webnovel

Hari Penuh Kejutan (1)

Sebanyak petir di awan badai, sebanyak itu kejutan akan mengguncangmu hari ini.

—Fortune Cookies, 24 Agustus 2004

Di bawah sinar mentari pagi, kerumunan para siswa SMU Kastil Hastina mulai terlihat di sekitar gymnasium mereka. Sekali ini, Kastil Hastina bangkit dari tidurnya, tidak pada jam makan siang, latihan gempa atau kebakaran, maupun pada jam masuk/pulang.

Kejadian itu dimulai pada pukul 10.00.

Enam mobil minivan memasuki pelataran sekolah. Dua di antaranya mengangkut kabel, peralatan tata cahaya, generator, lampu-lampu, dan kamera. Dari dua mobil lainnya keluar orang-orang berpakaian serba hitam dan kekar. Sementara di dua mobil terakhir yang bertulisan SMU Rabu Monogatari dengan lambang heart-nya, keluarlah tim basket lengkap sekolah itu, termasuk Kristanus Gerald Yung!

Segera murid-murid kelas 2A, yang memang sedang jam olahraga, sontak kaget! Jelas tak ada yang tidak kaget!

Kekacauan tambah meluas saat diumumkan: "Hari ini kita kedatangan SMU Monogatari yang ingin berlatih tanding melawan tim kita, untuk kejuaraan babak keempat mereka melawan SMU Puputan Tak Kembali. Tentu saja ini agak bersifat mengejutkan, tapi Bapak mengerti mereka sengaja menghindar dari ekspos publisitas. Nah, apakah kalian sudah siap membantu mereka?" Pak Lintar yang bertanya pada pemain-pemain basketnya yang sudah dicabut dari kelas masing-masing guna kunjungan dadakan ini.

Sepuluh menit kemudian, pengumuman kedua oleh kepala sekolah bergaung di: "Dikarenakan adanya kunjungan luar biasa ini, maka dari jam sepuluh hingga waktu makan siang menjadi jam bebas! Murid-murid diharapkan men-support tim basket sekolah!"

Sisanya tenggelam dalam riuh rendah teriakan kebahagiaan.

Gani, Dennis, Hadi, Rudi, dan Ifa, starting line-up Kastil Hastina menjawab tantangan dengan lantang. Namun, Pak Lintar dapat melihat kehampaan masih menghantui di mata Ifa.

Pertandingan persahabatan yang tak terduga itu dimulai!

Derry sebagai salah satu penonton di pinggir lapangan—karena tak kebagian kursi—pun asyik memerhatikan.

Permainan SMU Rabu Monogatari dikabarkan telah berkembang pesat semenjak pertemuan mereka yang terakhir, sedangkan Kastil Hastina yang telah kembali ke susunan intinya malah bermain di bawah standar. Terlihat sekali ketidaksiapan mental mereka, akibat keder duluan melihat kamera-kamera TV, reporter, aparat, serta penonton yang berjejer di pinggir lapangan. Belum lagi, akhir-akhir ini latihan tim ditangguhkan karena Kejuaraan Daerah telah usai bagi mereka.

Namun, yang paling parah adalah Ifa. Tak sampai sepuluh menit bermain, Ifa sudah diganti. Jerit dan gumam kecewa memenuhi seluruh gymnasium menyaksikan permainan Ifa yang tanpa semangat. Derry memandang berkeliling. Keningnya berkerut tegang, sampai akhirnya ia berhasil menemukan tempat Indy duduk—diantara teman-teman se-geng-nya.

Ifa sendiri duduk di kursi pemain, dengan handuk menutupi kepala dan tengkuknya. Ia menunduk, mengatur napas dengan kesal sekali. Akhir-akhir ini Ifa merasa ia bagaikan tak hidup lagi. Jiwa berikut kemampuannya bagai melayang entah ke mana. Untunglah akhir-akhir ini sang ayah tengah mengerjakan banyak proyek, sehingga tidak memerhatikan keadaan putra kesayangannya itu. Ini tentu hal positif, dengan begitu Ifa pun terbebas dari hajaran dan teknik-teknik bela diri sang ayah dalam bentuk latih tanding silat ala Sparta, kalau sampai ketahuan diringnya tengah tidak bersemangat!

Perempat kedua sudah setengah berakhir dengan kedua SMU saling mengejar angka.

Tapi, Kris tampak berulang kali menatap ke arah bangku cadangan. Mata Indy yang memerhatikan setiap gerakan Kris dengan penuh konsentrasi perlahan menyadarinya, seperti semua penonton di GOR.

Kris sedang menunggu Ifa turun kembali!

Plos!!! Tembakan tiga angka shooter akurat Monogatari menghujam tepat di dalam ring basket!

Hadi yang memungut bola kemudian mengoper cepat ke arah Dennis, tetapi mendadak Kris sudah ada di sana! Dengan perlahan tapi tajam, ia mencuri bola kemudian melompat ke udara untuk melakukan dunk! Hadi, Rudi, dan Gani menghalanginya tapi ternyata Kris—masih melayang di udara—sudah mengoper dengan cantik sekali ke shooter tadi!

Plos!! Tiga angka mengalir kembali ke Rabu Monogatari, diiringi suara tepuk tangan dan teriakan penonton yang bergemuruh!! Kris mendarat, kemudian ia menunjuk ke arah Ifa! Suara penonton memuncak saat tantangan langsung dikumandangkan oleh wartawan!

"Yak! Kris menantang rival utamanya! Ifa Dharmawangsa! Sebenarnya kehadiran Kris hari ini, adalah untuk mengalahkan Ifa!" Suara announcer itu ditanggapi dengan anggukan kepala Kris dan senyumnya.

Tangan Ifa bergetar, matanya menyala…, perasaannya bercampur aduk. Ia seperti baru ditampar hingga terbangun dari tidurnya! Sesuatu dari dalam hatinya mendadak bergerak. Menembus semua semak belukar pikiran dan frustrasi yang mewarnai kehidupannya pekan ini. Ia merasakan amarah, terkejut, dan perasan tak mau kalah yang tak tertahankan! Segala macam pikiran lain seakan tenggelam dalam kesadaran baru ini.

Pak Lintar diam-diam tersenyum memerhatikan ekspresi anak didiknya. Ia memegang bahu Ifa, "Sabar. Kau akan kuturunkan di babak kedua. Perlihatkan padanya bahwa kau adalah rival yang sesuai…."

Ifa mengangguk pelan sekali. Di dalam batinnya bergaung kalimat ini. Aku hanya punya basket. Aku hanya punya basket! Aku harus bisa mengalahkannya!!

Babak pertama pun berakhir, diiringi suara cemoohan penonton—karena melihat Pak Lintar tidak menurunkan Ifa—dan pekik kaum hawa melihat aksi Kris yang merajai jalannya pertandingan di menit-menit akhir babak kedua.

Derry tersenyum saat ia melihat Kris yang bukannya ke kamar ganti, malah mendatangi Ifa yang sedang berjalan ke arah kamar ganti di sayap gedung.

"Gua gak sabar melihat permainan lo yang sebenarnya nanti!" Ia berucap dengan tegas pada Ifa yang wajahnya kaget sekali.

Ifa berucap tanpa sadar, karena jiwa lelakinya terusik, "Lu, liat aja, bakal gue tunjukkin nanti."

Kris tersenyum puas, lalu bergabung lagi dengan timnya, sambil dihujani pertanyaan, request tanda tangan, foto bersama fans beratnya.

Derry melihat bahwa seorang wartawan sekarang sudah berpindah tempat ke sekitar kursi Indy, untuk mewawancarai penonton. Setelah memberikan pertanyaan ke beberapa penonton, ia pun kemudian mewawancarai Indy. Indy tampak sengit sekali saat mendesak sang reporter untuk menjawab pertanyaan-pertanyaannya! Derry menghembuskan napas lega. Ia kemudian meninggalkan gymnasium dan di luar sana, di tempat yang sangat sepi, ia menyalakan handphone-nya.