satu atlet figure skating Klub Jerman yang cemerlang. Beberapa kompetisi pun berhasil dia raih. Kehancuran hidup gadis itu baru saja di mulai, begitu kesuciannya direnggut paksa dan ditukar dengan dollar yang masuk ke dalam kantung Phillip. Bagi Bella yang masih berusia 16 tahun dan mengalami musibah yang meruntuhkan dunianya. Kematian adalah pilihan yang Bella putuskan. Meski kematian yang Bella inginkan, kedatangan seorang remaja, menggagalkan usaha bunuh diri yang coba dia lakukan. Kenneth Wayne, merupakan seorang developer real estate terkenal di kota Zurich, Switzerland. Pertemuan tak sengaja pria itu dengan seorang wanita cacat bernama Bella, menghidupkan jantungnya yang kosong bergairah kembali. Antara penyesalan dan cinta, manakah yang akan menang pada akhir keduanya nanti? Jika semua kebenaran yang lama tertutupi mulai terkuak. Menyebabkan luka & derita.

Angela_Ann · Urbano
Classificações insuficientes
24 Chs

Perasaan Panik

Bella mencengkram teralis besi didepannya dengan kuat. Perasaannya yang sesak tidak bisa longgar sama sekali meski dirinya mencoba untuk menenangkannya.

Jantungnya terus berdegup panik, dan bahkan tubuhnya pun berubah lemas, hanya karena keberadaan Kenneth yang muncul tiba-tiba di depannya.

'Aku cinta padamu, Bella.'

Setiap kali dia sadar Kenneth berada dekat dengannya, kata-kata penuh cinta itu terus berdengung di telinganya, membuat perutnya bergejolak karena tegang.

Kata-kata manis yang dulu selalu berhasil membuatnya memerah itu, sekarang berubah menjadi racun yang perlahan-lahan membunuhnya.

Setelah lamanya tahun berlalu, dirinya yang sudah dia sangka berhasil membangun dinding dari sebab keruntuhan cintanya dulu, harus melihat sendiri, puing demi puing hati palsunya yang kokoh, runtuh sedikit demi sedikit karena ulah orang yang sama.

Bella yang tampak tertekan, memijat pelipisnya yang berdenyut-denyut.

"Bella Ellista Calgary...."

Sebuah panggilan dari belakang, membuat Bella berbalik, dan terkejut melihat seorang pria berdiri di belakangnya.

"Jovan..."

"Bella, Bella, Bella... Wow." decak Jovan tertawa senang.

"Aku begitu terkejut bertemu denganmu di sini." ucap Jovan seraya melangkah lebih dekat ke tempat Bella.

Bella membusungkan dada, meski ketakutan di dalam dirinya menguasai. Dia memberi peringatan pada lelaki di depannya itu untuk tidak mendekat lebih jauh.

"Kau bisa berbicara dari sana, Jo. Tak usah mendekat." kata Bella garang.

Jovan terkekeh, tapi tidak menghentikan langkahnya. Dia terus berjalan menghampiri Bella.

Seringai di bibirnya itu mengirim tanda bahaya pada Bella.

Bella berusaha terlihat tidak takut maupun gentar, meski cengekeraman tangannya di teralis besi semakin menguat.

"Kau tahu, aku selalu mencarimu, Bell. Tapi tidak pernah kutemukan kau, karena Sam yang terlalu ketat menjagamu." Jovan menyilangkan tangannya di dada. Memberitahu pada Bella kalau apa yang dikatakannya patut Bella ketahui.

"Yah, karena Daddy tahu, kau sangat berbahaya untuk di dekati. Jadi jangan salahkan kalau Sam mengambil sikap tegas padamu."

"Tsk... Bell, sudahlah, tak perlu kita bahas lagi. Aku sedang dekat dengan Masha, bagaimana tanggapanmu?"

Alis Bella terangkat, tidak peduli dengan berita tersebut. Dia sudah bisa menduga dari jauh-jauh hari, bahwa Masha akan melakukan itu. Dia tidak berharap Masha senekat itu hanya untuk membuktikan padanya, kalau Masha jauh lebih terkenal di kalangan lelaki-lelaki daripada dirinya.

Hanya karena ingin lebih dikenal dan menjadi rebutan saja, apa sih manfaatnya, tsk! Bella sungguh tidak habis pikir dengan cara berpikir Masha yang terlalu binal.

Tunggu sampai Stacy tahu, kalau putri yang dimanjanya tidak sebaik kelihatannya, sinis Bella di dalam hati.

Bella yang fokus dengan pikirannya, membelalakkan matanya saat tangan Jovan meraih pinggangnya.

"Jovan Betram! jauhkan tanganmu dari tubuhku!"

Jovan menyeringai, lebih menarik tubuh Bella mendekat.

"Lepas, lepas tanganmu sialan! Atau aku akan berteriak. Dan ini bukan cuma lelucon Jo, Sean ada di sini, kuperingat kan kau!" ancam Bella melotot marah.

"Tidurlah denganku Bell." bisik Jovan seduktif, yang mana membuat Bella semakin ketakutan dan berharap kalau Sean cepat-cepat datang mencarinya.

"Brengsek kau!"

Jovan hanya tertawa-tawa melihat tingkah Bella yang memberontak keras.

"Kau bukan saja jelek tapi juga tuli ya."

Jovan yang sudah menangkup rahang Bella, ingin menciumnya, tidak jadi dilakukan saat suara lain menginterupsi kesenangannya.

Ada apa sih dengan malam ini? Bersenang-senang saja sulit sekali dilakukan! Umpat Jovan mulai tak sabar.

Bella yang disudutkan tubuh berat Jovan, yang membuatnya sulit bernapas tadi, langsung menghirup udara dengan sangat rakus saat pelukan itu tidak lagi erat.

Rahangnya terpelintir sakit saat cengkeraman tangan Jovan yang kuat ada di wajahnya.

"Ken~"

Jovan berbalik sambil menggeram marah, dan Bella memanfaatkan momen itu untuk melepas tangan Jovan yang memeluknya.

Yang langsung membuat Bella jatuh terduduk dengan kaki lemah dan tubuh bergetar.

Melihat kondisi Bella yang seperti itu, membuat Kenneth mengangkat tinjunya, mengenai tepat pada pipi Jovan.

"Brengsek! Apa-apaan ini, dasar orang gila!" maki Jovan ditengah-tengah rasa sakit dari tinju-tinju Kenneth di wajahnya.

Berbanding terbalik dengan tubuhnya yang berotot dan lebih besar dari Kenneth, Jovan tak sekalipun bisa mengangkat tangannya untuk membalas.

Mata abu-abu Kenneth memerah saat amarah menguasai dirinya, dia tidak bisa mengendalikan emosinya, tidak bisa mengendalikan pikirannya untuk membunuh bajingan tercela ini sekarang juga.

Ketika dilihatnya Bella yang memberontak lemah dengan wajah kesakitan, dadanya berdenyut nyeri sampai-sampai membuatnya ingin langsung menerjang bajingan itu dan menghajarnya.

Tidak ada yang boleh menyentuh gadis itu ataupun menyakitinya.

Jovan tidak berhenti batuk saat hujaman tinju Kenneth bersarang di perut.

Bella melihat dengan ngeri kebrutalan Kenneth di depannya.

'Tolong aku Bell, hentikan aku bagaimana pun caranya supaya aku tidak membunuh bajingan itu.'

Bella tersentak karena kenangan mengerikan dari masa lalunya, cepat-cepat Bella menyeret kaki kirinya yang lumpuh dari lantai, mendekati Kenneth yang kalap.

"Ken, berhenti."

Tapi Kenneth tidak mendengar suaranya yang lemah.

"Kenneth Wayne, kubilang berhenti, kau bisa membunuhnya!"

Dan lemparan kruk Bella yang mengenai dahinya, membuat Kenneth langsung tersadarkan.

Dia kehilangan kendali lagi!

Kenneth melempar kepala Jovan ke lantai yang tadi diraihnya untuk dipukuli. Dan melirik pada Bella yang mata hazelnya sudah berkaca-kaca menatap padanya.

Gemetar ketakutan!

Kenneth bangun, menghampiri Bella yang sudah menangis dan membantu gadis itu berdiri.

"Jangan takut. A-aku...." Kenneth bingung bagaimana harus menjelaskan sikapnya tadi.

Bella terdiam kaku dan membiarkan Kenneth yang kini memeluknya erat. Bisa dia rasakan kemarahan Kenneth dari tubuh lelaki itu dan dari suara napasnya yang memburu di telinganya.

"Please... Jangan menangis lagi, Bell. Kau... Apa yang sudah kau lakukan padaku?" tanya Kenneth kebingungan, dikuasai amarah sampai seperti itu bukanlah sifatnya. Dia selalu terkendali dan jarang sekali menunjukkan emosinya pada orang lain.