Di klinik istana, ada banyak orang yang sibuk berlarian kesana-sini. Mereka sibuk membantu menyelamatkan Xavier dan Dimas. Xavier dan Dimas dirawat di sebuah kamar tertutup. Hanya ada tabib dan beberapa asistennya yang berada di sana. Di dalam kamar tertutup, 5 tabib istana sedang berusaha mengeluarkan anak panah satu persatu. Raefal terduduk lemas di atas lantai di luar kamar tertutup itu. Dawn ikut duduk di samping Raefal, di atas lantai juga.
"Kenapa? Kenapa bukan aku saja yang berada di sana?" ucap Raefal penuh penyesalan.
"Kita do'akan yang terbaik untuk mereka. Bagaimanapun juga, mereka anggota tim Akas. Tim elit terbaik dari kerajaan Tirtanu. Lagipula ini bukan salahmu!" hibur Dawn.
Semua anak panah harus dilepas secepatnya. Jika tidak, akan ada pendarahan yang tiba-tiba muncul dari arah yang tidak terduga. Selain itu, infeksi bisa datang lebih cepat dan membuat daging dan organ cepat membusuk. Tabib dan asistennya berusaha mencabut 2 anak panah bersamaan perpasien. 1 anak panah ditangani oleh 3 orang. Artinya, ada 6 orang yang merawat Xavier dan 6 orang lagi yang merawat Dimas.
Sebelum dicabut, Dimas dan Xavier dibius dengan uap ramuan tumbuhan dengan dosis tertinggi yang paling aman. Kemudian, semua darah dan kotoran yang menempel di area kulit dekat tusukan dibersihkan dengan cairan antiseptik coklat. Untungnya semua ekor panah sudah dipatahkan sehingga tim medis tinggal mencabut saja.
Tembakan panah hanya mengenai bagian belakang saja. Tidak ada satupun panah yang menembus tubuh Xavier dan Dimas. Mencabut panah mundur lebih menyakitkan daripada mencabut dari arah depan (ujung panah/pile) karena luka akan robek dua kali terkena besi lancip di ujung panah. Dengan kondisi itu, para tabib membedah bagian luka agar terbuka lebih lebar. Ini dilakukan agar anak panah lebih mudah untuk dicabut sekaligus bisa memeriksa seberapa dalam tusukan dan organ mana saja yang kena dampaknya.
Tim medis segera menguras darah kotor melalui lubang bekas tancapan anak panah begitu luka terbuka. Mereka menggunakan cairan antiseptik bening untuk menguras darah kotor. Untunglah, tidak ada satupun tusukan yang mengenai organ penting dari Xavier dan Dimas. Luka segera dibersihkan setelah anak panah berhasil terangkat. Para tabib segera menjahit robekan daging mulai dari lapisan terdalam hingga lapisan terluar.
Setelah satu luka anak panah beres, para tabib beralih ke anak panah lainnya. Mereka bekerja dengan cepat tapi teliti. Mereka mengulang langkah mulai dari merobek, menguras, mengangkat, membersihkan, dan menjahit. Mereka melakukan itu berkali-kali dengan hati-hati.
"Tabib Azami, denyut nadi Xavier mulai melemah", ucap seorang asisten tabib pada seorang perempuan.
"Apakah ada racun di ujung panahnya? Oissh… ada-ada aja. Ok. Pertahankan denyut nadinya dengan jarum akupuntur ukuran 2,5 cun pada titik BL15! Lalu panggilkan Tabib Adanu dari Varignan dan minta beliau bawa perangkat pendeteksi racun sekalian! Cepat!" perintah Tabib Azami.
Asisten tabib itu langsung berlari ke pintu. Dia meminta bantuan seorang staf yang berjaga di dekat pintu. Staf itu langsung berlari keluar kamar tertutup. Jantung Raefal langsung berdebar tak karuan melihat staf yang berlari cepat itu. Dia takut jika ada hal yang berbahaya terjadi pada Xavier dan Dimas. Tiba-tiba kenangan kebersamaannya dengan Xavier dan Dimas terputar otomatis di pikirannya.
"Tenanglah", hibur Dawn sambil menepuk pundak Raefal.
Di dalam kamar tertutup, Tabib Azami sibuk memompa darah. Dia menusukkan banyak jarum ke beberapa titik di badan belakang Xavier. Jumlah panah yang menancap pada Xavier lebih banyak dari pada Dimas. Saat kejadian, Xavier tidak menggunakan pelindung apapun di belakang tubuhnya. Hanya Dimas yang menggendong buntalan kain di belakang tubuhnya.
Dalam waktu singkat, Tabib Adanu sudah tiba di klinik istana membawa buntalan kain. Dia segera masuk ke kamar tertutup tempat Xavier dan Dimas berada. Saat Tabib Adanu datang, Raefal dan Dawn sudah duduk di sebuah kursi kayu panjang seperti kursi warung. Tak berselang lama, Jenderal Yoshi datang bersama Raja Ehren.
Raefal sudah tidak punya energi lagi untuk menyapa Raja Ehren. Dia hanya bisa sedikit menundukkan kepala sambil duduk untuk menghormatinya. Hanya Dawn yang kuat berdiri dan menyapa Raja Ehren dan Jenderal Yoshi dengan benar.
"Bagaimana kondisi Xavier dan Dimas?", tanya Jenderal Yoshi.
"Mereka masih dirawat di dalam. Kami tidak tahu kondisinya bagaimana. Kami tidak boleh ikut masuk ke dalam", jawab Dawn.
"Saya turut berduka atas kejadian ini. Saya berjanji akan menyelidiki kasus ini dan mengambil langkah tegas agar kejadian ini tidak terulang kembali", ucap Raja Ehren.
Dawn adalah salah satu anggota tim Akas juga. Dawn adalah salah satu anggota senior yang paling dihormati selain Jenderal Yoshi. Dia punya banyak pengalaman di berbagai situasi dan kondisi. Dia juga anggota yang paling tenang hingga banyak yang menyebutnya sebagai vampir berdarah dingin.
Di dalam kamar tertutup, Tabib Adanu langsung membongkar semua peralatannya. Staf medis yang menjemputnya dari Varignan sudah menceritakan semua detail yang terjadi pada Xavier dan Dimas. Setibanya di dalam, Tabib Adanu langsung mengambil sampel darah dari Xavier dan Dimas. Lalu, dia menguji semua sampel darah yang dia ambil. Tangannya bergerak dengan kecepatan super.
"Tabib, denyut jantungnya Xavier hilang!" teriak asisten tabib.
"Lakukan CPR!" perintah Tabib Azami.
Tabib Azami segera mencabut semua jarum akupunturnya. Dia memindahkan jarum ke tempat yang berbeda sebelumnya. Kemudian, dia mulai mempercepat tangannya agar semua anak panah bisa dicabut segera. Tabib yang lain dan asisten mereka juga ikut mempercepat tangan agar operasi cepat usai.
"Xavier, kau kuat. Bertahanlah!" ucap Tabib Azami untuk menyemangati Xavier.
"Tabib Adanu, apakah mereka diracun? Kalau diracun, racunnya jenis apa?" tanya Tabib Azami.
"Semuanya bersih. Mereka tidak terkena racun apapun. Semua itu murni dari anak panah polos", ucap Tabib Adanu.
"Lalu kenapa kesehatannya terus menurun?" protes Tabib Azami.
Setelah dilakukan CPR cukup lama, akhirnya denyut jantung Xavier kembali. Tabib Azami sangat lega. Dia melanjutkan kegiatan mencabut anak panah dan mengobati lukanya. Kali ini, Tabib Adanu ikut membantu mencabut anak panah pada Xavier. Kehadiran Tabib Adanu, berhasil menambah kecepatan proses operasi.
Setelah proses panjang, melelahkan, dan menegangkan, semua anak panah yang tertancap di tubuh Xavier bisa dicabut semuanya. Anak panah yang menancap di tubuh Dimas juga sudah berhasil dikeluarkan semua. Hasilnya, tubuh Dimas stabil. Dimas bisa bernapas dengan normal dan denyut nadinya sangat baik. Tabib Azami memeriksa napas dan denyut nadi Xavier. Ternyata denyut nadinya sangat lemah.
Saat semua orang mulai membereskan perlengkapan dan peralatan operasi, Xavier kejang tiba-tiba. Tabib Azami dan Tabib Adanu kaget.
"Ada apa ini?" kata Tabib Azami kaget.