webnovel

Azel si Lelaki Menyebalkan

Mina dan Azel berdiri di depan tangga dan menatap mereka dengan tatapan lurus.

Sementara itu Tama, Bu Hani, Hara, Pak Rusdi dan Pak Rahman terlihat tegang di depan sana. Mereka mengelilingi meja makan dengan ekspresi wajah tegang. Seperti ada sesuatu yang di sembunyikan oleh mereka.

Mina mengerutkan keningnya dan menatapnya penuh selidik. "Barusan apa yang kalian lakukan?!"

Semua orang menjadi semakin tegang dengan dada yang berdebar-debar. Mereka saling melirik satu sama lain dan semakin terlihat mencurigakan bagi Mina.

"Bu-bukan sesuatu–"

"Bohong!" celetuk Mina, menangkis kebohongan Tama.

Lelaki itu semakin terlihat tegang. Tapi suasana berubah setelah Azel datang mendekati mereka dan duduk pada salah satu bangku yang ada di meja makan.

Tama mengerutkan keningnya. Sementara Mina hanya menatap lelaki itu dengan pandangan aneh sambil berjalan mendekatinya dan duduk di dekatnya.

"Nona, saya menemukan salah satu kebiasaan dari keluarga ini."

"Ya? Apa?"

Azel menatap sekitar dan menyaksikan bagaimana tegangnya para pekerja yang ada di rumah itu saat Azel seakan-akan menggantungkan ucapannya.

"Mereka selalu sarapan bersama. Bukankah itu kebiasaan baik? Mereka hanya tidak ingin Nona mengetahui hal tersebut, mangkanya mereka berlaku aneh seperti ini." Azel menjelaskan dengan baik dan Mina mendengarkannya dengan tenang.

Mina menatap setiap orang yang terlihat tegang itu dengan tatapan bingung. Ia memutar jarinya di dekat kepalanya dan tersenyum menatap mereka.

"Aku ini bodoh. Kalian tidak perlu mencemaskan soal tata krama antara kelas atas dan rendahan di depanku, aku tidak akan terlalu peduli dan memikirkannya. Menurutku, itu akan jauh lebih baik jika kita makan bersama." Mina tersenyum lebar dan memperbolehkan mereka duduk di kursinya masing-masing.

"Lagi pula ini hanya sekelompok manusia yang berbagi makanan. Apa yang harus aku ributkan? Aku yang tidak senang di tekan, pasti tidak akan menekan orang lain. Cih ...," gumam Mina, tampak kesal. Tapi semua orang termasuk Tama langsung tersenyum mendengar hal tersebut.

"Jangan tersenyum karena hal remeh. Aku memang tidak terlalu mementingkan kasta. Kita sama-sama makan nasi dan mencoba bertahan hidup. Setidaknya jangan saling menginjak dan menindas. Semua sudah ada ukurannya," ucap Mina, lagi.

"Makan! Selamat makan," ucap Mina, dengan suara yang ketus.

Tama hanya tersenyum dan memulai acara makan mereka dengan membaca doa menurut kebiasaan masing-masing. Tapi siapa sangka jika ponsel Mina akan berdering di tengah acara harmonis mereka? Semua orang tiba-tiba memusatkan perhatiannya ke arah Mina dengan tatapan bertanya-tanya.

"Kenapa kamu tidak mengangkat panggilannya?" tanya Tama, dengan mengerutkan keningnya dalam.

"Tidak. Aku tidak mengenal nomornya. Maaf jika berisik. Tapi aku tidak bisa menerima atau mematikannya. Aku hanya perlu membiarkannya saja. Ini akan berakhir setelah 6x panggilan masuk. Aku akan memasukkannya ke mode hening," ucap Mina, menatap layar ponselnya dengan tatapan lelah.

"Nona, apakah orang itu masih mengganggu Nona sampai hari ini? Sepertinya Anda terlihat keberatan dengan panggilan itu," ucap Azel, memperhatikan Mina dengan pandangan cemas.

"Sesekali. Tidak perlu di hiraukan."

"Baik."

Semua orang kembali makan. Tapi tidak dengan Tama yang masih memperhatikan wajah istri mudanya yang terlihat sukar dan gusar dengan pemandangan tersebut.

Mina memang mengatakan untuk tidak menghiraukannya kepada orang-orang. Ia berkata seakan-akan itu tidak penting, padahal itu hal yang sangat mengganggunya.

"Apa itu? Berikan kepadaku. Aku akan mengurusnya untukmu." Tama mengulurkan tangannya ke arah Mina. Sementara Mina hanya menatap lelaki itu dengan tatapan bertanya-tanya.

"Tidak perlu. Aku bisa mengurusnya," seru Mina, tegas.

Namun Tama sama sekali tidak berkutik dari posisinya. Ia masih mengulurkan tangannya dan membuat Mina merasa sedikit tersudut.

Mina pun memberikan benda itu dan Tama langsung melemparkannya ke arah tempat sampah sampai membuat semua orang membelalakkan matanya lebar.

Begitu juga dengan sang pemilik ponsel tersebut. Mina hanya bisa melebarkan matanya dan menatap ke arah tempat sampah dengan pandangan kaget.

Bunyinya sangat kuat. Jita tidak salah, Tama sengaja menerima panggilan tersebut baru melemparkan ponselnya dengan begitu kuat ke dalam tempat sampah.

"Aku akan membelikan yang baru. Datang saja ke ruanganku nanti," ucap Tama, dengan mode acuh. Tapi ia benar-benar memperhatikan Mina yang terlihat sedikit syok.

"Kenapa tidak menjawabku?" tanya Tama, mendongakkan kepalanya dan menatap wajah Mina yang masih terdiam di sana.

"Baiklah. Tidak perlu cemas. Aku akan datang ke kantormu nanti," jawab Mina,  dengan nada datar tanpa memandang wajah Tama.

Semua orang mendadak diam. Mereka memandang Tama yang sedang terdiam dan melihat wajah Mina yang terlihat jelas jika gadis itu diam-diam marah kepada dirinya.

"Kamu marah?"

Mina menyuapkan nasi ke dalam mulutnya dan makan dengan tenang tanpa menghiraukan Tama.

"Kamu marah? Aku bertanya kepadamu, Mina." Tama menatap lekat sang istri. Tapi tidak dengan sebaliknya dan itu cukup membuat Tama merasa tidak nyaman.

"Maafkan aku."

"Tidak perlu. Ponsel itu memang sudah waktunya di buang. Aku membelinya saat SMA dengan uang kerja sambilan. Aku hanya sedikit menyayangkannya, walaupun tidak terlihat penting tapi aku mengumpulkan uangnya dengan kerja keras. Sekarang sudah rusak parah. Tidak perlu di hiraukan asal kamu menggantinya dengan yang baru," ucap Kyla, menatap wajah Tama dengan tatapan datar.

Tama terdiam seribu bahasa. Ia hanya menatap wajah Mina yang terlihat sedikit dingin dan acuh kepadanya.

"Maafkan aku. Aku akan membenarkan ponselmu dan memberikannya yang baru sekalian," ucap Tama, merasa bersalah.

Mina hanya diam dan mereka melanjutkan acara makan mereka dengan tenang.

Di sisi lain, Azel hanya diam dan memperhatikan bagaimana caranya Tuan Tama memperlakukan Nonanya.

"Tuan mau makan nasi? Dari tadi saya lihat Anda hanya makan sayur dan daging. Apakah Anda sedang diet?" tanya Hara, menatap wajah Azel yang sedari tadi menatap Tuannya.

'Aku harus mengawasi lelaki ini karena ia seperti mata-mata. Aku harus menjauhkan Tuan Tama dan Tuan Azel untuk saat ini sampai kita semua tahu apa niatnya.'

Hara memalingkan wajahnya dan menatap Mina dalam diam. "Apa aku juga harus mewaspadainya? Tapi Nona orang yang baik dan penyayang. Ugh, aku dalam dilema karena memiliki Tuan baru yang tak dapat di duga," gumamnya, menghela napas kasar.

'Aku tahu jika Nona Mina bukan orang yang licik. Tapi siapa tahu jika ajudannya memiliki apa yang tidak di miliki Tuannya.' Hara menghembuskan napasnya kasar dan kembali menatap piringnya yang sudah penuh dengan lauk pauk.

"Eh ... aku tidak bisa makan sebanyak ini. Siapa yang memberikan ini kepada–" Hara terdiam dan memandang wajah Azel yang berdiri di seberangnya.

"Anda yang mengambilkan semua ini? Aku tidak sanggup menghabiskannya!!" marah Hera, menatap kesal ke arah lelaki itu.

Azel hanya menggidikkan bahunya. "Kamu bilang saya hanya makan sayur dan daging. Jadi saya memberikan dagingnya ke pada Anda. Saya kira Anda sedang mengatakan jika saya menghabiskan seluruh lauk di meja ini secara tidak langsung, karena itu saya membaginya."

Hara menatapnya bengong. "Apa sih?! Dasar orang pendendam!!"

"Itu pujian?!"