webnovel

HIDUP

"Akh! Capek banget," ucap Venus sambil beranjak, kemudian merenggangkan otot-otot yang mulai kaku. Suara khasnya terdengar begitu jelas, dan membuatnya begitu lega.

Venus menguap begitu saja, menoleh ke arah bawahnya lagi dengan wajah lesu. Masih ada banyak rumput liar yang belum selesai dia cabut, bahkan sekarang sarung tangan plastik yang dia pakai sudah rusak. Banyak yang sobek, dan kulitnya pun sudah menyentuh tanah Merah. Venus mendengus, membuka sarung tangannya kemudian berjalan menuju meja yang ada di teras rumah.

"Cuci tangan Ven!"

"Iya-iya," ketus Venus, dia kembali beranjak, mendekati keran air di dekat pagar bambu. Airnya cukup besar, dan membuat pakaiannya basah, sepertinya sudah lama tidak di buka. Airnya pun ada sedikit kotoran, dan susah untuk di buka. Venus tak percaya dengan orang-orang yang mengatakan sering untuk bersih-bersih karena tak ada bukti, semuanya lawas, berdebu, dan kotor.

Lagi-lagi dia mendengus sebelum melenggang pergi, duduk di dekat Naratama yang sekarang menikmati pisang gorengnya sambil memperhatikan truk besar yang baru saja sampai. Venus ikut menoleh, keningnya bertaut ketika baru sadar dengan barang-barangnya.

Semua barang berharga mulai dari lemari pakaian, lemari piring, kompor, gas, dipan kayu, televisi, kipas, AC, dan barang berharga lainnya baru sampai, "Gue tadinya mikir kalau kita bakalan balik ke jaman baru," ucap Venus sambil mengunyah.

Naratama terkekeh mendengar kalimat yang baru saja adiknya keluarkan, dia melirik, salah satu kakinya di angkat begitu saja, "Gue pikir lo pinter anjir, tapi ternyata bego juga. Astaga! Kok bisa gue punya adik kaya lo gini?"

"Gak usah mulai!"

"Ehehe! Iya-iya, jangan galak-galak dong, nanti kalau lo galak gak ada yang mau jadi temen lo tau!"

"Ada banyak," sahut Venus, mengunyah pisang goreng terakhir sambil membersihkan jarinya dari minyak yang begitu berlimpah, "Btw, mulai senin gue udah masuk sekolah, lo juga kan?"

Naratama mengangguk, "Sekolah lo deket cuy, punya gue agak jauhan. Harus ngelewati jalanan jelek itu dulu."

"Mending, gue harus ngelewatin kuburan tau. Gue gak ngerti gimana ceritanya nanti kalau ada tugas kelompok pas malem, ada les tambahan, bimbingan pas malem, mana gue udah kelas tiga." Venus menghembuskan napas panjangnya dengan wajah lesu, perhatiannya beralih pada jalanan di depan sana yang masih belum di balut aspal, "Lo pernah mikir gak sih?"

"Mikir apa?"

"Ya mikir kalau kita pindah jadi manusia yang kekurangan."

"Hm, iya sih, terlalu di belakang tempat tinggal kita, tapi mama sama papa nyuruh buat bersyukur!"

Venus mengangguk setuju, tapi tetap saja dia masih belum bisa menerima kenyataan soal rumah baru, dan lingkungan barunya. Sangat asing, dan terlalu tidak nyaman, bahkan signal untuk ponselnya saja susah di dapat. Dia harus berpuasa sekarang, tidak bisa bermain instagram, whatsApp, twitter, dan line. Tidak bisa juga mengunduh film di netflix.

Gadis itu kembali menatap kakak laki-lakinya, "Lo dapet signal gak sih di sini?"

"Engga, tapi kata tetangga sebelah mendingan pake wifi sih soalnya signal yang bagus cuman buat simpati, Telkomsel, terus... apa sih gue lupa namanya, tapi sama-sama mahal."

"Ya Allah! Gue udah miskin, uang jajan juga cuman segitu mana bisa beli kuota mahal-mahal."

"Lo gak sendirian!"

"Kalau gitu sekarang tugas kita minta ke nyokap gak sih?"

Naratama mengangguk setuju sambil menjentikan jari kanannya, "Gue nanti yang bilang ke mama, sekarang tugas lo kelarin itu nyabutin rumput!"

"Terus lo sendiri ngapain?"

"Ngobrol sama nyokap," ucap Naratama dengan wajah tak berdosa.

Venus langsung memukul cowok itu, tak keras. Pukulan ringan dengan tambahan gelak tawa dari keduanya, tapi mengundang rasa penasaran warga. Beberapa ibu-ibu memperhatikan dari kejauhan, dan ikut tertawa. Sementara Edgar, dan sopir truk tak memberikan reaksi, mereka sibuk mengangkat barang bawaan dengan cepat.

"Lo bantuin kak Edgar sono!"

"Iya-iya, otw ini!" sahut Naratama, beranjak dari duduknya dan kemudian berjalan mendekati truk. Dia mulai mencari barang yang mampu di bawa sendirian, sementara Venus kembali pada kegiatannya awal.

Rumput liar dia cabut dengan sangat cepat, semua tenaga dia kerahkan tanpa memakai sarung tangan, dan tetap berhati-hati. Ibunya bilang ada tanaman liar yang berduri, memiliki bulu yang akan membuat kulit terasa gatal serta panas, kemudian beberapa kali Venus melihat di barang tanaman ada lintah, dan ulat bulu.

Untungnya gadis itu tidak merasa geli, tapi tetap saja dia hindari agar tidak membuatnya gatal-gatal. Lagi pula siapa yang mau menyentuh lintah, dan ulat bulu? Venus pikir hanya peneliti atau dokter hewan saja.

Gadis itu membersihkan semuanya tanpa terkecuali, tak ada sisa, hanya tersisa gundukan tanah yang tidak dia bersihkan. Bangkai tanamannya dia buang ke lubang belakang rumah, dan ayahnya bakar begitu saja bersama sampah lain. Venus kembali ke pekarangan depan, membenahi bunga mawar merah agar tampak lebih cantik, dia juga menambahkan bunga cat pada pagar bambu.

Warna putih beserta ungu membuat pagarnya lebih hidup, Venus tak percaya dengan apa yang dia lakukan. Bermain kotor, bermain warna, dan membuat tangan beserta bajunya kotor adalah impian dia sedari kecil. Ibu, dan ayahnya tak pernah mengijinkan, dan hari ini mereka memberikan ijin tanpa omelan.

Dan hal itu membuat Venus tak percaya, dia berterimakasih pada Tuhan karena sudah membuka mata hati keluarganya tentang bermain kotor tak selalu buruk. Sejak awal memulai pekerjaan selalu dengan senyuman meskipun punggung, dan tulang kakinya terasa linu.

"Ven?" Naratama kembali datang, kali ini membawa kain lap berwarna cokelat, "Di panggil nyokap buat makan."

"Makannya sendirian?" sahut Venus, beranjak dari duduknya dengan tangan yang masih menggenggam kuas cat, "Barengan atau sendirian?"

"Gak tau, tapi meja makan udah di isi makanan."

"Meja makan?" kening Venus bertaut, "Sejak kapan kita punya meja makan?"

Cowok itu mengangkat kedua bahunya pertanda tak tahu, kemudian dia menyeret Venus, "Banyak omong, udahlah ayo!"

"Sabar napa!"

"Elu lemot!"

"Tangan gue banyak cat, tangan lo kena juga."

"Gapapa, gue gak mau lo kotor sendirian."

Mendengar hal itu membuat Venus tertawa terbahak-bahak, saudara laki-lakinya ini kadang-kadang berlagak aneh, dan selalu semaunya sendiri, tapi tetap saja Venus sangat menyayangi cowok cerewet ini, "Lo kapan sih warasnya?"

"Gue waras tau Ven, lo aja yang selalu bilang kalau gue gak waras."

"Ya abisnya lo suka kaya gitu, aneh banget. Mana tiba-tiba ngajak deep talk, padahal wajah lo yang serius itu gak cocok, lebih cocok bikin lawakan."

"Terserah lo aja dah, gue mah ngikut," sahut Naratama akhirnya, dan Venus kembali tertawa terbahak-bahak sambil menyamakan langkahnya dengan langkah Naratama yang semakin cepat.