webnovel

He's My Billionaire (Te Iubesc)

Tidak pernah terpikirkan oleh Marsha untuk memiliki sebuah hubungan dengan seorang pria kaya nan tampan. Marsha sungguh tidak berniat memiliki masalah dengan pria mana pun itu, terutama pada Alland. Marsha Charlotte adalah artis terkenal yang sedang ditimpa sebuah skandal dengan seorang direktur di tempat ia bekerja. Perkara skandal itu, Marsha melakukan hal bodoh lainnya. Ia tanpa sengaja melakukan hubungan One Night Stand (ONS) bersama seorang pria yang tidak dikenalinya. Hingga lima bulan kemudian, Marsha dipertemukan kembali dengan pria itu. Dan parahnya, pria itu adalah seorang CEO di tempat ia menjalin kerja sama menjadi seorang bintang iklan di perusahaannya. Alland Ray Standford, seorang billionaire muda yang melakukan hubungan ONS dengan Marsha. Pertemuan kedua mereka membawa keduanya ke dalam sebuah hubungan yang seharusnya tidak pernah terjadi. Hubungan keterikatan kerja yang seharusnya terjadi antara CEO dan model iklan berubah menjadi hubungan yang lebih menarik. Penolakan Marsha terhadap Alland benar-benar menggores ego Alland. Apalagi Marsha berpura-pura tidak mengingat kejadian malam itu, membuat Alland benar-benar kesal. Ia pun melancarkan aksinya untuk membuat Marsha mengakui kesalahannya itu, hingga akhirnya tanpa bisa dicegah mereka kembali melakukan kesalahan itu lagi.

Puantrgn_ · Adolescente
Classificações insuficientes
275 Chs

Part 10

Sebuah mobil hitam berhenti dengan mulus di lobby Stanford Grup. Mobil yang berisikan sepasang manusia itu tampak begitu enggan untuk menampakkan diri karena tak satu orang pun yang keluar dari dalam sana.

"Kau masih tetap pada pendirianmu?" Sarkas Hans yang melihat Marsha tetap duduk di kursi penumpang.

"Aku tidak ingin bekerja disini."

"Lalu kau mau bekerja dimana? Kau pikir mudah mendapatkan pekerjaan ini? Mereka bisa saja memakai artis yang lebih fresh darimu, tapi mereka lebih memilihmu. Apa kau tidak ingin menghargai kerja kerasku ini?" Kata Hans dengan kesal. Napasnya bahkan terlihat memburu, Marsha menoleh takut-takut pada Hans. Baru kali ini ia melihat Hans semarah pagi ini.

"Bukan begitu Hans. Hanya saja aku....aku..."

Hans mengacak rambutnya frustasi. "Kau apa? Membatalkan kontrak itu dan membayar denda dengan harga fantastic? Kalau pun kau tidak nyaman, setidaknya tetaplah bekerja. Jangan membuang kesempatan yang sudah kau tunggu sejak berita skandalmu itu. Kau tahu sendiri Marsh, mereka tidak akan peduli. Apa yang kau harapkan? Meminta belas kasihan mereka setelah semua ini?" Kini suara Hans terdengar lebih pelan. Menatap Marsha dengan tatapan memohon agar wanita itu tidak menyia-nyiakan kesempatannya.

Marsha menggeram menahan emosinya. Mendengar perkataan Hans yang seluruhnya benar membuatnya memiliki semangat untuk kembali bangkit, bangkit dari keterpurukannya dan mendapatkan kembali masa emasnya itu. Mengingat mereka yang disebut-sebut Hans membuat Marsha tidak senang. Ia tidak akan membuat mereka tertawa akan kebobrokan dirinya.

"Tidak. Kau benar Hans aku harus tetap bekerja. Akan aku tunjukkan kepada mereka kalau aku bisa hidup bahagia tanpa mereka!" Kata Marsha penuh tekad. Bahkan matanya berkaca-kaca karena tanpa sengaja mengingat kenangan pahit itu.

Hans tersenyum menenangkan. "Aku yakin kau bisa. Bekerjalah dengan baik dan buat mereka menyesal telah membuangmu."

"Itu menyakitkan Hans, tapi kau benar. Baiklah tidak ada lagi waktu untuk bermalas-malasan. Here we go!" Katanya kemudian keluar dari mobil Hans dengan langkah yang percaya diri. Membuat Hans kembali tersenyum di dalam mobilnya melihat Marsha kembali bersemangat.

***

"Permisi sir, saya hanya ingin menyampaikan bahwa acara pemotretannya akan segera dimulai." Kata Tiffany sembari membungkuk sopan setelah ia menyelesaikan kalimatnya itu. Bukan tanpa alasan Tiffany menyampaikannya karena Alland sendiri yang memintanya untuk memberitahunya tentang pemotretan yang akan dilakukan oleh Marsha pagi ini.

"Baiklah, mari kita lihat." Katanya yang kemudian beranjak dari tempatnya.

Tempat pemotretan akan dilaksanakan satu lantai di bawah lantai kebesaran milik Alland, dimana ruangan kerjanya berada. Sehingga Alland tidak perlu melangkah terlalu jauh. Alland pun terus melangkahkan kakinya diikuti Tiffany di belakangnya. Ia tersenyum simpul melihat kesibukan orang-orangnya di lantai itu. Ini untuk pertama kalinya bagi Alland melihat langsung acara pemotretan di kantornya. Sepertinya kehadiran Marsha yang tanpa sengaja di hidupnya membuat dirinya terlalu sering melakukan hal yang untuk pertama kali ia lakukan. Saat ini, ia bisa melihat Marsha sedang mengenakan sebuah gaun berwarna biru navy tanpa lengan. Tinggi gaun itu pun berada jauh di atas lutut, tepatnya setengah paha. Dengan ditaburi entah serbuk apa itu namanya, gaun itu terlihat begitu indah dan berkilau. Alland berdecak tak suka melihatnya.

"Apa tidak ada yang lebih pendek lagi?" Tanyanya yang sebenarnya adalah sebuah protes terhadap Tiffany.

"Maaf sir, tapi gaun itu memang di rancang khusus oleh Mrs.Dalton. Kakak anda sendiri." Jawab Tiffany.

Alisya Dalton adalah kakak kandung dari Alland Ray Stanford. Wanita itu sudah menikah dengan seorang pria tampan bernama Jack Dalton dengan bermodalkan sebuah hotel berbintang lima yang Alland sendiri tidak tahu berada dimana, karena memang Alisya sengaja menyembunyikan darinya mengingat Alland belum juga mengenalkan kekasihnya padanya. Ah ya, jangan lupakan fakta kalau kakaknya itu adalah designer terkenal yang selalu meluncurkan baju-baju dengan harga fantastic. Tentu saja tetap di bawah naungan Stanford Grup walaupun wanita itu sudah menikah. Alland sendiri tidak keberatan karena ia juga yang menginginkan hal ini. Setidaknya ia bisa mengetahui kabar kakaknya yang baik-baik saja melalui kerja sama ini walaupun secara tidak langsung.

Alland mendengus kesal. "Entah apa yang dipikirkannya membuat sebuah gaun menjadi begitu mengerikan." Katanya tak suka.

"Menurut saya gaun itu begitu indah sir. Sangat cocok di tubuh sang artis." Kata Tiffany dengan senyuman indahnya. Ia menyukai gaun itu, sangat. Jika saja Tiffany memiliki uang ia pasti akan langsung memesannya, tapi mengingat gaun itu buatan Alisya langsung ia pun mengurungkan niatnya. Harga gaun itu bisa saja mencapai harga apartementnya selama satu tahun.

"Bahkan dia terlihat gendut dengan gaun itu!"

"Apa kau baru saja mengejekku?" Sinis Marsha yang entah sejak kapan sudah berada di sebelah Alland.

Mendengar suara Marsha, Alland langsung menoleh cepat. "Sejak kapan kau disini?"

"Sejak kau mengataiku gendut!"

Alland tersenyum miring. "Well, you're so fat with this dress." Katanya dengan santai.

"Apa kau buta? Orang buta sekali pun bisa langsung merasakan kalau aku begitu cocok mengenakan gaun ini. Gaun ini membuat aura kecantikanku semakin terlihat." Kata Marsha kesal, tidak suka dengan cara Alland mengatainya.

Alland terkekeh kecil melihat kekesalan Marsha. "Kau bodoh sekali. Orang buta tidak akan bisa melihat kecantikanmu yang kau bilang itu."

"Aku tidak bilang mereka bisa melihatku. Aku katakan mereka bisa merasakannya, kaulah yang kurang cermat dalam mendengar sir." Kata Marsha membenarkan perkataannya.

"Bagaimana mereka bisa merasakannya tanpa melihat? Apa kau akan membiarkan orang buta itu menyentuhmu? Meraba bagian tubuhmu?"

Marsha membulatkan matanya dengan sempurna, lalu menatap berang Alland tanpa tahu posisinya. "Kau pikir aku wanita seperti apa?!" Katanya dengan nada meninggi, membuat beberapa orang disekitarnya menoleh pada mereka.

Alland memperhatikan sekitar sekilas, kemudian menarik bahu Marsha mendekat. Ia membisikkan sesuatu disana. "Wanita yang akan memberikan kehormatannya pada pria asing?" Bisiknya dengan nada sensual yang membuat bulu kuduk Marsha bahkan sampai berdiri mendengarnya.

"Apa katamu? Jangan katakan kalau kau masih mengira kita pernah melakukannya?" Katanya sinis.

Alland menggeram tertahan mendengarnya. "Kita memang pernah melakukannya!" Katanya yang masih berbisik.

"Ji...jika memang begitu, kapan dan dimana?" Tanyanya menantang seakan dirinya memang benar melupakannya. Mungkin di mata Alland, Marsha terlihat begitu tenang dan santai. Tapi ketahuilah kalau sekarang dirinya sedang gugup, teramat gugup.

"Apa harus kujawab lagi pertanyaan yang seharusnya kau sudah tahu?"

"Jawab saja!"

"Baiklah kalau kau memaksa. Malam itu di A'Lisy Club, tepatnya 5 bulan yang lalu. Dan kau dengan ekspresi penuh nafsu memanggil namaku agar aku bermain lebih cepat lagi. Ah, jangan lupakan ketika kau hampir--"

"STOP IT ALLAND!" Teriak Marsha tidak sadar. Wajahnya bahkan sudah memerah hingga ke telinganya. Sungguh, mengapa pria gila ini bisa mengatakan hal yang begitu ambigu dengan sangat santai.

Alland tertawa renyah melihat perubahan warna dan ekspresi di wajah Marsha. Terlebih lagi tatapan penuh tanya dari para karyawannya. Sungguh ia begitu senang mendapatkan Marsha terlihat malu seperti ini. Alland menjadi semakin yakin jika Marsha tidak benar-benar melupakannya, hanya saja ia terlalu malu untuk mengakuinya.

"So, masih mau berpura-pura tidak memgingatnya?"

Marsha menatapnya berang. "Bisakah kau tidak mengatakan hal yang menjijikkan itu dengan sangat santai? Kau bahkan mengatakannya tanpa beban!" Katanya memprotes.

"Kau selalu mengatakan hal itu menjijikkan. Apa masih perlu aku ingatkan lagi ketika kau--" Perkataan Alland terhenti ketika telapak tangan Marsha mendarat dengan mulus di bibirnya. Mendapat perlakuan itu, Alland pun mendadak membisu.

"Baiklah aku kalah. Aku masih mengingatnya, bahkan sangat mengingat jelas bagaimana kejadian malam itu. Bagaimana aku memanggil namamu seperti yang kau katakan. Apa kau sudah puas?" Katanya dengan nada pasrah. Alland lantas menjauhkan tangan Marsha dari bibirnya.

"Belum."

"Apalagi yang kau inginkan?!"

"Kita belum memastikan kondisimu." Jawabnya dengan tatapan datarnya. Marsha bahkan dibuat bingung, tidak mengerti apa maksud dari perkataan Alland.

"Aku tidak memakai pengaman malam itu." Tambahnya membuat Marsha langsung terhuyung ke belakang. Untung saja Alland dengan sigap menahan tubuhnya, kalau tidak ia bisa saja terjatuh.

"Are you kidding me?!"

"I'm serious Marsha."

"Shit. But i'm not pregnant for your information!"

"Kita harus memastikannya! Aku tidak ingin karirku hancur kalau tiba-tiba di dalam sana terdapat benihku." Katanya penuh penekanan.

"Itu tidak mungkin! Kau pikir kau saja yang akan hancur? Karirku bahkan lebih buruk lagi." Protes Marsha.

"Maka dari itu jangan menghindar lagi. Kita perlu memeriksanya."

"Tidak! Aku tidak mau." Balas Marsha cepat.

Marsha sangat tidak suka pembahasan ini. Tidak sekali pun terpikirkan olehnya jika ia akan mengandung seorang bayi di dalam dirinya terutama benih pria yang ada dihadapannya saat ini, tidak sekali pun. Lagipula itu sudah terlewat 5 bulankan? Ia juga belum pernah telat barang sebulan pun.

"Kau tidak bisa menolaknya."

"Aku punya hak untuk itu."

"Dan aku punya hak untuk bertanggung jawab."

"Aku tidak--"

"Maaf mengganggu waktu anda sir, tapi Mrs.Charlotte harus melakukan pemotretan. Kami sudah siap sejak tadi." Kata seorang wanita yang memotong protesan yang akan Marsha lontarkan. Marsha pun langsung menjauhkan dirinya dari Alland dan meninggalkannya.

Alland memijit pangkal hidungnya dengan pelan. "Aku rasa itu tidak mungkin." Gumamnya.

***