"Gue semalem baru aja putus," ungkap pria tampan di sebelah Dira dengan nada lesu, sontak langsung membuat Dira mengerjap dengan bahagia dan tersenyum manis. Ia bersikap menjadi sangat excited jika seperti ini ceritanya. Memang kata-kata ini adalah kata-kata yang sedari dulu ia tunggu-tunggu. Memang kabar ini yang selalu ia nantikan.
Merasa dirinya terlalu lebay dalam berekspresi, Dira langsung menetralkan kembali semuanya. Ia kembali berduduk tegak dan bermuka datar. "Lagi? Bukannya lo sama si cewek primadona fakultas hukum itu baru jalan dua mingguan ya? Kok cepet banget sih putusnya, kenapa emangnya?" tanya Dira dengan sikap alaminya, kepo. Rasa ingin tahunya memang selalu berlebihan, bahkan kadang karena rasa ingin tahu tersebut lah semuanya jadi berantakan. Karena kadang ada beberapa hal yang memang tak perlu kita ketahui, namun karena kita penasaran, kita mencaritahu itu semua sampai tuntas.
"Dia haid, gak enak banget kalau seminggu gue enggak tidur sama dia. You know lah, Ra, kalau gue enggak bisa semalam aja enggak ditemenin tidurnya. Lo udah tau seluk-beluk gue gimana. Lo udah tau semuanya. Sosok Regan Devaro yang dibilang jadi playboy kampus dan bajingan ini enggak pernah bisa sehari aja enggak ditemenin tidurnya. Gue butuh teman tidur," balas Regan dengan lesu. Ya, lesu karena ulah mantan kekasihnya, Regan semalam harus bermain sabun di kamar mandi, tak memiliki teman tidur. Rasanya seperti di neraka saja jika seperti itu caranya.
Nadira menatap lekat mata hazel sosok di sebelahnya, ada kehancuran yang amat besar di hati Nadira. Ada kekecewaan yang tak bisa terluapkan saat ini. Ia mencintai sosok sahabatnya yang sudah dua tahun ia kenal, ia mencintai sosok Regan Devaro yang dikenal sebagai playboy kampus. Ia terjebak hubungan friendzone dengan sosok di sebelahnya itu. Sosok yang selalu ia harapkan untuk membalas perasaannya namun nyatanya sudah dua tahun ini tak kunjung tiba masanya. Perasaannya bertepuk sebelah tangan.
Meskipun Regan adalah sosok yang sangat brengsek, tidur dengan banyak wanita, senang mabuk dan banyak hal lagi lainnya, entah mengapa sosok Regan Devaro tetap saja memikat hatinya. Sosok Regan selalu memiliki ruang hati tersendiri di hati Nadira.
"Lo punya kenalan cewek yang mau sama gue gak sih, Ra? Malam ini pokoknya gue harus dapet teman tidur. Gue enggak mau sendirian lagi. Gue bosen banget enggak making love sama someone," keluh Regan sembari menyandarkan kepalanya di pundak Nadira dengan manja. "Eh ... gue lupa kalau sahabat gue yang satu ini tipikal anak ambis yang enggak mungkin punya kenalan cewek yang rada-rada," lanjut Regan.
"Kalau gue enggak punya temen rada-rada yang mau dijadiin temen tidur buat lo, gue bisa kok jadi cewek rada-rada itu, Gan. Gue mau jadi teman tidur lo," balas Nadira tanpa berpikir panjang. Semuanya benar-benar asal ceplos karena otaknya berbicara demikian, tidak memikirkan ke depannya akan seperti apa. Tidak memikirkan masa depan suram yang ada di depan mata.
Regan langsung memelotot tajam mendengar apa yang Nadira katakan, ia membuang muka ke arah sembarang sebelum akhirnya menampar pipinya guna menyadarkan diri. Ini semua kenyataan? Tidak! Ini semua tidak boleh menjadi kenyataan! Regan tak mau jika ini menjadi kenyataan.
"Ini asli, Gan. Gue menawarkan diri buat jadi teman tidur lo. Gue mau jadi cewek rada-rada itu," kata Nadira menjelaskan. Gadis berkacamata bundar tersebut sangat tahu apa yang ada di pikiran Regan sekarang, tentunya Regan akan mengira jika ini semua hanyalah ilusi.
"Kenapa lo mau, Nadira Almaira? Kenapa lo mau jadi cewek rada-rada itu? Gue enggak bisa kalau sama lo," tolak Regan dengan wajah yang masih tetap ke sembarang arah. Ia tak mau menatap ke arah Nadira. Ia tak mau melihat wajah sahabatnya itu.
"Kenapa? Apa gue enggak secantik mantan-mantan lo? Apa gue enggak sebanding sama mereka? Apa karena gue culun di mata lo sampai-sampai gue enggak bisa jadi cewek rada-rada? Apa karena gue enggak sepadan sama lo? Gue bukan dari kalangan berada, gue miskin, sedangkan lo kaya. Jadinya lo enggak mau kan sama gue? Karena itu kan, Gan?" sulut Dira penuh emosi. Memang sudah seharusnya Nadira sadar diri bahwa sampai kapan pun ia tak akan sebanding dengan Regan. Mereka berdua sungguh bagaikan langit dan bumi.
"Enggak, Ra! Gue enggak mau sama lo karena gue tau asli lo kayak gimana. Lo bukan cewek rada-rada itu. Lagian lo kenapa mau jadi cewek rada-rada kayak gitu? Lo stress ya? Bercanda kan lo?" Regan menolak Dira dengan penuh emosi. Masih tak percaya dengan setan apa yang merasuki sahabatnya itu sampai-sampai sahabatnya mengatakan hal yang penuh dengan omong kosong. Well, teman tidur? Tidak-tidak! Itu semua sudah sangat gila, bukan?
Dira ikut memalingkan wajahnya. Entah mengapa hatinya turut sakit mengalami penolakan seperti ini, padahal semua penolakan yang dilakukan Regan baik untuk dirinya, namun Dira tetap saja sakit hati dengan hal itu. Ia merasa insecure dengan wanita-wanita di luaran sana yang dengan sangat mudahnya mendapatkan sosok pria tampan di sebelahnya ini sedangkan ia terus saja ditolak mentah-mentah oleh Regan.
"Itu semua cuman alasan lo doang kan, Gan? Lo sebenernya ilfeel aja kan sama gue makanya lo enggak mau nerima gue jadi temen tidur lo itu? Iya, kan? Lo tenang aja lah, Gan. Enggak perlu alasan kalau mau nolak gue, gue juga bisa sadar diri kok. Lo tenang aja. Lo tanya kenapa gue mau jadi temen tidur lo? Karena gue mau tau aja gimana rasanya jadi cewek yang dipakai sama Regan. Gue penasaran aja seberapa candu ngelakuin making love sampai-sampai lo harus butuh temen tidur setiap saatnya," balas Dira dengan suara rendah, sedikit merasa terhina karena sudah ditolak mentah-mentah seperti ini. Ya memang seharusnya Dira lebih sadar diri saja kalau seberjuang apa pun ia untuk mendapatkan Regan, mereka berdua tidak akan pernah bersama. Mereka berdua sangatlah berbeda.
"Oke, gue mau nerima lo jadi teman tidur gue, Ra. Tapi lo beneran yakin? Ini bener-bener bakalan mengubah hidup lo. Lo masih perawan, Ra. Gue yang bakalan ambil keperawanan lo kalau lo beneran yakin dengan ini semua. Dan yang jelas yang gue tau, lo bukan tipikal cewek rada-rada. Jadi ini semua bukan lo banget pokoknya. Ini semua bisa bikin lo gak nyaman, Ra. Ini justru bencana yang dihindari banyak orang tapi lo mau ngambil bencana itu? Lo enggak gila kan, Ra?" Regan kembali membalas dengan tegas. Ia sudah sekuat hati menjaga sahabatnya, namun jika sahabatnya ingin hal itu yang memang benar-benar terjadi, Regan tak salah apa-apa, bukan?
"Gapapa, gue yakin kalau gue siap jadi temen tidur lo, Gan. Lo enggak perlu ragu lagi pokoknya. Dan lo bisa inget satu hal ini, negatif ketemu negatif jadinya positif kok. Gue siap jadi positif."