Tidak ada maaf untuk penghianatan
-Navasya Prananta-
____________________________________
Navasya Prananta, Namanya. Gadis berumur dua puluh lima tahun dengan parasnya yang cantik mampu menghipnotis kaum adam dalam sekejap. Surai hitam nan panjangnya tergerai cantik. Dress pink selutut melekat pada tubuh eloknya. Membuat perempuan itu semakin mempesona. Siapa yang tidak mengenal Vasya? Model ternama di jakarta sekaligus anak tunggal Tantoro Prananta, salah satu pemilik mall yang ada di Jakarta.
Di tempat yang dipenuhi aroma alkohol kini Vasya berada. Terduduk di kursi bar. Menenangkan pikirannya setelah seharian melakukan pemotretan. Ia menghela nafas lelah. Di tangannya menggenggam gelas kristal yang berisi alkohol. Memutar-mutarkannya. Ia menggerakkan lehernya. Tubuhnya terasa remuk. Seperti habis memikul beban seharian. Ia mengedarkan pandangannya. Mencoba menghilangkan kebosanan. Ada yang menari, bermain biliyard dan tentu saja bermain dengan wanita-wanita penggoda. Vasya memfokuskan pandangannya. Tunggu. Bukankah itu Kevin, pacarnya. Ia berpelukan dengan seorang perempuan. Vasya tidak mengenali wajah perempuan itu karena membelakanginya. Ia mengucek mata, memastikan apakah yang dilihatnya itu benar-benar pacarnya. Astaga. Ia menatap tidak percaya. Bukankah itu Tiara, sahabatnya.
Vasya meletakkan gelas kristalnya dengan kasar, sehingga menimbulkan suara pukulan kaca. Ia Beranjak dari kursi. Berjalan menghampiri dua sejoli yang tengah bermesraan itu.
"Jadi gini Kamu di belakangku. Kita putus!" Vasya menatap tajam bergantian ke arah Kevin dan Tiara. Matanya memerah.
PLAK
Vasya menampar Kevin dengan sekuat tenaga. Ia mengepalkan tangan. Kenapa rasanya sakit. Kenapa juga Kevin harus selingkuh dengan Tiara, sahabatnya sendiri. Vasya langsung pergi meninggalkan club.
Bukannya tenang, pikirannya kini menjadi berantakkan. Matanya kini berlinangan air mata. Dadanya terasa sesak. Mengingat kejadian tadi. Satu tahun. Satu tahun merupakan waktu yang begitu lama. Dirinya dan Kevin menjalani hubungan asmara, lalu putus begitu saja.
Vasya mendengus. Lihat, laki-laki itu tidak mengejarnya. Ia mengepalkan tangan. Rasa cintanya berubah menjadi benci. Benci dengan kata pacar apalagi sahabat. Dasar penghianat!
Vasya merasa kepalanya terasa berat dan pandangannya bergoyang-goyang akibat minum alkohol terlalu banyak tadi. Karena sudah tidak tahan, ia menyandarkan tubuhnya di samping mobil hitam yang terparkir di pinggir jalan, mencoba mengembalikkan kesadarannya.
Vasya merobohkan tubuhnya, terduduk di tanah dengan menyenderkan punggungnya di pintu mobil. Berulang kali ia mengedipkan mata karena kelopak matanya terasa berat. Ingin menutup. Pandangannya semakin menciut. Kepalanya terasa pusing. Perutnya bergejolak ingin mengeluarkan sesuatu. Tanpa sadar ia tertidur.
***
Cahaya matahari pagi menembus jendela kamar. Di ruangan 8×9 meter berwarna pink dipadu silver itu terdapat perempuan yang masih terlelap tidur dengan anggun. Vasya. Selimut berwarna putih menyelimutinya. Ia mengerjap-ngerjapkan mata karena cahaya matahari menerpa wajah cantiknya. Ia mengerang karena terganggu, memiringkan badannya, membelakangi jendela kaca.
Dua detik kemudian, bagaikan petir menyambar di otaknya. Ia membuka matanya. Mengubah posisi menjadi duduk. Bukankah tadi malam dirinya ada di jalan?kenapa dirinya ada di sebuah kamar? Pikiran negatif langsung mendatanginya. Ia bernapas lega saat mengetahui ia berada di kamarny sendiri.
Dengan malas, Vasya melangkah menuju kamar mandi. Setelah menyelasikan ritual mandinya, Vasya keluar dari kamar, menuruni anak tangga.
Vasya bergabung di meja makan bersama keluarganya. Di meja makan telah ada papa dan mamanya. Ia menarik kursi, lalu mendudukinya. Tantoro memandang gerak-gerik Vasya yang menarik kursi.
"Sampai kapan kamu mabuk-mabukan!" Tantoro-ayah Vasya meninggikan suara.
Vasya hanya memutar matanya. Seperti biasanya, ayahnya selalu mengomelinya. Inilah, itulah. Sampai dirinya merasa bosan dengan segala ceramah dan omelanya.
"Kamu harus berubah! Mungkin pekerjaanmu itu mempengaruhi kebiasaanmu. Mau tidak mau kamu berhenti jadi model!" Tantoro memaksa.
Vasya membulatkan mata. Ia tidak mau menghentikan kariernya itu.
"Papa nggak berhak ngatur-ngatur hidup Vasya, Pa!" Vasya menyolot.
Hisya-mamanya Vasya hanya menyimak. Dirinya juga setuju dengan keputusan suaminya. Ia tidak mau jika anak semata wayangnya berada di jalan yang salah.
"Tentu saja Papa berhak buat ngatur hidup Kamu Vasya, Kamu itu anak Papa!" Tantoro menghela nafas. "Papa akan bilang sama Tania kalau Kamu berhenti jadi model."
Vasya tidak habis pikir lagi. Ayahnya benar-benar tega akan melakukan hal itu. Selera makannya tiba-tiba hilang. Ia bangkit dari kursi. Melanggang ke kamarnya. Suara debuman pintu terdengar dari ruang makan.
"Vasya kenapa Tan, Om?"tanya Ayana, perempuan cantik berhijab oranye yang baru keluar dari kamar.
Ayana bergabung di meja makan. Tadi dirinya tak sengaja berseberangan dengan Vasya dan wajahnya terlihat murung.
"Kami memutuskan untuk Vasya berhenti jadi model, Ay." Hisya-wanita berhijab putih menatap nanar pintu kamar Vasya.
Ayana mengangguk paham. Jadi itu penyebab sepupunya marah. Ia juga setuju. Vasya semakin hari semakin bebas. Keluar malam selalu dengan pakaian minim.
Ayana Lail Zuhair. Perempuan berhijab yang cantik dengan lesung pipi dan bibir tipis merah muda. Akhlaknya tak kalah cantik dengan fisiknya. Ia pintar, mandiri, dan sholehah.
Ayana merupakan anak kedua dari pasangan Rayyan dan Ina. Kakaknya bernama Rasyid Thariq Zuhair. Berumur dua puluh sembilan tahun. Ayahnya Ayana merupakan adik kandung Tantoro, jadi Ayana dan Vasya merupakan saudara sepupu.
Rayyan dan Ina tinggal di Malang. Sejak dua bulan terakhir, Ayana tinggal di Jakarta bersama keluarga Tantoro untuk membuka bisnis kue. Toko kuenya kini cukup terkenal di wilayah Jakarta.
Sementara Tantoro merupakan salah satu pemilik pusat perbelanjaan terbesar di Indonesia, tepatnya di Jakarta.
"Kamu kapan punya calon, Ay?"tanya Tantoro sambil menikmati sarapannya.
Ayana menggeleng. Ia belum menemukan laki-laki yang pas untuknya. Lagipula ia tidak ingin menikah sekarang. Fokus ke bisnis kuenya.
"Pas banget Kamu belum punya, Ay. Sahabat Om punya anak laki-laki. Gimana kalau Om jodohin Kamu sama anak sahabatnya Om?"
"Sahabat Papa siapa?"tanya Hisya. Menghentikan mengunyah makanan. Meminum segelas air putih yang tersaji di depannya. Menatap lamat-lamat wajah suaminya.
"Itu lho, Dirga. Sahabat Papa waktu kuliah." Tantoro memasang wajah ceria.
"Ooo iya... Tante setuju banget. Mau ya Ay, namanya Reino. Dia itu ganteng, sholeh, mapan lagi." Wajah Hisya berbinar.
Ayana berpikir sejenak, lalu menggeleng. Ia tetap ingin mengurus usaha kuenya dulu. Untuk menikah, ia pikir akhir.
"Kenapa nggak mau?rugi lho." Hisya menggoda.
Ayana mengulam senyuman." Kenapa Om sama Tante nggak jodohin sama Vasya aja."
" Tante malah nggak tega kalau Reino dapet Vasya yang orangnya gonta-ganti pacar. Dia ma cocoknya sama Kamu."
"Ayana nggak mau nikah dulu Tan. Lagian Kak Rasyid juga belum menikah, masa Ayana ngelanggar sih."
"Kalau takdir Ay." Hisya menyerah. Sampai dibujuk kapanpun Ayana keras kepala juga, seperti Vasya.
***
Assalamu'alaikum.
Terima kasih udah baca part ini.
Salam hangat dari saya
😊😊😊
Wassalamu'alaikum wr.wb