webnovel

Aku Tidak Bermaksud Melakukannya

"Lepaskan kami," seru Eden, anak lelaki yang mencoba memohon belas kasih dari Azel.

Azel hanya bisa diam dan memasukkan mereka berdua ke dalam mobil. "Makanlah, Nona memintaku membeli beberapa makanan saat menuju perjalanan kemari."

Azel duduk di samping keduanya dan membuka sebuah kotak cukup besar yang ia ambil dari sisi belakang mobilnya.

Azel membuka kotak itu dan memperlihatkan banyak aneka roti yang terlihat cukup enak dan mahal. Namun kedua anak kembar itu malah menangis dan menolak makanan tersebut.

"Anda pasti memasukan obat tidur ke dalam makanan itu sama seperti mereka agar kami tidak membuat keributan. Hiks ... kami tidak mau memakannya," ucap Sarah, menarik tangan Eden yang hendak meraih salah satu di antara banyaknya makanan tersebut.

Azel yang melihat itu hanya bisa menghela napas kasar dan menatap wajah kedua anak tersebut dengan iba.

"Tidak ada yang seperti itu. Makanlah. Nona bilang kalian pasti kelaparan saat di sandera oleh mereka. Makanlah dengan tenang."

Azel meletakkan kotak itu di atas pangkuan Eden dan menepuk-nepuk puncak kepalanya sebelum akhirnya ia keluar untuk membiarkan keduanya menenangkan diri.

"Makanlah, aku akan di sini. Jika kamu membutuhkan air, ambil di belakang ya?" ucap Azel, mengintip mereka dari luar jendela.

Sarah dan Eden hanya diam dan tetap tidak menyentuh makanannya. Sampai akhirnya mereka bertiga melihat Arci keluar dari terowongan gelap itu dengan menggendong Mina.

"Buka pintunya," ucap Arci, meminta pada Azel.

Azel langsung melakukannya dan membiarkan Mina duduk bersama Sarah dan Eden di bagian belakang.

"Kamu harus ke rumah sakit begitu kita sampai di kota." Arci memperingati Mina dan gadis itu hanya tersenyum lemah sambil menganggukkan kepalanya pelan.

"Kalau begitu aku akan mengurus sisanya. Kalian pergilah terlebih dahulu. Besok aku akan menjemput mereka di rumahmu," ucap Arci, sebelum akhirnya ia meninggalkan Mina dan kedua anak Zain di dalam mobil Azel.

Setelah itu Azel membawa Mina beserta yang lainnya ke kota. Sementara Arci mengurus sisa pekerjaannya yang entah ke mana ia akan pergi.

Di dalam mobil Azel, semua orang hanya diam. Azel yang fokus menyetir. Mina yang berusaha tetap sadarkan diri walaupun pundaknya terasa begitu sakit. Sementara kedua anak kembar itu hanya diam dan ketakutan dengan memandang ke arah Mina.

Mina melirik Sarah dan Edan dengan lemah. "Kalian tidak makan? Aku sudah membelikannya untuk kalian. Aku takut kalian tidak makan dengan baik hingga sekurus ini."

Mina tersenyum pelan dan membuka sebuah bungkus roti lalu melahapnya. Setelah ia memastikan makanan itu aman, ia memberikan kotaknya kepada Eden agar mereka ikut memakannya.

"Tidak beracun, kan?" seru Mina, mengulas senyuman lemah dan kedua anak itu langsung memakan roti yang ada di dalam kotak dengan lahap.

Mina hanya tersenyum dan memberikan ponselnya kepada Sarah.

Sarah menatap wajah Mina dengan tatapan bingung karena di dalam ponsel itu, Mina tengah melakukan sebuah panggilan kepada serang pria tanpa nama.

"Apakah ini orang yang akan membeli kami? Bos Anda?" tanya Sarah, menebak.

Mina hanya tersenyum dan menyentil dahinya lemah. "Bicaralah kepada Ayah kalian. Aku akan tidur, pundakku sakit."

Sarah melebarkan matanya dan menatap wajah Mina dengan tatapan haru. "Te-terima kasih, hiks."

"Jangan menangis dan bicaralah kepada Tuan Zain. Jangan ganggu Nona, beliau butuh istirahat anak-anak," seru Azel, tersenyum tipis saat memandang wajah Sarah dan Eden dari kaca spion tengah.

Sarah langsung menganggukkan kepalanya dan mulai berbicara dengan Ayahnya dengan suara pelan karena takut mengganggu Mina yang benar-benar terpulas di sana.

Azel mengendara sampai ke rumah kedua orang tua Mina sesuai permintaan dari Nonanya.

Melihat mobil Azel memasuki pekarangan rumah sebesar lapangan golf itu, seorang pengawal terlihat begitu antusias saat membukakan gerbang untuk mereka.

Bukan tanpa alasan, rumah besar itu sudah lama tidak di kunjungi oleh Nona Mudanya, jadi wajar jika beberapa orang yang dekat dengan Mina terlihat begitu antusias sekarang ini.

"Selamat datang, Nona Mu–"

Sstt ....

Azel langsung menghentikan lelaki berusia 20 tahunan itu dengan memintanya untuk diam karena Mina tengah beristirahat.

"Maafkan saya, apa Nona baik-baik saja? Pakaian Anda sedikit kotor, Tuan Azel," ucap Ichsan, membukakan pintu untuk Mina, tapi malah kedua anak kecil itu yang keluar dari sana.

"Ya, ada sedikit masalah. Tolong panggilkan Dokter Rara ke rumah, Nona harus segera di periksa karena beliau tidak ingin pergi ke rumah sakit!" pinta Azel, membopong keluar tubuh Mina dari dalam mobil.

Ichsan, lelaki yang cukup dekat dengan Mina sekaligus salah satu pengawal di depan gerbang, langsung menganggukkan kepalanya dan melakukan apa yang di pinta olehnya.

"Baik, Tuan."

"Kalau begitu saya masuk dulu. Ayo anak-anak." Azel berjalan membimbing langkah mereka dengan menggendong Mina secara hati-hati.

Di depan pintu sudah ada Arie yang menunggu kepulangan Adik Ipar dan kedua anak temannya, Zain, yang berhasil di selamatkan oleh Mina dengan cara yang cukup aman.

"Azel, kenapa ia sampai terluka?" ucap Arie, khawatir. Ia juga langsung memeluk Sarah dan Eden begitu erat sambil menanyakan bagaimana keadaan mereka.

"Kalian baik-baik saja, kan?" tanya Arie, saat memeluk kedua anak kecil itu.

Sarah dan Eden kembali menangis saat tahu jika orang-orang yang membawa mereka adalah orang-orang Arie, teman Ayahnya.

"Tante, kami sangat takut karena wanita itu bilang akan membawa kami kepada seseorang untuk di jadikan bahan eksperimen. Bahkan kami sempat tidak berani memakan pemberian mereka, tapi syukurlah jika mereka adalah orang-orang Anda," ujar Sarah, menangis sejadi-jadinya.

"Tapi wanita itu tidak jahat atau menyakiti kami. Ia bahkan di tusuk di bagian pundak oleh orang-orang itu. Tapi yang ia cemaskan malah masalah mental kami dan bukan dirinya. Kami kira ia hanya berpura-pura baik. Tapi syukurlah jika ia benar-benar orang baik," timbal Eden, juga menangis.

Arie memandang Mina dengan tatapan terharu. Sementara itu Mina yang sudah sadarkan diri tapi masih terasa lemas, hanya bisa melirik Kakak Iparnya dan tersenyum.

"Maafkan aku, aku tidak bermaksud membuat kalian takut," ucap Mina, bergumam pelan.

Namun Azel langsung mengatakan hal tersebut dengan lantang agar Sarah dan Eden bisa mendengarnya dengan baik.

Arie hanya bisa memaklumi tindakan tersebut. Karena yang berhadapan dengan Mina adalah Bos Mafia yang memiliki koneksi terbesar di kota ini.

"Bawalah Mina masuk ke dalam. Sebentar lagi Dokter Rara akan datang untuk memeriksanya." Arie menatap wajah Sarah dan Eden setelah memerintahkan Azel masuk terlebih dahulu.

"Kalian, ada yang ingin Tante bicarakan. Tapi makanlah dan mandi terlebih dahulu. Setelah itu kita baru berbincang tentang beberapa hal," ucap Arie, mendadak menjadi begitu serius.

"Baiklah, Tante. Kami akan menceritakan semuanya jika memang Anda ingin mendengarnya."

"Bagus. Masuklah ...."