Teng...teng....teng
Bel berbunyi menandakan waktu sekolah yang sudah usai.
Ini adalah hari kedua di sekolah. Dengan perasaan yang masih campur aduk, aku berjalan menyusuri lorong yang mulai tampak lebih akrab.
Ingatan tentang pertemuan kemarin masih membekas di pikiran.
__________________________________
Kilas balik :
"Huft....." Gadis itu menghela nafas bersamaan dengan diletakkannya kuas itu. Lukisan yang ia buat telah selesai.
Tanpa sadar aku mencoba mendekat.
"Huh, apa yang membuatmu datang kesini?" Tanya gadis itu dengan tiba-tiba.
Sepertinya ia baru menyadari keberadaan mu. Walaupun ia sedikit terkejut, tapi suaranya sungguh lembut.
Aku terkejut dan merasa canggung dengan pertanyaan nya yang tiba-tiba.
"A-aku....tersesat." jawabmu singkat.
Ia terdiam sejenak, kemudian tersenyum sambil menatapmu. Matanya yang jernih dan penuh kehangatan seolah bisa melihat jauh ke dalam jiwa mu.
"Apa kamu tertarik untuk melukis." Ucapnya pelan.
Kamu terdiam. Kamu merasa seolah-olah takdir telah menuntun mu ke sini. Sebuah tempat yang terlihat tenang dan penuh kedamaian.
"Melukis?" Tanyamu dengan nada ragu.
Gadis itu mengangguk sambil tersenyum lembut, seolah bisa membaca keraguan mu.
"Iya, melukis. Aku bisa melihat dari caramu memandang lukisan ini. Kamu merasa ingin menuangkan semua yang kau pendam selama ini kan?"
"Menuangkan apa yang aku pendam??" Aku bergumam pelan.
"Benar, melukis bukan hanya tentang menggambar apa yang kita lihat. Tapi juga mengungkapkan apa yang kita rasa. Saat melukis juga, kamu bebas mengekspresikan diri sebebas mungkin."
"Tapi aku belum pernah sekalipun mencobanya." Jawabmu jujur.
"Itu tidak masalah." Katanya sambil menggelengkan kepala.
"Aku percaya bahwa setiap orang memiliki potensi untuk menciptakan sesuatu yang indah. Yang terpenting adalah kemauan untuk belajar dan keberanian berekspresi."
Kata-katanya seolah meresap ke dalam hati mu. Kamu merasa seperti ada sesuatu dalam dirinya. Sebuah semangat yang seakan mengundang mu untuk ikut merasakan kebebasan dalam melukis.
"Apa aku bisa melakukannya?" Suaraku bergetar.
"Tentu, kalau kamu mencoba nya. Melukis adalah salah satu cara untuk merasakan kebebasan. Cara untuk mengekspresikan diri sendiri, biarkanlah hati mu yang berbicara melalui kuas." Ucapnya dengan lembut namun penuh dengan keyakinan.
Kamu merenungkan kata-katanya dan merasakan ketertarikan yang tumbuh dalam dirimu. Kamu merasa ini adalah kesempatan untuk menemukan dirimu yang baru, dirimu yang selama ini tersembunyi.
"Aku...aku pikir ingin mencoba nya." Katamu dengan suara penuh keinginan dan harapan.
Gadis itu tersenyum, senyumannya seakan membawa kehangatan dalam hatimu.
"Aku senang mendengarnya."
__________________________________
Dan begitulah ceritanya.
Seakan tak terasa langkah kaki ku, aku tiba di depan pintu ruang seni. Dengan perasaan cemas sekaligus penuh harapan. Perlahan kubuka pintu ruangan tersebut.
Di dalam terlihat gadis itu sedang duduk tenang di depan kanvasnya. Nagisa Aoyama itulah namanya. Ia mengangkat wajahnya saat mendengar pintu terbuka. Kemudian tersenyum seakan menyambut kedatanganku.
"Kamu kembali." Kata-katanya lembut, seolah sudah menunggu ku.
"Ya" Aku mengangguk.
Mendengar ucapannya membuatku merasa lebih nyaman dari sebelumnya.
"Ntah mengapa....ruangan ini terasa sangat menenangkan." Aku mengungkapkan apa yang kurasakan.
Ia mengangguk mengerti.
"Ruang seni ini memang seperti oasis di tengah hiruk-pikuk dunia luar." Ucapnya membenarkan pernyataan mu.
"Jadi apa yang ingin kamu lakukan hari ini?" Nagisa bertanya dengan lembut dan penuh kepercayaan.
Aku terdiam sejenak.
"Aku belum pernah mencoba sebelumnya, tapi boleh kah aku mencoba melukis di atas kanvas."
"Tentu." Jawabnya dengan senyuman.
Dia mengambil kan kanvas kosong, beberapa kuas, dan palet cat. Lalu menyerahkan nya kepadamu.
Kamu memegang kuas dengan ragu, dikarenakan ini adalah pertama kalinya untukmu.
Merasa canggung karena tidak tahu harus memulainya dari mana, tangan mu sedikit gemetar.
Tanpa kusadari tiba-tiba Nagisa memegang tanganku. Mencoba untuk menenangkan ku.
"Pertama-tama penting untuk mengetahui bagaimana cara memegang kuas dengan benar. Pertama pegang kuasnya dengan santai, jangan terlalu kuat memegang nya." Nagisa mencoba untuk menenangkan ku.
Aku menarik nafas dan mencoba untuk tenang.
"Pegang kuas sekitar sepertiga dari ujung gagangnya. Lalu gunakan ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah untuk memegang kuas. Untuk jari manis dan kelingking bisa ditekuk dan berada di bagian bawah gagang kuas untuk menstabilkan pegangan." Nagisa menjelaskan sembari memberikan contoh.
Dengan arahan Nagisa aku mengikuti instruksi nya.
"Begini?" Ucap ku ragu.
"Ya, itu sudah bagus." Nagisa mengangguk.
"Selanjutnya mari kita mulai sapuan dasar. Ambil sedikit cat di ujung kuas, lalu sapukan secara halus di atas kanvas, ingat untuk tidak terlalu menekannya."
Aku mencelupkan kuas ke dalam cat secara perlahan dan mulai membuat goresan di atas kanvas.
"Apakah ini sudah benar?" Aku memastikannya.
"Iya benar. Untuk mengontrol kuas dengan lebih detail, pegang kuas dekat dengan bulu kuas. Sedangkan untuk sapuan yang lebih luas pegang jauh ke belakang kuas." Nagisa menjelaskan sembari memperhatikan mu.
Dengan semangat kamu menggoreskan kuas. Namun dengan segera kamu menyadari, garis-garis yang kamu buat tampak tidak merata dan kasar.
Menyadari hal itu, Perasaan tidak enak pun mulai muncul.
"Ini lebih susah dari yang aku kira. Hasilnya sangat jauh dari yang aku bayangkan." Aku tersenyum masam.
Nagisa tersenyum dan mendekat.
"Melukis memang membutuhkan kesabaran. Tidak ada satupun orang yang bisa langsung ahli pada percobaan pertama nya."
Aku menarik nafas dalam-dalam. Mencoba menenangkan diri.
"Baiklah, akan ku coba sekali lagi."
.....
Aku menatap kanvas dengan putus asa.
"Mungkin aku tidak berbakat dalam melukis." Aku mengeluh sambil membuat wajah kecewa.
Nagisa menggelengkan kepala.
"Jangan berkata begitu. Semua orang butuh waktu untuk belajar. Setiap sapuan kuas, setiap kesalahan, setiap kanvas yang terbuang, itu adalah bagian dari perjalanan mu." Ucapnya lembut.
Kamu merasa sedikit terhibur oleh perkataan nya. Perkataan gadis itu mendorong mu untuk tidak menyerah.
"Terima kasih, aku akan terus mencobanya."
Waktu berlalu. Goresan demi goresan terlewat. Seolah tenggelam ke dalam dunia seni. Sang senja pun tiba. Menandakan akan berakhir nya momen ini.
Di ruangan yang berisikan lukisan itu, cahaya senja menyinari. Seakan menyatu dengan harmonis.
Tanpa sengaja kamu memandang gadis itu. Sepanjang waktu ini ia duduk di samping mu, mencoba membantu dan membimbing mu.
Rambutnya yang hitam dan sedikit bergelombang jatuh dengan anggun di sekitar bahu, Memantulkan cahaya senja. Kulitnya seputih susu dan sehalus porselen. Bibirnya kecil dan berwarna merah muda alami, tampak menggoda namun tetap terlihat sopan.
Keberadaan gadis itu seolah memikat mu. Menahan mu untuk tetap berada disini.
"Cantiknya....." Kata-kata ku tidak sengaja keluar.
"Hmm....?"
"Ti-tidak, tidak apa-apa. Hanya saja seperti nya sudah cukup untuk hari ini. Sekarang sudah mulai gelap." Kataku menunjuk ke luar jendela, mencoba mengalihkan topik.
"Oh...benar. Kalau begitu mari kita sudahi untuk hari ini." Ia membalas dengan senyuman.
"Baik, terima kasih banyak untuk bantuan nya." Ucapku dengan tulus, kemudian menunduk untuk berterima kasih.
"Iya, sama-sama." Jawab Nagisa dengan senyuman hangat.
"Kalau begitu, mohon bimbingannya untuk kedepannya."
"Tentu, aku akan menunggumu besok."
Aku dan Nagisa membereskan semua peralatan dan bersiap untuk pulang.
Kamu meninggalkan ruangan dengan perasaan campur aduk. Dengan hasil yang kurang memuaskan, ada sedikit rasa frustasi dalam dirimu. Walaupun begitu terdapat juga harapan dan semangat untuk terus belajar.
To be continued....