webnovel

EP. 040 - Laporan

"Baiklah. Tolong antar Endaru ke sana", perintah Raja Ehren.

"Baik Yang Mulia", jawab Jenderal Calvin.

Jenderal Calvin mengantarkan Endaru ke sebuah ruangan di luar istana Amayuni. Ruangan ini biasa digunakan Ratu Alatariel untuk meneliti obat herbal baru atau peralatan baru. Ruangan ini dekat dengan kebun dan klinik kesehatan istana.

Di sana ada banyak peralatan mulai dari jarum akupuntur, bekam, mortar, hingga pendeteksi racun. Saking lengkapnya, Endaru sampai terheran-heran. Endaru tidak berhenti tersenyum dan memandangi semua peralatan di kanan, kiri, atas, dan bawah.

"Jadi, apa saja yang anda butuhkan?" tanya Jenderal Calvin.

"Semua alat pendeteksi racun", kata Endaru.

"Ok. Ini alat pendeteksi sianida, arsenik, merkuri, gas klorin. Apa lagi ya?" kata Jenderal Calvin yang berusaha mengingat.

Jenderal Calvin tiba-tiba teringat dengan alat pendeteksi sarin. Dulu dia pernah membawanya ketika pergi ke Terra Nullius. Di sana dia juga menemukan jenazah dayang istana.

"Apakah ada yang meninggal karena keracunan?" tanya Jenderal Calvin.

"Anda kok tahu?" tanya balik Endaru.

"Aish… Seseorang dari Varignan tiba-tiba mencari alat pendeteksi racun. Bukankah ini berarti sesuatu?" kata Jenderal Calvin.

"Ya. Anda benar", jawab Endaru.

"Jika begitu. Anda akan membutuhkan sebuah alat lagi. Tapi alatnya tidak di sini. Ayo ikut saya!" ajak Jenderal Calvin.

Endaru berjalan mengikuti Jenderal Calvin. Mereka keluar dari klinik istana dan menuju ke sebuah tempat. Ada banyak barang yang digenggam Endaru. Endaru terlihat kuwalahan untuk membawanya. Jenderal Calvin tahu itu dan membantu Endaru membawa sebagian alatnya.

Tibalah Jenderal Calvin dan Endaru ke sebuah tempat. Ternyata itu markas Araukaria. Di mata Endaru, markas ini tampak sangat besar. Ada banyak prajurit berlalu lalang di sekitarnya. Padahal yang sebenarnya, markas ini hanya ditinggali 20 orang prajurit.

"Ayo masuk!" ajak Jenderal Calvin dengan mantap.

Endaru dan Jenderal Calvin memasuki gedung markas Araukaria. Mereka berjalan, menaiki tangga, dan sampailah di kamar dan ruang kerja Jenderal Calvin.

"Ini kain gendong. Bisa digunakan untuk membawa peralatan", ucap Jenderal Calvin sambil menyodorkan sebuah kain kotak besar.

Jenderal Calvin membuka sebuah lemari. Matanya memindai banyak barang di sana. Dari lemari itu, Jenderal Calvin mengeluarkan dua alat. Yang pertama berupa kertas dan yang kedua berupa alat berbentuk tabung T yang di dalamnya ada jarum yang terpasang.

"Ini alat pendeteksi sarin. Yang ini kertas yang diusapkan. Yang ini tabung T untuk ditiup", kata Jenderal Calvin.

"Terima kasih", kata Endaru.

"Dengan senang hati. Saya akan mengantar Anda ke Varignan. Ayo, berangkat!" ajak Jenderal Calvin.

Anehnya, Endaru dan Jenderal Calvin sama-sama diam di perjalanan menuju Varignan. Yang mereka lakukan hanyalah berjalan secepatnya. Walaupun diam, Jenderal Calvin tahu bahwa ada korban gas Sarin yang sedang diotopsi di Varignan. Satu tetes sarin cukup untuk menewaskan satu orang dewasa dalam hitungan menit.

Setibanya di Varignan. Endaru berlari meninggalkan Jenderal Calvin. Dia tidak berpamitan ataupun berterima kasih pada Jenderal Calvin, mungkin dia lupa. Dia berlari di lorong lalu segera cuci tangan setelah masuk dalam ruang otopsi korban teror ketuk pintu.

Ternyata, Jenderal Calvin mengikutinya dan berdiri di depan pintu ruangan otopsi. Sadar bahwa Jenderal Calvin masih di sana, Endaru balik lagi ke pintu untuk berpamitan, berterima kasih, lalu menutup pintu ruangan otopsi. Walau sekilas, Jenderal Calvin masih bisa melihat kondisi jenazah.

"Ternyata dia benar-benar korban sarin", gumam Jenderal Calvin sebelum dia kembali.

Di dalam ruang otopsi, satu persatu alat digunakan. Tabib Adanu menggunakan alat pendeteksi sianida dan hasilnya nihil. Lalu dia menggunakan pendeteksi arsenik dan ternyata nihil juga. Korban juga tidak keracunan klorin dan merkuri. Terakhir, Tabib Adanu menggunakan kertas pendeteksi sarin. Hasilnya benar. Korban teror ketuk pintu meninggal karena keracunan sarin.

Hasil sudah didapatkan. Jasad korban teror dijahit kembali untuk dimakamkan dengan layak. Semua peralatan dibersihkan dan dirapikan. Tabib Adanu membaca kembali semua laporan otopsi tadi. Kemudian, beliau pergi menghadap Raja Ehren.

"Yang Mulia, Tabib Adanu dari Varignan ingin menemui anda!", teriak penjaga dari luar pintu.

"Masuklah!" perintah Raja Ehren.

Tabib Adanu berjalan ke depan singgasana Raja Ehren di dalam aula utama. Raja Ehren segera memperbaiki postur duduknya menjadi lebih tegak. Raja Ehren bisa menebak bahwa Tabib Adanu datang untuk membawa laporan hasil otopsi.

"Salam Yang Mulia Raja. Saya Tabib Adanu dari Varignan. Saya memohon izin untuk melaporkan hasil otopsi korban teror ketuk pintu", kata Tabib Adanu.

"Silakan", kata Raja Ehren.

"Korban teror ketuk pintu meninggal karena keracunan sarin. Luka terbesar ada di bagian kepala. Luka ini menyebabkan retakan tak beraturan pada tulang tengkorak berdiameter 2,5 cm. Jika dilihat dari ukurannya, kemungkinan kepala korban terluka karena dipukul dengan pangkal pegangan pedang oleh seseorang. Bisa oleh almarhum sendiri atau orang lain. Korban tidak melakukan perlawanan dan ini terlihat dari tangannya yang bersih. Ada banyak goresan kecil di punggungnya, entah karena apa. Demikianlah laporan otopsi dari saya", kata Tabib Adanu.

"Baiklah, boleh lihat laporan otopsinya?" pinta Raja Ehren.

Kemudian, Tabib Adanu menyerahkan semua laporan pada kasim. Lalu kasim memberikan laporan tersebut pada Raja Ehren. Raja Ehren membaca laporan otopsi dengan cermat. Beliau juga mencermati lukisan kondisi organ dari korban.

"Sarin. Kondisinya lebih parah dari dayang istana yang dulu walau sama-sama korban keracunan sarin. Jika dilihat dari lukanya, sepertinya dia diserang oleh seseorang", batin Raja Ehren.

Raja Ehren ingin memastikan sesuatu. Beliau bertanya pada Tabib Adanu.

"Apakah ada kemungkinan bunuh diri?" tanya Raja.

"Tidak Yang Mulia. Jika dilihat dari kondisi fisiknya, almarhum dipukul hingga setengah sadar. Saat dia hampir pingsan, dia baru diracun. Orang yang berniat bunuh diri dengan racun akan meminun racunnya terlebih dahulu lalu menunggu detik-detik kematiannya", jawab Tabib Adanu.

"Berarti ada orang lain yang menyerangnya. Orang ini jelas bukan hantu. Kemungkinan, orang ini juga yang menyebarkan teror ketuk pintu", kata Raja Ehren.

"Jika dilihat dari hasil otopsi, kemungkinannya seperti itu", ucap Tabib Adanu.

"Baiklah, anda boleh kembali. Terima kasih", kata Raja Ehren.

Raja Ehren memanggil Jenderal Yoshi. Tepat setelah Tabib Adanu keluar dari pintu aula utama. Sekarang, Kapten Yoshi sudah naik pangkat menjadi seorang Jenderal dari Tim Akas. Sebentar saja, Jenderal Yoshi sudah tiba di hadapan Raja Ehren.

"Jenderal Yoshi hadir, Yang Mulia", sapa Jenderal Yoshi.

"Ada teror ketuk pintu di Desa Kaliko dan membawa korban meninggal. Sepertinya teror itu disebarkan oleh seseorang dan almarhum tersebut mengetahui sesuatu. Lalu, dia diserang dan diracuni seseorang yang ingin menyembunyikan sesuatu. Jadi, tolong selidiki lah kasus teror ini diam-diam. Lalu, laporkan apapun hasilnya padaku. Ingat! Lakukan diam-diam", perintah Raja.

"Baik Yang Mulia", jawab Jenderal Yoshi.

Aula utama memiliki banyak pintu. Saat Raja Ehren menceritakan semuanya pada Jenderal Yoshi, ada seseorang yang menguping pembicaraan dari balik pintu. Orang itu adalah Yudanta. Ternyata, Yudanta tidak sendirian. Selir Adeline juga ikut menguping pembicaraan dari pintu yang berbeda.

"Aish… sial!", gumam Yudanta kesal.

Yudanta segera meninggalkan aula utama diam-diam. Dia keluar dari istana Amayuni lewat pintu kecil di samping bangunan. Tidak ada yang menjaga pintu tersebut. Dia segera menuju ke sebuah menara.

Menara istana yang dituju Yudanta sangat sepi. Menara itu kosong dan sepertinya sudah lama tidak digunakan. Setibanya di dalam, Yudanta segera menaiki tangga menuju lantai tertinggi. Di bagian teratas menara, ada seekor elang yang hinggap di sana.

Yudanta mengeluarkan kertas, pena, dan tinta dari saku bajunya. Dia menuliskan sesuatu lalu menggulungnya pada kaki elang. Kemudian, elang itu terbang entah ke mana.

Di sisi lain…

Di aula utama Istana Amayuni, Adeline keluar dari persembunyiannya.

"Ada korban sarin lagi, Yang Mulia?" tanya Adeline.

"Ya, kali ini korbannya salah satu warga Desa Kaliko", jawab Raja Ehren.

"Desa Kaliko masih wilayah Kerajaan Tirtanu. Itu artinya masih ada orang yang memiliki sarin di Kerajaan ini", kata Selir Adeline.

"Benar. Aku menemukan sebuah kertas catatan tersembunyi. Isinya menyatakan bahwa ada orang di Tirtanu yang menjual bahan baku sarin pada seseorang. Aku tidak pernah tahu tentang transaksi ini. Andaikan aku tahu, aku pasti melarangnya", kata Raja Ehren.

"Berarti ada penghianat di sini. Entah dia di dalam atau di luar istana", kata Selir Adeline.